KPK Lakukan OTT Bupati Banjarnegara dan Orang Kepercayaanya
BANJARNEGARA, KANALINDONESIA.COM: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengumumkan langsung pada Jumat (3/9/2021) di Gedung Merah Putih KPK, bahwa Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) telah ditetapkan sebagai tersangka.
Selain Bupati, pihak swasta atau orang kepercayaan Bupati, bernama Kedy Afandi juga menjadi tersangka.
Keduanya jadi tersangka dalam dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Tahun 2017-2018 dan menerima fee proyek senilai Rp2,1 miliar.
“Setelah KPK melakukan penyelidikan, kita menemukan bukti permulaan yang cukup dan kita tingkatkan status perkara ini ke penyidikan pada bulan Mei 2021. Hasil kerja keras tersebut menetapkan dua orang tersangka,” ujar Firli Bahuri.
Usai ditangkap Bupati Banjarnegara langsung ditahan di Rumah Tahanan Kavling C1 selama 20 hari ke depan.
Lembaga antirasuah ini juga menahan orang kepercayaan Bupati yang juga terlibat korupsi Kedy Afandi berbarengan dengan Budhi. Kedy ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.
“Tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan para tersangka untuk 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 3 September 2021 sampai dengan 22 September 2021,” tutur Firli Bahuri.
Keduanya diumumkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan KPK tepat pada ‘Jumat Keramat’. ‘Jumat Keramat’ merujuk pada pemanggilan atau penahanan terduga dan tersangka korupsi oleh KPK.
Firli Bahuri mengatakan, Budhi diduga menerima uang dari pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara. Total, dia diyakini telah menerima Rp2,1 miliar yang dari beberapa proyek.
Budhi lewat orang kepercayaannya Kedy Afandi mengumpulkan asosiasi jasa konstruksi di salah satu rumah makan. Di pertemuan itu, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikan harga perkiraan sendiri sebanyak 20 persen dari nilai proyek.
Untuk perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek itu, harus menyerahkan uang 10 persen dari nilai proyek. Beberapa waktu kemudian pertemuan dihelat di kediaman Budhi.
Budhi diduga meminta para kontraktor untuk menaikan HPS sebesar 20 persen. Sebanyak 10 persen untuk Budhi dan sisanya untuk keuntungan kontraktor.
KPK menduga Budhi aktif memantau pelaksanaan lelang proyek. Di antaranya membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR dan mengajak perusahaan milik keluarga, sampai mengatur pemenang lelang.
Dalam pelaksanaan itu, Budhi diduga dibantu oleh Kedy. KPK menduga Budhi sudah menerima fee sebanyak Rp 2,1 miliar. Duit diserahkan secara langsung maupun lewat perantara.
Budhi dan Kedy disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Firli menyebut ada tiga pasal yang dilanggar yakni Pasal 12 huruf (i) yang menyebut pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Lalu, kedua orang itu disangkakan melanggar Pasal 12B yang menyebut setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.