Pemerintah: Tak Semua Jabatan ASN Dapat Diisi oleh Anggota Polri

JAKARTA, KANALINDONESIA.COM: Tidak semua jabatan ASN dapat dilakukan pengisian dari anggota Polri, melainkan hanya dalam lingkup “jabatan tertentu” atau “instansi tertentu” yang diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 109 UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Keterangan Pemerintah tersebut disampaikan oleh Edward Omar Sharif Hiariej selaku Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) dalam sidang lanjutan uji materiil Pasal 28 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri. Sidang keempat dari Perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo ini dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno MK pada Senin (8/9/2025).
Lebih jelas terhadap permohonan yang diajukan oleh Syamsul Jahidin (Pemohon I) dan Christian Adrianus Sihite (Pemohon II) ini, Eddy Hiariej mengatakan terkait jabatan ASN tertentu yang dapat diisi oleh anggota kepolisian tersebut telah diatur dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Penugasan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Di Luar Struktur Organisasi. Beberapa jenis penugasan anggota Polri di luar struktur organisasi tersebut meliputi penugasan di dalam negeri dan luar negeri, dan jabatan untuk dalam penugasan anggota Polri di dalam negeri meliputi jabatan struktural dan fungsional.
Sehingga frasa “atau” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri tersebut bersifat alternatif atau pilihan yang menjelaskan jenis jabatan di luar kepolisan, yaitu jabatan yang tidak berhubungan dengan kepolisian atau jabatan yang tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri, sehingga bersifat alternatif bukan kumulatif. Anggota Kepolisian yang sudah mengundurkan diri atau pensiun, maka dapat mengisi posisi jabatan di luar Kepolisian yang tidak mempuyai sangkut paut di bidang Kepolisian, seperti jabatan anggota DPR atau dapat mengisi jabatan yang tidak berdasarkan penugasan oleh Kapolri seperti jabatan Menteri.
“Sehingga dalil para Pemohon yang menyatakan tumpang tindih penegak hukum adalah alasan yang mengada-ada karena posisi anggota yang sudah pensiun dan mengundurkan diri. Berdasarkan pertimbangan tersebut, ketentuan norma pasal a quo nyatanya dimungkinkan selama pengisian jabatan ASN tersebut diperuntukkan untuk tingkat jabatan tinggi madya pada level pemerintah pusat. Oleh karena itu, anggota Polri dapat memangku jabatan yang ada dalam ASN sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” urai Eddy Hiariej.
Penugasan di Luar Struktur Organisasi
Berikutnya, Eddy menerangkan tentang dalil para Pemohon yang menyatakan Pasal 28 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri tidak memenuhi prinsip konsisten, koheren, harmonis, sinkron, dan berkorespondensi, sehingga bertetangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945. UU Polri diundangkan pada 2002 dan saat itu belum terdapat peraturan yang mengatur secara spesifik teknik pembentukan peraturan perundang-undangan.
Kemudian pada 2004, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang diatur kembali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan (UU P3). Sehingga Pasal 28 ayat (3) UU POLRI dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri, telah memenuhi prinsip konsisten, koheren, harmonis, sinkron, dan berkorespondensi dengan peraturan perundang-undangan lainnya dan sesuai dengan pengaturan kepegawaian atau ASN.
Kemudian sehubungan dengan dalil para Pemohon tentang Pasal 28 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU POLRI memuat frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” merupakan norma yang kabur dan multitafsir, Pemerintah pun memberikan keterangan. Bahwa pada norma tersebut telah memuat aturan tentang anggota Polri yang telah pensiun atau mengundurkan dapat mengisi jabatan yang tidak mempuyai sangkut paut di bidang Kepolisian, atau dapat mengisi jabatan yang tidak berdasarkan penugasan oleh Kapolri.
“Pemaknaan ketentuan Pasal 28 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU POLRI Penugasan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di luar Struktur Organisasi demikian telah selaras dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pembentuk undang-undang dalam mengatur penugasan anggota Kepolisian di luar struktur organisasi, telah mempertimbangkan tugas pokok dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia,” jelas Eddy.
Untuk diketahui, permohonan Perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite. Syamsul Jahidin merupakan mahasiswa doktoral sekaligus advokat. Sedangkan Christian Adrianus Sihite adalah lulusan sarjana ilmu hukum yang belum mendapatkan pekerjaan yang layak. Para Pemohon mengujikan Pasal 28 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Pasal 28 ayat (3) UU Polri menyatakan, “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.” Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri menyatakan, “Yang dimaksud dengan ‘jabatan di luar kepolisian’ adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri”.
Dalam persidangan di MK pada Selasa (29/7/2025), Syamsul mengatakan, terdapat anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil pada struktur organisasi di luar Polri, di antaranya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Sekjen Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, Kepala BNPT. Para anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan tersebut tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun. Hal demikian sejatinya bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik, serta merugikan hak konstitusional para Pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.
Menurutnya, tidak adanya pembatasan yang pasti terkait dengan penjelasan dalam aturan hukum tersebut memberikan celah bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil tanpa melepaskan status keanggotaannya secara definitif. Pasal 28 ayat (3) UU Polri telah menciptakan ketidaksetaraan dalam hukum dan pemerintahan, sehingga melanggar prinsip persamaan di hadapan hukum dan mengabaikan hak atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Norma tersebut secara substantif menciptakan dwifungsi Polri karena bertindak sebagai keamanan negara dan juga memiliki peran dalam pemerintahan, birokrasi, dan kehidupan sosial masyarakat.
Untuk itu, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak berkuatan hukum mengikat.