Oleh: Kolonel Laut (K) Dr. dr. Hisnindarsyah, SpKL. Subsp.KT(K),SE., M.Kes., MH., C.FEM, FISQua, FRSPH
Dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi, pemerintah sering kali mengadopsi program akreditasi. Di berbagai belahan dunia, program akreditasi rumah sakit telah menjadi salah satu intervensi penting dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Namun, sejauh mana akreditasi rumah sakit memiliki dampak positif terhadap kualitas layanan kesehatan masih menjadi perdebatan. Artikel ini mengambil pendekatan perumpamaan untuk menjelaskan peran dan tantangan akreditasi rumah sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Seorang filsuf terkemuka pernah mengatakan, “Kualitas pelayanan kesehatan adalah tonggak pencapaian hasil kesehatan yang memuaskan.” Pernyataan ini membingkai pentingnya memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi sebagai pondasi utama dalam mencapai hasil kesehatan yang memuaskan bagi masyarakat. Namun, dalam perjalanan menuju pelayanan kesehatan yang berkualitas, ada banyak rintangan dan tantangan yang harus dihadapi.
Dalam dunia yang terus berubah dan kompleks seperti industri kesehatan, akreditasi rumah sakit telah menjadi salah satu alat yang digunakan oleh pemerintah untuk memastikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Sebagai contoh, di Kerajaan Arab Saudi (KSA), ada program akreditasi CBAHI yang telah menunjukkan dampak positifnya terhadap hasil kesehatan. Namun, prestasi ini tidak bisa dianggap sebagai akhir dari perjalanan. Kesenjangan dalam kualitas layanan kesehatan antar wilayah di KSA masih menjadi perhatian, dan industri kesehatan yang terus berubah memberikan tantangan tambahan.
Mari kita bayangkan akreditasi rumah sakit seperti Manyata program di India. Manyata adalah inisiatif perbaikan kualitas yang ditujukan untuk fasilitas perawatan ibu hamil dan bersalin di sektor swasta. Di bawah inisiatif ini, bantuan teknis diberikan kepada fasilitas-fasilitas yang tertarik untuk memperoleh ‘sertifikasi tingkat awal’ dari National Accreditation Board for Hospitals and Healthcare Providers (NABH) untuk menyediakan layanan kesehatan berkualitas.
Ini seperti seorang seniman yang memiliki potensi besar tetapi memerlukan panduan dan bimbingan untuk mencapai karya seni yang sempurna. Manyata memberikan panduan teknis kepada fasilitas-fasilitas ini, mirip dengan cara NABH memberikan panduan dan standar kepada rumah sakit. Tetapi, seperti seniman yang perlu memahami teknik dan konsep seni, fasilitas-fasilitas ini juga perlu memahami dan mengikuti standar NABH untuk mencapai sertifikasi.
Dalam Manyata program, 28 fasilitas perawatan kesehatan swasta di India menjalani penilaian NABH dari Agustus 2017 hingga Februari 2019. Hasil penilaian awal oleh staf program dibandingkan dengan penilaian NABH oleh pemeriksa NABH untuk menilai perubahan dalam kualitas layanan sesuai dengan standar NABH. Ini seperti seorang kritikus seni yang menilai karya seni sebelum dan setelah seorang seniman menerima bimbingan. Dalam hal ini, penilaian NABH adalah ukuran kualitas yang objektif.
Hasilnya menunjukkan bahwa ketaatan fasilitas terhadap standar NABH meningkat secara signifikan dari 9% pada penilaian awal menjadi 80% pada penilaian NABH. Ini seolah-olah seorang seniman yang awalnya membuat lukisan kabur dan tidak teratur, tetapi dengan bimbingan yang tepat, lukisan tersebut menjadi jelas dan indah. Namun, masih ada kesenjangan kinerja yang perlu diperbaiki.
Akreditasi rumah sakit memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, seperti Manyata program yang membantu fasilitas-fasilitas mencapai standar NABH. Namun, tantangan dalam mencapai sertifikasi tingkat awal masih ada, terutama dalam hal dokumentasi dan pelatihan. Perlu tindakan perbaikan untuk memastikan fasilitas mencapai sertifikasi NABH yang diinginkan.
Dalam implikasi Indonesia, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan juga merupakan tujuan utama. Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Indonesia (LAFKI) memiliki peran kunci dalam memastikan bahwa rumah sakit di Indonesia mematuhi standar yang tinggi. Seperti Manyata program dan NABH, LAFKI harus terus memberikan panduan dan pelatihan kepada rumah sakit di Indonesia untuk mencapai akreditasi yang sesuai.
Namun, kita juga harus mengakui bahwa ada tantangan yang harus dihadapi dalam perjalanan ini. Dalam beberapa kasus, dokumentasi dan pelatihan mungkin menjadi masalah, seperti yang terjadi dalam Manyata program. Oleh karena itu, LAFKI harus memahami hambatan-hambatan ini dan memberikan bantuan yang diperlukan kepada rumah sakit.
Selain itu, peran LAFKI juga penting dalam memastikan bahwa penelitian yang mendukung efektivitas akreditasi rumah sakit terus dilakukan. Seperti yang telah disebutkan dalam artikel ini, banyak penelitian masih mempertanyakan dampak akreditasi rumah sakit. LAFKI dapat berperan dalam mendukung penelitian yang lebih mendalam tentang bagaimana akreditasi rumah sakit benar-benar memengaruhi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
Dalam menghadapi masa depan, Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui akreditasi rumah sakit. Dengan bantuan LAFKI dan komitmen dari semua pihak terkait, kita dapat mencapai hasil kesehatan yang memuaskan bagi masyarakat Indonesia dan menarik perhatian pasien internasional yang mencari pelayanan kesehatan berkualitas tinggi di negara ini. Sebagai akhir dari perumpamaan ini, Indonesia memiliki potensi besar seperti seorang seniman yang siap menciptakan karya seni yang indah dalam bentuk pelayanan kesehatan yang berkualitas. Bersama LAFKI, Akreditasi dengan SUKA CITA.
Penulis adalah Surveyor LAFKI
Baca berita lainnya di Google News Kanalindonesia.com