Hibah Rp7,7 Miliar Pemkot Cirebon ke Kejari Dipersoalkan, LBH-BCN Siap Ajukan Gugatan

Oplus_131072
CIREBON, KANALINDONESIA.COM – Kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon dalam mengucurkan dana hibah kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon kembali menuai sorotan. Sepanjang tahun anggaran 2022–2023, Pemkot tercatat telah mengalokasikan hibah senilai Rp6,24 miliar.
Pada tahun 2025, melalui APBD, Pemkot kembali menggelontorkan dana hibah sebesar Rp1,49 miliar untuk pembangunan rumah dinas Kejari yang rampung pada 16 September 2025.
Mayoritas dana hibah tersebut digunakan untuk rehabilitasi rumah dinas, gedung kantor, serta sarana penunjang Kejaksaan. Namun, kebijakan ini dipertanyakan legalitas dan urgensinya oleh Lembaga Bantuan Hukum Buana Caruban Nagari (LBH-BCN) serta Ketua DPC Kongres Advokat Indonesia (KAI) Kota Cirebon, Reno, A.Md.Kom., S.H., CCD., CIRP.
“Kami berkepentingan untuk mengkaji aspek legalitas, urgensi, serta kesesuaian hibah ini dengan prinsip pengelolaan keuangan daerah dan kepentingan publik masyarakat Kota Cirebon,” kata Reno, Rabu (1/10/2025).
Ia menyebut dasar hukum yang mengatur hibah di antaranya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, Permendagri Nomor 15 Tahun 2024, hingga Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 beserta perubahannya.
Menurut Reno, hibah daerah sifatnya tidak wajib, tidak mengikat, serta tidak boleh dilakukan terus-menerus. Hibah baru bisa diberikan kepada instansi vertikal apabila tidak dibiayai APBN, mendukung urusan pemerintahan daerah, dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
“Rehabilitasi rumah dinas dan gedung Kejari secara struktural adalah kewenangan APBN, bukan APBD. Permendagri 15/2024 jelas melarang hibah APBD membiayai objek yang menjadi tanggung jawab APBN,” tegasnya.
Ia menilai penggunaan hibah tersebut lebih banyak menguntungkan internal Kejaksaan, tanpa memberi manfaat nyata bagi masyarakat. Kondisi ini dianggap berpotensi melanggar prinsip money follows program dan asas prioritas kepentingan rakyat.
Dari sisi prosedural, lanjut Reno, setiap hibah wajib disertai Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan laporan pertanggungjawaban. Jika dokumen tidak lengkap, hibah berpotensi cacat hukum dan menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Beberapa daerah sudah pernah bermasalah. Kabupaten Karimun (Kepri) misalnya, hibah Rp7,5 miliar ke Kejari dinyatakan tidak sesuai ketentuan oleh BPK. Begitu pula Kabupaten Bangka Tengah dan Aceh yang akhirnya menghentikan hibah karena dinilai tidak memberi manfaat langsung ke masyarakat,” ungkapnya.
Atas dasar itu, LBH-BCN menilai hibah Pemkot Cirebon kepada Kejari rawan menyalahi aturan karena membiayai objek yang menjadi tanggung jawab APBN, tidak memberikan manfaat langsung bagi publik, serta dilakukan berulang dalam lebih dari satu tahun anggaran.
Reno memastikan pihaknya akan meminta klarifikasi resmi kepada Pemkot Cirebon dan DPRD. Selain itu, LBH-BCN juga mendorong BPK dan BPKP untuk melakukan audit kepatuhan.
“Jika ditemukan ketidaksesuaian hukum atau tidak ada manfaat bagi masyarakat, kami siap menempuh jalur hukum. Baik melalui Citizen Lawsuit (CLS) di Pengadilan Negeri maupun Hak Uji Materiil (HUM) di Mahkamah Agung,” tandasnya.