Hilirisasi Mineral Kritis, Kunci Transformasi Ekonomi Hijau Indonesia

(kiri ke kanan) Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Nurul Ichwan bersama Global Head of Sustainability Kamar Dagang Internasional Raelene Martin, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas, Direktur Infrastruktur dan Operasi PT Krakatau Steel Utomo Nugroho, Managing Director Asia Sedex Walter Lin, Direktur Komersial PT Antam Handi Sutanto dan moderator Ashwin Balasubramaninan menjadi pembicara saat sesi panel pada Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta, Sabtu (11/10/2025). Sesi panel tersebut membahas investasi berkelanjutan dalam industri mineral. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/sgd
JAKARTA, KANALINDONESIA.COM: Dalam rangkaian Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025, sesi panel bertajuk “Enhancing Downstreaming: Sustainable Investment in Critical Minerals Industries” menjadi salah satu diskusi utama yang menyoroti peran strategis Indonesia dalam memperkuat hilirisasi mineral kritis untuk mendukung transisi energi global yang berkelanjutan. Panel ini menghadirkan Nurul Ichwan, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM; Raelene Martin, Global Head of Sustainability, International Chamber of Commerce; Tony Wenas, CEO PT Freeport Indonesia; Utomo Nugroho, Direktur Infrastruktur dan Operasi PT Krakatau Steel; serta Walter Lin, Managing Director Asia, SEDEX. Diskusi dimoderatori oleh Ashwin Balasubramanian dari McKinsey & Company.
Dalam paparannya Nurul menegaskan, hilirisasi mineral merupakan strategi utama Indonesia dalam memperkuat struktur ekonomi nasional dan mempercepat transformasi menuju pembangunan berkelanjutan. Ia menekankan bahwa pengembangan industri hilir harus selaras dengan regulasi internasional, termasuk EU Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) serta kebijakan environmental and human-rights due diligence, agar industri nasional mampu bersaing di pasar global.
“Pemerintah menargetkan investasi sebesar lebih dari Rp3.800 triliun dalam lima tahun ke depan untuk pengembangan industri hilir dari 15 komoditas prioritas, termasuk nikel, tembaga, bauksit, dan baja. Hilirisasi bukan hanya tentang industrialisasi, tetapi tentang menciptakan nilai tambah ekonomi yang berkelanjutan, mendukung transisi energi, dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global,” ujar Nurul Ichwan.
Ia menambahkan bahwa mineral kritis kini menjadi aset strategis dalam diplomasi ekonomi internasional, di mana kebijakan nasional harus mampu menjembatani kepentingan negara kaya sumber daya dengan negara pemilik teknologi dan modal. Pemerintah juga mendorong agar proses hilirisasi berjalan seiring dengan penerapan prinsip good mining practices dan pemanfaatan energi bersih untuk memastikan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Diskusi panel ini mengulas dinamika dan peluang besar Indonesia dalam memperluas kapasitas industri hilir mineral kritis seperti nikel, tembaga, bauksit, dan logam tanah jarang, yang menjadi fondasi bagi pengembangan ekosistem kendaraan listrik dan energi baru terbarukan. Para pembicara menyoroti pentingnya konsistensi kebijakan di tengah pergeseran global pada teknologi baterai listrik berbasis lithium iron phosphate (LFP) yang berpotensi memengaruhi daya saing nikel. Di sisi lain, inisiatif kerja sama strategis antara Freeport Indonesia dan Antam untuk memasok emas domestik sebesar 30–50 ton per tahun menjadi langkah nyata dalam memperkuat ketersediaan pasokan dan nilai ekonomi di dalam negeri.
Panel ini juga menyoroti pentingnya interoperabilitas data dan keterlacakan rantai pasok global yang diusung oleh International Chamber of Commerce (ICC) untuk menciptakan transparansi, meningkatkan kepercayaan, dan menarik investasi berkelanjutan. Sementara itu, Krakatau Steel menegaskan kontribusi besar sektor baja terhadap perekonomian nasional, di mana setiap satu dolar investasi mampu menghasilkan nilai tambah hingga 2,5 kali lipat di rantai pasok dan 13 kali lipat di sektor terkait, sekaligus membuka lapangan kerja yang luas dengan tetap memperhatikan roadmap lingkungan.
Melalui hilirisasi mineral yang berorientasi hijau, pemerintah menargetkan terciptanya pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dengan laju hingga 8 persen, sekaligus menempatkan Indonesia sebagai pusat investasi berkelanjutan di kawasan dan dunia. Kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, dunia usaha, dan mitra global diharapkan mampu memperkuat nilai tambah sumber daya mineral Indonesia, memastikan tata kelola yang bertanggung jawab, serta menjadikan Indonesia sebagai poros utama ekonomi hijau di era transisi energi global.(*)