Dibalik Kasus Kakak Ipar yang Dipenjara Gegara Dituduh Curi Uang 3 Juta, Keluarga Heran dan Penuh Kesedihan
JOMBANG, KANALINDONESIA.COM: Raut wajah kesedihan, nampak jelas dari sejumlah pengunjung persidangan di ruang sidang Kusuma Atmadja Pengadilan Negeri Jombang pada Kamis (02/11/2023) siang. Saat itu, tengah dimulai sidang dalam agenda pemeriksaan saksi perkara kakak ipar yang dipenjara gegara diduga curi uang sekira 3,3 juta.
“Ya sedih, kan kakak saya itu sebenarnya sudah membiayai adik saya sebegitu nya dengan cinta banget sama adik saya. Tapi perlakuan istinya kok berbanding balik gitu ya, padahal uang itu hanya berapa sih 3 juta, sedangkan perawatannya itu sampai habis kira-kira kurang lebih 500 juta an,” ujar Junaini, saudara dari terdakwa Soetikno saat diwawancarai di halaman ruang persidangan.
Dengan itu, membuat nya sedih setiap digelar sidang lanjutan saudaranya tersebut. Sejatinya, ia berharap kasus saudaranya dengan Diana Soewito itu bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
“Harapannya ke depan supaya kasus ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan, hati nuraninya gimana gitu,” tandasnya sembari mengusap air matanya.
Selain perempuan akrab disapa Junaini ini, terdapat sejumlah pengunjung sidang lainnya yang terlihat sedih dari raut wajahnya. Tak jarang dari mereka mengharapkan, kasus tersebut bisa selesai dengan kekeluargaan atau damai.
Sementara itu berdasarkan pantauan di lokasi persidangan, terdakwa Soetikno (56), menjalani persidangan secara online dari Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Jombang. Sidang kasus dugaan pencurian uang milik Subroto yang merupakan suami Diana Suwito (46) ini, memasuki agenda pemeriksaan saksi.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari kejaksaan negeri mendatangkan dua orang saksi. Yakni Diana Suwito sebagai saksi korban dan Endang S, sebagai saksi lainnya dalam kasus kakak ipar melawan adik ipar tersebut.
Sri Kalono selaku kuasa hukum terdakwa Soetikno menjelaskan, dari agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan JPU, salah satu saksi memang tidak mengetahui perihal perkara pidana yang dilaporkan Diana Suwito.
Namun, berdasarkan keterangan saksi pelapor yakni Diana Suwito diketahui adanya beberapa fakta.
“Untuk saksi yang mendukung peristiwa ternyata tidak mengerti apa-apa, tidak mengerti peristiwanya, mulai dari print out dan lain sebagainya,” kata Kalono.
“Namun yang saksi korban atau pelapor. Di sini terbukti bahwa yang membiayai yang selama ini diomongkan bahwa yang membiayai perawatan adalah saudara Diana, membiayai perawatan mendiang Subroto, di rumah sakit yang habisnya ratusan juta ternyata itu tidak,” ujarnya.
Justru, sambung Kalono, terdakwa Soetikno itu yang mengeluarkan biaya ratusan juta rupiah untuk membiayai perawatan mendiang Subroto.
“Justru Soetikno yang sebagai kakaknya (mendiang Subroto) itu mengeluarkan biaya sampai 499 juta rupiah. Ya sekitar setengah miliar. Dan sisanya itu saudara Diana,” tuturnya.
Ia pun menjelaskan bahwa didalam persidangan pihaknya juga sempat menanyakan sejumlah pertanyaan pada saksi pelapor. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian keterangan, alat bukti terhadap tuduhan pada terdakwa.
“Selama ini Soetikno itu dituduh mencuri, dari rekening, itu dikuras rekeningnya. Dan di persidangan tadi yang dituduhkan itu hanya 3,3 juta rupiah. Hanya itu yang seakan-akan dikuras, padahal Soetikno itu membiayai Subroto hampir setengah miliar,” kata Kalono.
Ia pun menyebut pembiayaan perawatan pada Subroto tersebut, memang janji yang dilakukan oleh terdakwa pada mendiang ayahnya.
“Karena dia (Soetikno) sudah berjanji. Dulu Soetikno itu sudah pernah berjanji pada papahnya sebelum meninggal bahwa nanti, untuk biayanya si Subroto, nanti dia yang akan menanggungnya,” ujarnya.
Ia mengaku bahwa sebelum mendiang Subroto meninggal, pernah memberikan hak akses pada Soetikno, untuk membuka tabungan miliknya. Hal ini dilakukan dengan cara Soetikno diberi ATM, beserta sandinya.
“Subroto ini memberikan hak akses pada Soetikno. Pada tanggal 28 September tahun 2022, ini dikasihkan PIN nya. Terus nomor rekeningnya ini,” tutur Kalono.
