Uji UU P2SK Ditunda, DPR dan Pemerintah Belum Siap Berikan Keterangan

JAKARTA, JAKARTA, KANALINDONESIA.COM: DPR dan Presiden menyatakan belum siap menyampaikan keterangan atas permohonan pengujian materi Pasal 161 ayat (2) dan Pasal 164 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 di Mahkamah Konstitusi (MK). Karena itu, MK menunda persidangan Perkara Nomor 139/PUU-XXIII/2025 yang sedianya beragendakan mendengar keterangan DPR dan Presiden pada Rabu (24//9/2025).
“Berdasarkan surat atau permintaan dari kuasa Presiden maupun kuasa DPR bahwa persidangan hari ini mohon dilakukan penundaan karena keterangannya belum lengkap atau belum siap untuk disampaikan, apa betul ini?” ujar Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.
Pertanyaan itu lantas dijawab “betul Yang Mulia” dari masing-masing perwakilan DPR dan Presiden. Kemudian, Suhartoyo mengatakan sidang perkara ini diagendakan kembali pada Rabu, 8 Oktober 2025 pukul 13.30 WIB dengan agenda yang sama.
“Para pihak supaya hadir tanpa kami panggil pada persidangan tersebut karena ini sudah merupakan pemberitahuan resmi,” kata Suhartoyo.
Perkara ini dimohonkan para karyawan PT Freeport Indonesia yaitu Alfonsius Londoran, Nurman, Abdul Rahman, serta Munir Tjaya. Para Pemohon mempersoalkan ketentuan pembayaran manfaat pensiun bagi peserta secara berkala serta pembayaran manfaat pensiun pertama kali secara sekaligus paling banyak 20 persen dari manfaat pensiun.
PT Freeport Indonesia mengikutsertakan para Pemohon pada program Dana Pensiun Freeport Indonesia yang seluruh iurannya ditanggung PT Freeport Indonesia selaku pemberi kerja. Sebagaimana ketentuan yang diberlakukan PT Freeport Indonesia, para Pemohon tidak berhak lagi mendapat uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja atas terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) karena alasan memasuki usia pensiun apabila jumlah iuran dana pensiun dan hasil pengembangannya yang ditanggung PT Freeport Indonesia lebih besar dari jumlah perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.
Akibat berlakunya Pasal 161 ayat (2) dan Pasal 164 ayat (2) UU P2SK, para Pemohon tidak dapat lagi menikmati imbalan 100 persen manfaat dana pensiun atau uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja yang telah dipupuk selama terjadi hubungan kerja ketika para Pemohon mengalami PHK karena alasan memasuki usia pensiun pada saatnya nanti. Padahal, kata para Pemohon, pembayaran manfaat pensiun tidak boleh dibatasi karena program pensiun ini bersifat sukarela bukan wajib.
Karena program pensiun yang diikuti para Pemohon bersifat sukarela, dalam arti boleh menjadi peserta dan boleh tidak menjadi peserta, maka berdasarkan logika hukum yang membantu dalam memahami, menafsirkan, dan menerapkan hukum secara rasional dan konsisten, seharusn peraturan pembayaran manfaat dana pensiun pada Dana Pensiun Freeport lndonesia tidak terdapat pembatasan atau pengharusan pembayaran manfaat pensiun bagi peserta, janda/duda, atau anak secara berkala. Selain itu seharusnya juga tidak dibatasi ketentuan pembayaran manfaat pensiun pertama kali secara sekaligus paling banyak 20 persen dari manfaat pensiun.
Pemohon memohon kepada Mahkamah agar menyatakan Pasal 161 ayat (2) UU 4/2023 yang menyatakan, “Pembayaran Manfaat Pensiun bagi Peserta, Janda/Duda, atau anak harus dilakukan secara berkala” serta Pasal 164 ayat (2) UU 4/2023 yang menyatakan, “Peraturan Dana Pensiun dapat memuat ketentuan yang mengatur pilihan pembayaran Manfaat Pensiun pertama kali secara sekaligus paling banyak 20% (dua puluh persen) dari Manfaat Pensiun” bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sebab, keberlakuan pasal-pasal tersebut dinilai telah berpotensi merugikan hak konstitusional para Pemohon untuk memperoleh hak atas kepastian hukum yang adil dan hak atas penghidupan yang layak serta hak atas untuk mendapat imbalan yang adil dan layak sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945.
Karena itu dalam petitumnya para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk memberikan pemaknaan baru terhadap kedua pasal yang diuji yaitu Pasal 161 ayat (2) UU 4/2023 menjadi “Pembayaran Manfaat Pensiun bagi Peserta, Janda/Duda, atau anak dapat dilakukan secara berkala, namun apabila peserta memilih pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus maka pembayarannya harus dilakukan secara sekaligus”. Sementara untuk Pasal 164 ayat (2) 4/2023 diberikan pemaknaan baru menjadi “Peraturan Dana Pensiun dapat memuat ketentuan yang mengatur pilihan pembayaran Manfaat Pensiun secara sekaligus sebanyak 100% (seratus persen) dari Manfaat Pensiun”.(*)