Eitt…. Ketua Komisi E Sri Untari Minta Penerapan KRIS Ditunda Tidak pada Juni 2025, Ada Apa ?

SURABAYA KANALINDONESIA.COM – Rencana penerapan Peraturan Presiden Nomer 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan yang di dalamnya mengatur tentang pembatasan KRIS (Kelas Rawat Inap Standar) mulai memunculkan kegaduhan dan bahkan menuai polemik di Jawa Timur.
Sistem KRIS adalah sistem baru yang menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3 di BPJS Kesehatan, dengan tujuan menyamaratakan kualitas layanan rawat inap bagi semua peserta, dan ditargetkan berlaku penuh pada 30 Juni 2025
Polemik ini muncul setelah sejumlah Rumah Sakit milik pemerintah daerah khawatir semakin tidak mampu menampung pasien yang selama ini selalu over kapasitas.
Kekhawatiran sejumlah rumah sakit ini disampaikan Ketua Komisi E DPRD Jatim Sri Untari Bisowarno. Politikus Perempuan PDIP Jatim ini menceritakan keluhan ini setelah melakukan dialog dengan pihak RSUD dr Soetomo dan RSUD lainnya milik pemprov Jatim. Ia menjelaskan bahwa
“Kami minta pemerintah pusat menunda kebijakan KRIS karena belum tepat dilaksanakan tahun ini, Sri Untari, Minggu (16/3/2025).
Kebingungan rumah sakit ini dipicu oleh aturan kepadatan ruang dimana KRIS atau ruang rawat inap maksimal 4 tempat tidur dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter dalam satu ruangan. Nah selama ini di RSUD dr Soetomo rata-rata satu ruangan ada 6 tempat tidur,” urai Sri Untari.
Lebih jauh Sri Untari mengutarakan, sebenarnya peraturan KRIS itu memang memiliki tujuan baik untuk kenyamanan masyarakat atau pasien BPJS ketika berobat ke rumah sakit. Namun ketika melihat antusiasme masyarakat berobat dan jumlah pasien BPJS yang cukup besar di Jatim, hal ini agak menyulitkan.
Data terbaru di awal tahun 2025 ini saja, ada 21.000 – 37.000 pasien rujukan bpjs yang harus dilayani oleh RSUD dr Soetomo saja. “Dengan adanya KRIS praktis daya tampung rumah sakit harus dikurangi, karena hanya diperbolehkan menampung 4 bed di satu ruangan rawat inap,” ujar Penasehat Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim ini.
Disisi lain, kata Sri Untari, jika nanti KRIS diterapkan di RSUD dr Soetomo maka ada potensi kehilangan pendapatan sampai Rp 180 Miliar. Maka dirinya menyarankan kepada pemerintan pusat jangan menerapkan peraturan ini dulu. Alasan yang pertama KRIS ini membuat masyarakat kekurangan bed karena RSUD Dr Soetomo termasuk RSUD sebagai 60 terbesar dunia dengan predikat RS yang memiliki alat lengkap dan pelayanan bagus. “Sebelum KRIS diberlakukan saja RSUD Soetomo ini sudah overload, apalagi kalau nanti KRIS diberlakukan,” terang Sekretaris DPD PDI Perjuangan ini.
Hal ini tentu tidak menjawab kebutuhan pelayanan pemerintah provinsi Jawa Timur kepada pasien BPJS. Yang berikutnya adalah darimana menutup penurunan pendapatan 180 M akibat kapasitas bed rawat inap dibatasi. “Ini bukan kebijakan yang memiliki sence of crisis di tengah sensivitas kondisi kesehatan masyarakat,” imbuh Sri Untari yang menyebut bahwa kebijakan ini bakal terjadi di seluruh rumah sakit lainnya.
Selanjutnya, Komisi E segera koordinasi dengan Komisi IX (Bidang Kesehatan) DPR RI supaya mendapat masukan dari daerah. Bahwa dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ini mengakibatkan layanan kesehatan tertunda. Kalau layanan kesehatan terhadap masyarakat tertunda pasti mortalitas (tingkat kematian) tinggi, kalau tidak mortalitas tinggi tentu akan membuat keluarga mengeluarkan biaya perawatan tinggi terus menerus.
”Pungkas Sri Untari , sembari menekankan bahwa Penerapan KRIS akan dievaluasi secara berkala untuk memastikan keberlanjutan program jaminan kesehatan. Nang