Ia pun mengaku bahwa terdakwa Soetikno mengambil uang dari tabungan Subroto. Dengan catatan uang tersebut dipergunakan untuk keperluan Subroto.
“Uang 3,3 juta itu memang diambil setelah kematiannya Subroto. Tapi untuk kepentingannya Subroto. Bahkan saat membuat keterangan ahli waris itu, saudara Diana tidak diberikan pencerahan. Selain warisan ada juga kewajiban, yang lain. Yakni hutang, wasiat, dan beban lainnya. Dan itu harus sifatnya. Di pasal 100 KUHPerdata itu kewajiban. Itu tidak membantu biaya itu atau mengurus itu (biaya perawatan), tapi justru yang 3,3 juta itu dipermasalahkan, padahal itu untuk keperluan pemulasaraan yang habisnya 157 juta rupiah,” kata Kalono.
Sementara itu, kuasa hukum Diana Suwito, yakni Andri Rachmad mengatakan bahwa sidang dugaan pencurian, terdapat fakta menarik.
Dimana, dalam persidangan tersebut, terdapat taya jawab, yang dilontarkan oleh kuasa hukum terdakwa kepada kliennya. Dan ada satu pernyataan dari pihak kuasa hukum terdakwa yang sebenarnya tidak patut diucapkan dalam persidangan. Karena hal ini tidak sesuai dengan etika advokat.
“Kami sebagai seorang pengacara ini miris, dia (kuasa hukum terdakwa) mengatakan ibumu tidak pernah mati tah, kepada saudara Diana Suwito. Dan bagi kami itu sudah menyerang kehormatan. Dan sebagai seorang pengacara itu sudah termasuk pelanggaran kode etik. Ini yang menarik bagi kami di persidangan,” ujar Andri.
Ia pun menjelaskan meski seandainya kuasa hukum terdakwa merasa emosi atas adanya tanya jawab terhadap saksi pelapor, seharusnya kalimat tersebut tidak patut diucapkan. Dan untuk itu, pihaknya mengaku akan melakukan upaya hukum tersendiri.
“(Pelaporan polisi) itu segala kemungkinan bisa kami lakukan, karena hal ini menyerang kehormatan klien kami,” tuturnya.
Ia mengaku pihak kuasa hukum memang mendatangkan masa yang banyak, tapi tidak menimbulkan efek bagi kliennya.
“Sidangnya hampir sama ya, seperti kemarin, jadi dari pihak sana membawa masa banyak tapi tidak mempengaruhi klien kami, dari awal hingga akhir,” katanya.
Selain itu, pertanyaan dari pihak kuasa hukum terdakwa, juga tidak masuk pada subtansi permasalahan.
“Dari penilaian saya banyak pertanyaan yang tidak subtansional kepada pokok perkara,” ujarnya.
Namun demikian, Andri menyebut bila dilihat dari pertanyaan JPU ke kliennya, sebagai saksi pelapor. Bisa dikatakan dalam proses pemeriksaan saksi ini, unsur yang disangkakan pada terdakwa sudah bersesuaian dengan BAP dan pasal yang disangkakan pada terdakwa.
“Kalau dilihat dari pertanyaan penuntut umum, yang menanyakan awal ya. Itu (keterangan saksi) sudah sangat telak untuk membuktikan. Satu di sana dijelaskan bahwa poinnya adalah perbuatan yang dilakukan saudara terdakwa itu tidak seizin dari saksi pelapor, sebagai waris dari Subroto,” tutur Andri.
“Yang kedua tadi JPU Demas, sempat menanyakan surat keterangan waris. Dan di sana ada dokumen yang menyatakan, setelah dilakukan pengecekan di departemen hukum dan HAM, bahwa Subroto Adi Wijaya almarhum tidak pernah meninggalkan wasiat. Hal itu sekaligus mematahkan kalau Subroto sempat ada wasiat ke pihak keluarganya,” kata Andri.
Ditanya terkait adanya pemberian akses dari Subroto kepada Soetikno terkait rekening dan tabungan, ia mengaku bahwa hal itu merupakan klaim dari pihak terdakwa. Dan klaim itu tidak disertai dengan bukti otentik yang legal.
“Kita ini bicara dalam konteks hukum, bila ada klaim mendapatkan akses tapi tidak ada bukti tertulis berupa wasiat, terhadap rekening itu berarti klaim itu nihil. Jadi terdakwa itu bisa membuktikan bahwa klaim diberi akses, maka diperlukan bukti kuat. Dan bila tidak ada maka terdakwa harus mendapatkan izin dari ahli waris, bila tidak maka ya sampailah dalam peristiwa pengadilan ini,” ujarnya.(Hasan)