Sarasehan Wiwin Sumrambah di Jombang: Kenang Tradisi Ramadan dan Upaya Lestarikan Budaya Lokal
JOMBANG, KANALINDONESIA.COM: Suara tadarusan yang menggema di surau, irama patrol yang menyusuri jalan kampung, hingga meriahnya malam liburan menjelang Idulfitri, tradisi-tradisi Ramadan yang dulu begitu akrab, kini perlahan memudar di tengah derasnya arus modernisasi.
Namun, di sebuah sudut Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, sekelompok warga larut dalam nostalgia. Mereka menghadiri sebuah sarasehan bertajuk “Memperkuat Karakter Masyarakat Melalui Ngaji Budaya”, yang digagas oleh Wiwin Sumrambah, Anggota Komisi B DPRD Jawa Timur, Minggu (9/3/2025).
Acara yang dikemas oleh Pokmas Muda Mandiri ini, menjadi ruang untuk mengingat kembali sekaligus menghidupkan kembali budaya Ramadan yang nyaris terlupakan.
Salah seorang peserta, Wiwik (50), tak kuasa menyembunyikan rasa rindunya. Ia mengenang masa kecilnya ketika tradisi tiba’an, kegiatan membaca selawat bersama di malam Ramadan, begitu ramai diikuti oleh warga sekitar .
“Dulu sering ada tiba’an, jamaahnya banyak. Sekarang sudah jarang, anak-anak lebih banyak main HP daripada ikut tadarusan,” ungkapnya dengan nada lirih.
Tak hanya tiba’an, disebutkan terdapat banyak tradisi lain yang kini sulit ditemukan. Seperti yang dicontohkan mulai dari semaraknya tadarusan di masjid, ngabuburit sambil berburu jajanan tradisional, hingga patrol yang dimainkan dengan alat musik khas.
“Bagi sebagian orang, tradisi-tradisi ini lebih dari sekadar hiburan, tetapi juga sarana mempererat kebersamaan. Semoga anak-anak kita masih bisa merasakan indahnya Ramadan seperti dulu” tandasnya.
Wiwin Sumrambah, yang diwakili oleh Sumrambah, Wakil Bupati Jombang periode 2013-2018, menekankan pentingnya menjaga tradisi lokal sebagai bagian dari pembentukan karakter generasi muda.
“Budaya lokal ini bukan hanya hiburan, tapi juga mengajarkan nilai sosial. Jika terus dilestarikan, anak muda akan memiliki kebiasaan yang lebih baik,” ujarnya.
Di tengah derasnya arus globalisasi, ia mengingatkan bahwa budaya luar yang masuk tidak selalu selaras dengan nilai-nilai lokal. Jika tidak ada upaya mempertahankan budaya sendiri, dikhawatirkan generasi muda akan kehilangan identitasnya.
“Digitalisasi membawa banyak manfaat, tapi juga tantangan besar. Banyak anak-anak kita yang lebih akrab dengan budaya luar dibandingkan tradisi sendiri. Ini yang harus kita hadapi bersama,” tambahnya.
Acara ini juga menghadirkan dua sosok sastrawan dan budayawan Jombang, Imam Ghozali dan Nanda Sukmana. Keduanya menyoroti betapa pentingnya mengenalkan kembali seni dan budaya tradisional.
“Kita harus saling bersinergi dan bersama-sama untuk melestarikan budaya lokal di Jombang. Mulai dari kesenian wayang, ludruk, jaranan dor, hingga berbagai kegiatan keagamaan yang dahulu menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat,” singkat Imam Ghozali dalam sambutannya.(Faiz)














