Media Mainstream Jangan Bergaya Seperti Medsos, Fredy : Bisa mengerdilkan Media Profesional
SURABAYA KANALINDONESIA.COM – Anggta Komisi A DPRD Jatim Fredy Poernomo mengingtakan pelaku media untuk tidak justru ikut ikutan dengan gaya medsos dalam menyampaikan berita. ini dikatakan Fredy saat dimintai mendapat terkait banyaknya media sosial yang lebih sering viral dari paa berita dari media mainstream. Politisi Golkar ini menilai kinerja pemberitaan media profesional/mainstream sudah sesuai dengan kaidah yang berlaku, cuman kata Fredy jangan sampai media profesional justru malah tergantung pada maraknya medsos.
“Saya kira kalau media mainstream ini sudah diatur, ada asosiasi PWI segala. Saya kira ya di dalam kebebasan reformasi ini yang sifatnya obyektif silahkan. Dengan segala peristiwa, kejadian, silahkan diberitakan. Tapi jangan terbawa arus medsos, itu malah mengkerdilkan media itu sendiri. Media kan harus profesional, saya kira aturannya sudah jelas. Kebebasan media itu ya dilakukan yang benar dan obyektif. Bukan sifatnya sensasional. Yang kadang-kadang yang laku kan yang sensasional. Maka ada hak klarifikasi, hak jawab. Kalau secara umum, media mainstream sudah obyektif. Masih on the track,” ungkapnya, Senin (13/2/2023).
Fredy mengakui saat ini marak berita berita atau tayangan kejadian di konten medsos dengan pola apa adanya. Ini akan sangat berbahaya karena kebenarannya kadang sulit dipertanggung jawabkan. Sebab kalau media mainstream itu kan menampilkan fakta bukan fantasi. Untuk itu agar masyarakat bisa membedakan mana fakta mana fantasi, dia mengusulkan agar pendidikan karakter sudah disampaikan sejak usia dini hingga pendidikan akhir. ini untuk memberikan pemahaman agar masyarakat menjadi lebih dewasa dalam memanfaatkan media sosial atau Medsos. Pernyataaan Fredy ini menyikapi medsos yang saat ini sudah mulai lebih dipercaya dari pada Media mainstream dan menjadi warning dari Presiden RI Joko Wiidodo, saat menyampaikan pidato pada puncak Hari Pers Nasional di kota Medan Sumatera Utara, ( 9/2/2023).
Politisi senior ini mengatakan kondisi tesebut akan menjadi atmosfir yang kurang baik, apalagi medos saat ini sudah masuk ke semua usia. Apalagi isi dari medsos terkesan tidak proporsional dan jauh dari ukuran jurnalisme yang berlaku. “Pendidikan karakter sudah harus diberikan sejak usia dini sampai dengan Pendidikan akhir, agar kedepan masyarakat lebih berhati hati karena tidak ada ukuran jelas seperti berita dari Media Profesional. Kedua juga kita berharap tokoh-tokoh informal leaders seperti tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat, yang menjadi panutan jangan terus terjebak dalam dunia medsos juga. Saya kira layak kalau presiden bicara begitu, kan sifatnya mengingatkan,” kata Fredy.
Fredy menegaskan dengan berlakunya era digital menggantikan tugas analog, maka semua sangat terasa mudah. Begtiu juga dengan masyarakat yang sekarang dengan mudah mengunggah berbagai peristiwa, tanpa saringan karena semua seolah ingin menjadi penyampai kejadian dengan cepat, “Seperti ada kebaggaan bisa ngashare sebuah kejadian, padahal kita tidak tahu itu benar atau tiidak,” kata poliitisi yang juga pernah menjabat Ketua Komisi A DPRD Jatim ini
Fredy berharap pemerintah konsisten menjalankan undang undang yang bisa menyaring konten konten hoaxs, provokatif dan meenyesatkan agar tayangan dimedsos yang sampai ke masayarakat adalah yang bisa dipertanggung jawabkan, “Kan ada undang-undang penyiaran publik, cuma ya itu salah satunya yang menjadi sasaran kan media publik terutama media elektronik. Tetapi sampai sejauh mana jangkauannya, tentunya aturan main yang punya kompetensi di bidangnya, misalnya menko komunikasi. Dia kan sudah membuat langkah yang kira kira gak sesuai segera di lakukan tindakan. Contohnya yang sederhana yang berbau asusila, pasti kan langsung di blok. Saya kira termasuk media media sosial yang sudah mengarah negatif, tidak obyektif, seharusnya bisa di blok. Kalau asusila saja bisa dilakukan, kenapa media ini tidak dilakukan yang sama. Aturannya saya kira ada. Tidak lanjut pemaknaan dari media-media sosial termasuk dari Undang-undang Penyiaran itu ada dan harus segera diatur oleh Menkominfo,” tambahnya.
Fredy melihat adanya narasi narasi yang bersifat memojokkan, fitnah dan rekayasa biasanya dilakukan oleh orang orang yang tidak paham dalam membuat sebuah karya jurnalistik, “Kalau seperti kita, yang mengerti aturan, tidak mungkinlah membuat suatu berita atau cerita, atau narasi rekayasi yang sampai memojokkan orang. Tapi publik kan tidak semuanya tahu, seharusnya pemerintah membuat shock therapy,” harapnya. nang