Venezuela, Negara Kaya Minyak Terjebak Krisis, Presien Maduro Tetapkan Darurat Ekonomi

JAKARTA, KANALINDONESIA.COM: VENEZUELA, salah satu negara yang memiliki cadangan minyak terbesar di dunia, terjebak dalam krisis ekonomi parah. Krisis ini semakin memburuk usai Amerika Serikat memberlakukan sanksi baru atas dugaan kecurangan pemilu yang dilakukan pemerintahan Presiden Nicolas Maduro, memukul pendapatan utama negara dari sektor minyak.
Kondisi yang terus merosot ini mendorong Maduro untuk mengumumkan status darurat ekonomi, yang kemudian diajukan ke Majelis Nasional guna memperoleh wewenang khusus dalam menyusun langkah-langkah penanganan. Sejumlah kebijakan darurat mulai digulirkan, seperti pembebasan pajak sementara dan kewajiban pembelian produk dalam negeri sebagai bagian dari strategi mengurangi ketergantungan impor.
Menurut laporan The Associated Press, situasi ini menunjukkan betapa rapuhnya pemulihan ekonomi Venezuela meskipun sempat bangkit pasca pandemi. Sementara Maduro menyalahkan tekanan global dari kebijakan perdagangan AS, para analis ekonomi mengingatkan bahwa kemunduran ekonomi ini sudah mulai terlihat sejak jauh hari.
Dari Harapan Menuju Kekacauan Inflasi
Usai pandemi, Venezuela sempat mencatat pertumbuhan positif. Pemerintah membuka keran penggunaan dolar AS dan mencabut sebagian besar kontrol harga, langkah yang sempat menghentikan hiperinflasi gila-gilaan sebesar 130.000% pada 2018. IMF bahkan mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada tahun 2022.
Caracas, ibu kota negara, menjadi simbol kebangkitan. Pusat perbelanjaan, restoran, dan layanan digital tumbuh cepat. Bahkan kawasan kumuh pun mulai menggeliat dengan usaha kecil seperti pedagang kaki lima dan warung makanan. Namun, kebangkitan ini ternyata bersifat parsial—hanya menyentuh sebagian kecil wilayah.
Di kota seperti Maracaibo, gambaran yang ditampilkan jauh berbeda. Luis Medina, warga setempat berusia 21 tahun, mengaku jalanan di pusat kota justru dipenuhi toko-toko tutup. “Subway tutup, toko ponsel juga tutup, restoran El Gaucho pun tutup. Hampir semuanya gulung tikar,” ujarnya.
Nilai Uang Anjlok, Inflasi Melejit
Ketimpangan antara kurs resmi dan nilai tukar di pasar gelap membuat mayoritas transaksi informal mengandalkan kurs pasar gelap, yang jauh lebih tinggi. Hal ini memicu lonjakan harga di hampir seluruh sektor, termasuk bahan pokok dan bahan bangunan.
Ekonom Pedro Palma memperkirakan inflasi nasional kini melayang di kisaran 180-200%. Ia mengingatkan bahwa tanpa intervensi, daya beli masyarakat akan makin melemah dan bisa memicu gelombang PHK. “Inflasi melonjak, ekonomi melambat—kombinasi yang berbahaya,” jelasnya.
Dalam kondisi ini, pemerintah hanya mampu menetapkan gaji minimum sebesar US$1,65 per bulan, ditambah tunjangan sebesar US$100. Namun realitanya, banyak perusahaan tidak membuka lowongan, dan bahkan mulai menggaji karyawan dengan mata uang lokal yang terus terdevaluasi.
Impian Migrasi Mulai Pudar
Sebelumnya, banyak warga Venezuela berharap bisa migrasi untuk memperbaiki nasib. Namun kini, kebijakan imigrasi yang lebih ketat dari pemerintah AS membuat banyak rencana itu urung dilakukan.
Jonatan Urdaneta, seorang sopir taksi yang biasa mengantar calon migran ke perbatasan Kolombia, mengatakan bahwa jumlah penumpang yang ia bawa turun drastis. “Dulu saya bisa bolak-balik dua kali dalam sehari, sekarang satu perjalanan pun jarang,” keluh pria berusia 27 tahun itu sambil menatap mobil tuanya.
“Keadaan benar-benar memprihatinkan. Saya hanya bisa berharap keadaan berubah, kalau Tuhan mengizinkan,” pungkasnya.