BLITAR KANALINDONESIA.COM – Limbah kotoran sapi PT Greenfields di Desa Ngadirenggo, yang meresahkan masyarakat Blitar mendapat perhatian serius dari Komisi D DPRD Jatim.
Bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Timur, komisi yang membidangi pembangunan dan lingkungan hidup mendatangi langsung ke tempat peternakan yang berlokasi di Desa Ngadirenggo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. Wakil rakyat ini ingin menccari yahu apa yang sebenarnya terjadi hingga menimbulkan protes dari warga sekitar.
“Sesuai agenda kedatangan kami adalah ingin mengetahui bagaimana pengolahan limbah di PT Greenfileds,” kata Kuswanto, Senin (20/9/2021) menceritakan kedatangan komisinya ke Blitar.
Kunjungan yang dilakukan oleh Komisi d pada Selasa (14/9/2021) itu ternyata kurang mendapat sambutan yang baik dari management PT Greendfields. Ini bisa dilihat dari sambutan terhadap Komisi D yang ditemui diterima di aula yang kondisinya tidak layak dan bercampur tumpukan kasur, serta barang-barang. “Apa PT Greenfields tidak punya ruangan lain yang lebih layak untuk pertemuan. Kenapa kita ditempatkan di ruangan campur tumpukan kasur bekas seperti ini, apa tidak ada ruangan lain ?” kata Ketua Komisi D DPRD Jatim, Dr Kuswanto sambil keluar ruangan berukuran sekitar 5×8 meter tersebut sambil geleng geleng kepala menahan emosi.
Melihat rombongan DPRD Jatim keluar dengan mimik tersinggung, pihak PT Greenfields melalui Head of Dairy Farm Development dan Suistainability, Heru Prabowo, langsung menyampaikan permintaan maaf. Serta menjelaskan alasan kenapa disambut dan ditempatkan di ruangan tersebut.
“Ada Bapak ruangan di lokasi pemerahan sapi di atas. Hanya terbatas sedikit, tidak bisa merokok dan harus steril,” ujar Heru.
Setelah mendapat penjelasan ini, serta disampaikan jumlah rombongan hanya 15 orang akhirnya pertemuan dilakukan di ruang rapat di lokasi pemerahan di atas yang masih bagian dari area PT Greenfields. Dalam pertemuan tersebut, Kuswanto menanyakan kenapa sampai terjadi protes dari warga, hingga ada gugatan ke pengadilan. “Karenanya kami ingin mengetahui bagaimana pengolahan limbah di PT Greenfileds,” kata Kuswanto.
PT Greenfilds melalui Head of Dairy Farm Development dan Suistainability, Heru Prabowo
mengakui saat ini memang ada 3 masalah yang dihadapi perushaannya, yaitu dokumen Amdal yang harus disesuaikan. Awalnya akan dibuat adendum, tapi ada perubahan aturan menjadi kewenangan pusat. Namun karena ada sanksi administrasi dari DLH Provinsi, pengurusan belum selesai. “Hasil komunikasi dengan KLH, tidak perlu Amdal baru cukup menggunakan Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) dan kami menunggu instruksi lebih lanjut.
Kedua, IPAL sudah selesai kita perbaiki dan sudah dilakukan uji coba 4 kali tapi ijinnya belum ada. Ketiga, akan menerapkan pemanfaatan limbah cair, tapi belum ada Ijin Pemanfaatan Limbah Cair (IPLC),” ungkap Heru.
Saat ini kata Heru limbah kotoran sapi atau manure yang dihasilkan dari 7.500 ekor ternak, setiap harinya sekitar 80-100 ton. Berupa kotoran padat dan cair, di mana yang padat diolah menjadi alas ternak dan limbah cairnya dialirkan untuk pupuk ke perkebunan.
Menanggapi ini, menurut Kuswanto, PT Greenfields dianggap kurang respon dan suka memelihara masalah, maka dengan kedatangan Komisi D ini ingin investor bisa bekerja dengan nyaman tidak ada dampak lingkungan. “Kami hadir bukan mencari masalah tapi mencari solusi, sehingga tidak ada permasalahan dengan warga dan justru bisa meningkatkan kesejahteraan warga,” tandasnya.
Sementara itu anggota Komisi D, Guntur Wahono, menegaskan agar pihak PT Greenfields serius untuk menyelesaikan perijinan dan masalah limbahnya. “Jangan sampai investasi yang dengan susah payah dihadirkan, tidak bisa dibanggakan dan justru menimbulkan masalah. Kami ingin ketika datang kembali mengecek, semua masalah sudah selesai,” tegas politisi PDIP ini.
Dalam pertemuan tersebut Komisi D kembali dibuat geram, dengan munculnya supandi dari kelompok tani yang menyebut dirinya sebagai perwakilan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Blitar. Kegeraman ini berawal dari permintaan berbicara menjelaskan adanya kerjasama dengan PT Greenfields dalam pemanfaatan limbah kotoran sapi sebesar 1.400 m3 per hari.
“Kami sudah MoU dengan PT Greenfields, untuk mengelola limbah manure menjadi pupuk organik yang akan digunakan oleh seluruh KTNA di Kabupaten Blitar. Jadi kami menganggap menemukan harta karun yang jika diolah bisa bermanfaat,” papar Supandi.
Namun belum selesai berbicara, Komisi D melihaat ada yang ganjil dari pernyataan Supandi ini, hingga salah satu anggota DPRD Jatim menghentikan dengan menggebrak meja. Sambil menanyakan apakah termasuk pihak yang diundang dalam pertemuan ini dan kapan MoU dengan PT Greenfileds. Ternyata diketahui bahwa MoU baru dilakukan beberapa hari yakni 9 September 2021.
“Seperti yang sudah saya sampaikan, KTNA jangan sampai hanya menjadi bemper PT Greenfields. Karena kerjasama baru terjadi, serta belum ada hasilnya seperti apa,” cetus Kuswanto.
Kuswanto mensinyalir adanya keanehan pada perusahaan asing tersebut, ““Ini ada keanehan, kenapa ada perizinan yang belum lengkap. Oleh karena itu ke depan seluruh perizinan yang belum sempurna dan belum lengkap segera dilengkapi, agar bisa memberikan manfaat buat Kabupaten Blitar,” pungkasnya. Nang
Baca berita lainnya di Google News Kanalindonesia.com