Serangan Udara Israel di Doha, Dinamika Kekerasan dan Tantangan Diplomasi di Timur Tengah

Oleh : Akhmad Asyari
Penulis adalah Kandidat PhD Mohamed bin Zayed University for Humanities
Serangan udara Israel di Doha, Qatar, merupakan eskalasi dramatis dalam konflik Palestina-Israel yang telah berlangsung lama, menyoroti dimensi baru dalam strategi militer Israel dan kompleksitas diplomasi regional. Operasi ini terjadi beberapa bulan setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, ketika para pemimpin kelompok itu menjadi “bayangan” untuk menghindari pembalasan.
Serangan di Doha bukan sekadar operasi militer, melainkan sinyal politik yang jelas: Israel menegaskan komitmennya untuk menargetkan jaringan Hamas di luar Gaza, bahkan di wilayah negara sekutu.
Tiga aspek utama membuat serangan ini signifikan.
Pertama, Israel mengambil tanggung jawab secara terbuka—langkah yang jarang dilakukan dalam operasi rahasia, menekankan pesan politik dan deterrence terhadap Hamas dan negara-negara yang mendukungnya. Kedua, lokasi serangan di Doha meningkatkan risiko diplomatik. Qatar adalah mediator penting dalam konflik Palestina-Israel dan menjadi rumah bagi sejumlah pejabat Hamas. Serangan ini memunculkan pertanyaan serius mengenai batas kedaulatan dan risiko konflik antara Israel dan negara-negara sekutu Palestina. Ketiga, serangan ini secara strategis menurunkan peluang tercapainya kesepakatan pertukaran sandera. Pemimpin Hamas yang bisa bernegosiasi kini terdampak, mempersempit ruang diplomasi dan mengancam jalur penyelesaian damai.
Dari sisi Hamas, dampak operasional jelas. Keterbatasan kemampuan militer untuk merespons membuat kelompok itu berada pada posisi defensif. Setiap langkah balasan berisiko mengorbankan sandera, sementara Israel tetap menegaskan bahwa eksistensi Hamas dalam struktur kekuasaan harus dibatasi. Tekanan internasional menjadi kunci untuk memitigasi risiko korban sipil dan sandera, tetapi serangan ini menunjukkan bahwa kekuatan militer sering kali menekan batas diplomasi.
Implikasi geopolitik jangka panjang juga tidak bisa diabaikan. Israel menunjukkan bahwa jangkauan operasinya tidak terbatas pada Gaza atau wilayah pendudukan, tetapi bisa meluas ke negara-negara sekutu Hamas. Hal ini memicu potensi ketegangan baru dengan Qatar dan negara-negara Arab lainnya yang berperan sebagai mediator.
Di sisi lain, Hamas menghadapi dilema strategis: harus bertahan secara politik dan militer sambil mengurangi risiko bagi para sandera dan basis dukungan internasionalnya.Kesimpulannya, serangan di Doha menegaskan siklus konflik yang panjang dan kompleks, di mana strategi militer, tekanan diplomatik, dan realitas politik saling berinteraksi.
Kesempatan untuk solusi jangka pendek tetap tipis, sementara risiko eskalasi dan ketidakstabilan regional meningkat. Konflik ini bukan sekadar pertukaran kekerasan, tetapi juga arena perhitungan politik, diplomasi strategis, dan kekuatan militer yang dapat mempengaruhi lanskap Timur Tengah secara luas.