Menjejak Hukum di Desa Kalimalang: Kami Belajar Langsung dari Masyarakat, Dalam Jejak Sejarah Sadar Hukum Jawa Timur

ARSO 25 Jun 2025
Menjejak Hukum di Desa Kalimalang: Kami Belajar Langsung dari Masyarakat, Dalam Jejak Sejarah Sadar Hukum Jawa Timur

PONOROGO, KANALINDONESIA.COM: Hukum bukan sekadar bacaan di buku teks atau slide PowerPoint di ruang kuliah. Bagi mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Universitas Merdeka Malang – PSDKU Ponorogo, hukum adalah denyut kehidupan masyarakat, yang bisa dilihat, dirasakan, bahkan dihirup udaranya—dan pengalaman itu terwujud nyata dalam kegiatan Kunjungan Kuliah Lapangan (KKL) ke Desa Kalimalang, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo. Senin (23/6/2025).

Desa Kalimalang bukan desa biasa—desa ini bagian dari ratusan desa/kelurahan di Jawa Timur yang resmi disandang predikat Desa Sadar Hukum lewat peresmian 223 desa/kelurahan di wilayah provinsi tahun 2024. Ini adalah sebuah gelar yang tidak datang begitu saja, tetapi melalui proses panjang yang melibatkan pemberdayaan masyarakat, edukasi hukum, dan pembangunan sistem hukum lokal yang partisipatif.

Hukum yang Hidup dan Menghidupkan
Kegiatan KKL ini diikuti oleh puluhan mahasiswa semester menengah dan akhir, didampingi oleh para dosen pengampu mata kuliah Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, dan Hukum Perundang-undangan. Sejak awal, suasana kegiatan terasa berbeda: ini bukan hanya sekedar legal to adventure saja melainkan juga menjadi ruang pembelajaran yang menggabungkan logika hukum dengan dinamika sosial.

Mahasiswa mendengarkan pemaparan langsung dari Kepala Desa Kalimalang dalam forum dialog terbuka.

Kami datang bukan hanya buat observasi, tapi juga ngobrol langsung bareng Pak Riyadi (Kades Kalimalang) dan perangkat desa lainnya.

Suasana diskusi terasa hidup ketika kepala desa menjelaskan, “Kami libatkan tokoh masyarakat, perangkat desa, hingga mahasiswa seperti kalian, supaya hukum bukan cuma dipahami, tapi dirasakan manfaatnya oleh warga.”

Dalam sambutannya, Bapak Riyadi selaku Kepala Desa Kalimalang, menyampaikan bahwa predikat Desa Sadar Hukum bukanlah tujuan akhir, melainkan awal dari tanggung jawab besar.

“Desa kami berusaha membangun budaya hukum sejak dari RT, mulai dari penyuluhan, musyawarah terbuka, sampai pendampingan hukum warga. Mahasiswa seperti kalian ini, bisa jadi jembatan antara teori dan praktik. Jangan cuma datang, tapi pelajari dan bawa pulang semangat kolektif ini,” ujarnya penuh semangat.

Beliau juga menambahkan bahwa partisipasi generasi muda dalam mendukung pembangunan berbasis hukum adalah aset penting bagi keberlanjutan desa.

“Kami butuh kalian. Jangan bosan belajar dari desa. Di sinilah kalian bisa menyaksikan langsung bagaimana hukum bukan sekadar aturan, tapi jalan hidup masyarakat,”terangnya.

“Kita bisa lihat langsung gimana peraturan desa dibikin, diterapkan, dan bahkan bagaimana warga diajak paham hukum lewat kegiatan-kegiatan lokal,” kata Bayu, mahasiswa semester 4.

Obrolan ini kami rasakan jauh lebih dalam karena KKL sejalan dengan semangat besar Jawa Timur: memperluas akses hukum hingga ujung desa untuk memperkuat status sebagai negara hukum.

Salah satu mahasiswa aktif mengajukan pertanyaan dalam sesi diskusi terbuka
bersama perangkat desa.

Dalam kegiatan ini, mahasiswa tak hanya mendengarkan, tapi juga mengajukan pertanyaan kritis. Seperti yang ditunjukkan Nisa,“Biasanya cuma tahu dari PowerPoint dosen atau buku kuliah, sekarang bisa lihat langsung gimana masyarakat desa berinteraksi dengan hukum. Ini bikin kami makin semangat belajar,”tuturnya.

Kegiatan ini juga didukung penuh oleh dosen pendamping: Suyani, S.H., M.H.; Lilik Prihatin, S.H., M.H.; Muhammad Achwan, S.H., M.Hum.; Maria Yosepin EL, S.H., M.Hum., Dyah Erlina S, S.H., S.Pd., M.Pd.; dan Ferry Fauzi, S.H., M.H.
Selama kegiatan berlangsung, kami juga banyak belajar dari para dosen yang mendampingi, terutama dari Bu Lilik Prihatin, S.H., M.H., yang terkenal selalu membakar semangat berpikir kritis kami.

“Desa Kalimalang ini ibarat laboratorium sosial. Kalian bisa melihat langsung bagaimana nilai-nilai hukum itu nggak cuma hidup di teks undang-undang, tapi juga di musyawarah warga, di keputusan kepala desa, bahkan di kebiasaan sehari-hari masyarakat,” jelas beliau kepada kami dengan gaya khasnya yang penuh energi.

Disamping itu Ibu Suyani, S.H., M.H., juga menyampaikan bahwa kegiatan KKL ini bukan cuma buat menggugurkan kewajiban akademik, tapi jadi momen penting buat menumbuhkan kepekaan sosial dan memperkuat intuisi hukum kami sebagai calon sarjana hukum.
“Kalau kalian ingin jadi sarjana hukum yang berguna, bukan cuma hafal pasal, tapi juga paham rasa. Di desa ini, kalian belajar hukum dalam bentuk paling jujur: dari kehidupan warga,” tutup beliau dengan senyum tulus.

Penyerahan simbolis cenderamata dari Universitas Merdeka Malang kepada Pemerintah Desa Kalimalang.

Kegiatan ditutup dengan penyerahan simbolis cenderamata dari pihak kampus kepada Pemerintah Desa Kalimalang, disertai foto bersama dan pernyataan komitmen untuk menjadikan KKL sebagai program berkelanjutan. Ada wacana untuk menjalin kerjasama lebih lanjut, termasuk penelitian dan pengabdian masyarakat oleh dosen.

“Desa seperti Kalimalang ini bisa jadi role model untuk pengembangan pendidikan hukum berbasis komunitas. Ini bukan hanya kegiatan satu hari, tapi bisa jadi fondasi gerakan sadar hukum di akar rumput,” ujar Muhammad Achwan, S.H., M.Hum., penuh optimisme.

Kegiatan KKL ke Desa Kalimalang bukan sekadar catatan akademik, tapi tonggak kecil dalam upaya membumikan hukum. Mahasiswa pulang bukan hanya dengan catatan lapangan, tetapi dengan pemahaman baru: bahwa hukum adalah napas masyarakat, dan setiap desa adalah kitab hukum yang harus dibaca dengan rasa.

(Ditulis oleh: Anisa Lestari – Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum Universitas Merdeka Malang-PDKU Ponorogo)