Perang Dagang AMDK: Strategi Branding vs Black Campaign
JAKARTA, KANALINDONESIA.COM: Perang dagang dalam industri air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia masih terus berlangsung. Masing-masing pihak yakni Le Minerale dengan Danone Aqua mengklaim produknya terbaik dan memiliki keunggulan.
Pakar komunikasi, Akhmad Edhy Aruman, melihat persaingan di pasar air kemasan bermerek tengah berlangsung ketat.
Menurut Edhy, Le Minerale sebagai brand challenger atau penantang pasar, tampil dengan strategi bermain dengan kemasan sekali pakai, baik pada produk kemasan botol maupun galon. Ini yang membedakannya dengan Danone Aqua, selaku pemimpin pasar AMDK yang menggunakan model pakai ulang pada produk galon.
Selain itu, sebagai penantang pasar Le Minerale berani memasarkan produknya dengan harga di atas produk Danone Aqua. Tapi langkah itu dinilai masih belum cukup. Kemudian mencari perbedaan lain dan ditemukan bahwa kemasan produk galon Danone Aqua menggunakan plastik jenis Polikarbonat, berisiko mengandung Bisfenol A (BPA).
“BPA memang bisa memperkuat kemasan plastik. Kalau plastik nggak ada BPA kemasannya jadi lembek. Yang jadi problem adalah adanya potensi peluruhan BPA pada galon polikarbonat yang bisa menimbulkan risiko kesehatan,” ujar Edhy dalam diskusi media Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta (KJEJ) bertema ‘Menyikapi Hoax dan Negative Campaign dalam Persaingan Bisnis AMDK’ di Jakarta, Kamis (15/6/2023),
Ia mengatakan, Danone Aqua sudah puluhan tahun menjadi market leader di pasar AMDK, namun kini tiba-tiba muncul Le Minerale dengan branding galon selalu baru dengan kemasan plastik Polietilena Tereftalat (PET).
“Tentu hal ini mengganggu pangsa pasar Danone Aqua,” kata Edhy berprofesi Dosen Komunikasi di lembaga pendidikan komunikasi berbasis Jakarta, London School of Public Relations (LSPR).
Edhy melanjutkan, perusahaan AMDK ini juga mencoba menarik perhatian konsumen dengan menekankan aspek kesehatan produk dan mengklaim teknologi galon sekali pakai menyediakan air mineral yang lebih bersih, aman, dan sehat dibandingkan dengan metode pengemasan lainnya.
Kemudian, juga aktif mengkomunikasikan potensi bahaya BPA pada kemasan berbahan polikarbonat yang digunakan oleh Danone Aqua dan banyak merek lainnya. “Sedangkan Danone Aqua, mereka memfokuskan kampanye mereka pada keberlanjutan dan ramah lingkungan, menekankan bahwa galon mereka dapat digunakan berulang kali, sehingga mengurangi sampah plastik,” ucapnya.
Hal menarik, lanjut Edhy, entah berhubungan atau tidak, inovasi dan kreativitas komunikasi Le Minerale belakangan diikuti dengan munculnya berbagai isu negative campaign. Selain soal isu lingkungan dan keamanan produk Le Minerale, pemberitaan negatif di media massa terus saja bermunculan.
Terbaru, peluru kampanye negatif juga ditembakkan ke media sosial. Sejumlah influencer mendadak tampil menyiarkan konten yang mendiskreditkan Le Minerale dan sejumlah brand lainnya. Contoh terbaru mudah dilihat pada konten Tiktok dari @prazteguh yang dengan jelas dan nyata menilai negative sejumlah brand yang digambarkan berasa pahit dan lain sebagainya. Dan secara terang-terangan, kampanye berbayar itu hanya memuji satu brand, yakni Aqua.
Tengok pula kampanye negatif di media macam Mantra Sukabumi, yang menyebut 5 bahaya tersembunyi pada produk Le Minerale. Belakangan, media bagian dari Pikiran Rakyat Media Network ini menghapus beberapa artikelnya.
