Dituding Sebagai Pihak Ketiga, Kekisruhan Subandi – Mimik, Ini Kata Pak RM

Kisruh Bupati Subandi dan Wabup Mimik Idayana, Pihak Ketiga Bicara Blak-blakan
SIDOARJO ,KANALINDONESIA.COM : Ketua Dewan Penasehat DPC Partai Gerindra Sidoarjo Rahmat Muhajirin SH, MH yang diduga sebagai pihak ketiga dalam kisruh Bupati Subandi dan Wabup Mimik Idayana langsung memberikan jawaban.
”Silakan menuding saya pihak ketiga, tapi yang benar saya adalah pihak kesatu sebagai pengusung Subandi-Mimik dalam Pilkada Sidoarjo dan setelah pelantikan mereka berdua sebagai pihak kedua,” ujar pak RM sapaan akrab Rahmat Muhajirin, Sabtu (27/92025).
Menurut Rahmat Muhajirin, sebagai pihak kesatu yang mengusung dan menjadikan Subandi-Mimik pimpinan daerah Sidoarjo, dirinya yang langsung menjalin deal dengan Subandi. “Dalam deal dengan Subandi terkait penyelenggaraan pemerintahan sudah clear, namun kenyataan malah mbleset,” katanya.
Dikatakan, bahwa dalam tata kelola pemerintahan daerah, pembagian kewenangan antara Bupati, Wakil Bupati, dan Sekretaris Daerah (Sekda) seharusnya sudah jelas.
Berdasarkan aturan, Bupati dan Wakil Bupati lebih berperan pada kegiatan dan aktivitas pemerintahan, sedangkan Sekda fokus pada dukungan administratif. Artinya, Sekda membantu secara administratif, sementara Wakil Bupati menjalankan fungsi pengawasan serta memastikan jalannya aktivitas pemerintahan.”Namun yang terjadi hari ini, fungsi itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sekda terlihat melampaui kewenangan, sementara Bupati justru mencampuradukkan kewenangan yang ada. Akibatnya, tidak jelas lagi batas mana yang menjadi kewenangan Sekda, maupun Wakil Bupati. Padahal keduanya sama-sama bertugas membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, ” ujarnya.
Lebih lanjut Rahmat Muhajirin, konflik ini sesungguhnya timbul karena aturan dan mekanisme perundang-undangan tidak dijalankan dengan benar. Sesuai Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, kewenangan dalam pemerintahan daerah terbagi menjadi tiga jenis: atribusi, delegasi, dan mandat.
“Hingga saat ini, Wakil Bupati hanya menjalankan kewenangan atribusi, yakni kewenangan yang melekat berdasarkan undang-undang. Tidak pernah ada mandat atau delegasi resmi dari Bupati, sebab hingga delapan bulan menjabat, Wakil Bupati belum menerima surat keputusan terkait pembagian tugas dan kewenangan. Kondisi inilah yang menjadi akar masalah, karena menyebabkan terjadinya tumpang tindih tugas kewenangan, ” paparnya.
Dalam prinsip demokrasi, pembagian kekuasaan seharusnya menjadi dasar untuk mewujudkan pemerintahan daerah yang bersih, berwibawa, dan bebas dari praktik KKN. Jika Bupati benar-benar ingin menjaga integritas, maka semua langkah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan, bukan sekadar jargon.
Ketua Dewan Penasihat DPC Partai Gerindra Sidoarjo H Rahmat Muhajirin SH, MH
“Seorang pemimpin pada hakikatnya adalah amanah dari Allah SWT sebagai khalifah di bumi. Kepemimpinan harus dilandasi empat sifat utama: amanah, tabligh, fathanah, dan shiddiq. Jika nilai ini dipahami, insya Allah kepemimpinan akan berjalan dengan baik. Sebaliknya, jika yang muncul hanya ego, kepentingan pribadi, maka masalah tidak akan pernah selesai, ” lanjutnya.
Sejatinya, baik Bupati maupun Wakil Bupati pernah sepakat di awal pencalonan untuk membawa Sidoarjo ke arah yang lebih baik. Mereka menyatakan “sudah cukup”, dan ingin menghadirkan pemerintahan yang aman serta bersih berwibawa bebas KKN. Janji itu harus diwujudkan, bukan dilupakan, tambah Rahmat Muhajirin yang juga suami Wabup Mimik Idayana.
Menurut Rahmat Muhajirin, hari Jumat kemarin, masalah ini juga sudah dibicarakan dalam forum yang melibatkan PCNU. Di sana ditegaskan pentingnya wadah bersama antara Bupati, Wakil Bupati, dan partai pengusung untuk membahas dan memutuskan arah kebijakan.
Bupati sebaiknya mengambil keputusan tidak hanya mempertimbangkan pertimbangan dari Sekda, asisten, maupun OPD, karena mereka adalah pelaksana APBD yang punya kepentingan. Akan tetapi juga harus mempertimbangkan usulan Wabup.
Jika pertimbangan hanya bersumber dari lingkaran itu, maka dipastikan objektivitas sulit tercapai.”Inilah yang menjadi pelajaran dari pengalaman tiga bupati sebelumnya. Sistem yang sarat kepentingan pribadi tidak boleh diulangi lagi. Mekanisme dan prosedur harus diubah agar benar-benar melahirkan pemerintahan daerah yang bersih, berwibawa bebas KKN, transparan, dan profesional.Sebagai contoh nyata, dalam pengisian 31 jabatan kosong di lingkungan Pemkab Sidoarjo, Wakil Bupati tidak pernah mengusulkan satu pun calon. Ini bukti komitmen untuk mengedepankan kinerja, bukan kepentingan pribadi atau kelompok. Maka jelas, pihak yang membuat gaduh bukanlah Wakil Bupati, melainkan pola kepemimpinan yang membiarkan kekuasaan dipenuhi kepentingan, ” tegasnya.
Oleh karena itu, jika Bupati berani bersikap objektif, mari kita kembali duduk bersama di forum yang disepakati: Bupati, Wakil Bupati, dan partai pengusung yakni Partai Gerindra, Partai Golkar dan Partai Demokrat. Di situlah keputusan bersama diambil, bukan di ruang lingkaran zona nyaman birokrasi yang sarat dengan konflik kepentingan. Tm