Paguyuban Suporter Timnas Indonesia tentang Satu Bulan Tragedi Kanjuruhan
JAKARTA, KANALINDONESIA.COM: Hari ini telah genap satu bulan Tragedi Kanjuruhan yang memakan 135 jiwa berlalu. Presiden Joko Widodo dengan cepat telah membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang telah melakukan kerjanya dan mengeluarkan sejumlah rekomendasi yang perlu dilakukan untuk memperbaiki persepakbolaan di Indonesia. Bahkan Presiden juga telah bertemu langsung dengan Presiden FIFA
Namun anehnya, PSSI sebagai organisasi yang memiliki otoritas tertinggi tentang sepakbola di Indonesia seolah mengelak dari tanggung jawab. Padahal kejadian ini jelas kegagalan kordinasi yang dilakukan termasuk oleh PSSI. Apakah PSSI telah serius melakukan sosialisasi aturan FIFA tentang gas air mata? Apakah PSSI sebagai organisasi induk sepakbola Indonesia juga telah melakukan audit kelayakan stadion? Bagaimana pula dengan pelatihan pengamanan pertandingan? Bagaimana juga tentang edukasi supporter selama ini?
Mulai dari pernyataan Ketua Umumnya Mochamad Iriawan yang menyatakan tidak bertanggung jawab terhadap kejadian ini, dan menyerahkan tanggung jawab hanya kepada panitia pelaksana dan juga PT LIB semata (Baru di hari ke-12 ada pernyataan maaf), tidak mengindahkan rekomendasi TGIPF agar seluruh pengurus dan Exco untuk mundur sebagai pertanggung jawaban moral, dan yang terakhir mengisyaratkan percepatan KLB.
Kongres Luar Biasa (KLB) Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) tidak akan ada artinya jika penyelenggaranya adalah orang-orang yang dikondisikan para pengurus lama atau status quo. Sebab itu, seharusnya Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan alias Iwan Bule beserta seluruh komisioner Komite Eksekutif atau Executive Committee (Exco) PSSI mengundurkan diri sebelum KLB digelar. Ini sesuai dengan rekomendasi dari TGIPF.
Mundurnya seluruh Exco PSSI, termasuk Iwan Bule, juga akan menjadi dasar bagi PSSI untuk melaksanakan KLB, karena di PSSI terdapat kondisi darurat atau force majeure dengan mundurnya semua pengurus sehingga KLB harus digelar. Kekosongan kekuasaan di PSSI itulah yang menjadi alasan PSSI menggelar KLB.
Dengan seluruh Exco mundur, maka mereka diharapkan tidak akan bisa “cawe-cawe” lagi untuk mengondisikan terpilihnya Komite Pemilihan dan Komite Banding Pemilihan yang akan menyelenggarakan KLB. Kalau KP dan KBP masih diisi orang-orang pro-status quo yang terbukti gagal dan menyebabkan kejadian besar itu terjadi, maka KLB tidak aka nada artinya.