Tapi pada akhirnya, data pasar dan persepsi konsumen yang berbicara. Edhy memaparkan data jajak pendapat di @Jakpatapp di September 2022 bahwa Le Minerale sukses membayangi Aqua sebagai Air Mineral dalam kemasan botol yang teratas digemari masyarakat dengan yang dipilih oleh 62,1% responden.
“Ini angkanya lebih dari 100% karena memang ada responden yang memilih lebih dari 1 air mineral,” ujar Edhy menjelaskan hasil jajak pendapat tersebut.
Ditambahkan Faisal Rahman bahwa dirinya melansir data Asparminas di tahun 2022 bahwa penantang pasar sukses meningkatkan pangsa pasarnya. Data yang disodorkan Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas) menyebutkan volume penjualan AMDK galon bermerek meningkat 3,64% pada 2022 dengan total produksi mencapai 10,7 miliar liter dan penjualan Rp 9,7 triliun.
“Dari angka itu, volume penjualan galon berbahan kemasan plastik PET, termasuk yang diproduksi Le Minerale, meningkat pesat hingga 31% menjadi 818 juta liter. Ini lonjakan tajam bila dibandingkan dengan volume penjualan Danone Aqua yang justru susut 0,67% menjadi 6,5 miliar liter meski secara keseluruhan Danone Aqua masih menguasai sekitar 60% pasar galon bermerek,” jelasnya.
“Daerah lain di Bali dan Manado, industri AMDK ikut mengonversi kemasan galon polikarbonatnya ke galon PET bebas BPA,” imbuh Faisal sebagai Redaktur Pelaksana Validnews.
Pembicara lainnya, Kepala Center For Entrepreneurship, Tourism, Information and Strategy Pascasarjana Universitas Sahid, Algooth Putranto menilai media di Indonesia saat ini belum maksimal dalam menyajikan berita terkait isu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) galon, utamanya dari aspek kesehatan maupun aspek lingkungan hidup.
Dia mencontohkan masih minimnya pemberitaan yang komprehensif terkait risiko Bisfenol A (BPA) pada galon guna ulang. “Misalnya, jika regulator mengatakan BPA pada galon polikarbonat aman asalkan sesuai dengan kriteria Standar Nasional Indonesia (SNI), media seharusnya aktif menggali dasar pernyataan tersebut. Ini perlu dilakukan karena di Eropa dan Amerika, sejak lama sudah ada peringatan dan bahkan larangan dari orotitas keamanan pangan atas kemasan pangan yang berisiko mengandung BPA,” katanya.
Lebih jauh, Algooth berharap media tuntas membuka nama produsen galon yang masih menggunakan kemasan polikarbonat yang mengandung BPA.
‘Jika merujuk pada UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, media harusnya tidak perlu takut karena ini kepentingan umum pada pasal 3 dan pasal 6. Tentu harus diingat, ada hak jawab dan koreksi pada pasal 1 yang harus dihormati media ketika ada pihak yang merasa perlu menggunakan hak tersebut,” tegas Algooth.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Pengurus Pusat Perusahaan Periklanan Indonesia (BPP P3I), Susilo Dwihatmanto, mengungkapkan bahwa berbagai bentuk negative campaign harus dihentikan.
“Kami sudah menyiapkan rambu-rambu beriklan yang jelas. Dengan demikian segala upaya iklan yang menjelekkan competitor lain baik di media massa konvensional maupun di media social itu tidak etis,” ucap Susilo.
Susilo memaparkan, berbagai rambu terkait etika periklanan sudah dituangkan dalam panduan Etika Pariwara Indonesia Amandemen 2020. “Meski demikian kita juga harus memahami bahwa etika lebih ke pedoman. Spiritnya adalah self regulations. Bagaimana membuat iklan secara lebih beretika,” tegas Susilo. (Rudi_Kanalindonesia.com)