Simfoni Spiritual di Bumi Reog: Masjid Baiturrohman, Episentrum Filosofis Sang Peradaban Emas Tegalsari

ARSO 26 Okt 2025
Simfoni Spiritual di Bumi Reog: Masjid Baiturrohman, Episentrum Filosofis Sang Peradaban Emas Tegalsari

PONOROGO, KANALINDONESIA.COM: Di bawah naungan keheningan Dukuh Setono, Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur tersimpan sebuah narasi historis yang melampaui rentang waktu empat abad. Aliran Kali Keyang yang membelah desa ini seolah menjadi garis demarkasi sekaligus benang merah yang mengikat dua fase krusial Islamisasi Jawa, fase perintisan yang sunyi dan fase keemasan yang monumental.

Di sisi barat sungai, tegak merunduk Masjid Baiturrohman yang kerap disebut Masjid Setono atau Masjid Donopuro sebagai episentrum inisiasi. Sementara di sisi timur, terhampar sisa-sisa lahan historis yang melahirkan Pondok Pesantren Gebang Tinatar, sebuah Universitas purba yang cahayanya menyinari Nusantara. Masjid Baiturrohman, dengan kemendayu arsitektur tuanya, bukanlah sekadar warisan fisik, melainkan laboratorium spiritual yang merumuskan kejayaan peradaban pesantren Ponorogo.

Secara historis, pendirian Masjid Baiturrohman diperkirakan terjadi pada awal abad ke-17. Struktur komunal Islam ini didirikan oleh tiga ulama karismatik yaitu Kiai Donopuro, Kiai Noyopuro, dan Kiai Wongsopuro, yang merupakan rombongan spiritual dari Pangeran Sumende. Pergerakan mereka ke pedalaman Ponorogo merupakan langkah strategis yang didasarkan pada prinsip ekslusivitas dakwah yang tenang dan terisolasi.

Secara sosiologis, lokasi di Dukuh Setono yang jauh dari pusat keramaian dan tradisi lama diyakini sebagai pertimbangan sosiologis fundamental sebuah upaya ijtihad untuk menciptakan ruang independen di mana ajaran tauhid dapat disemaikan secara intensif tanpa intervensi kultural yang dominan.

Pendirian masjid ini, sebagai syarat mendasar (prasyarat aksiologis) bagi kehidupan komunal Islam (salat berjamaah) dan edukasi (ta’lim), menjadikan Kiai Donopuro sebagai rujukan otoritas spiritual utama di wilayah ini. Di bawah bimbingannya, ajaran Islam disajikan dalam bentuk paling esensial: pengenalan Al-Qur’an dan fundamen agama. Masjid Baiturrohman, oleh karena itu, merupakan pusat penyebaran Islam tertua dan paling awal di Ponorogo.

Peran agung Masjid Baiturrohman bukanlah pada besaran fisik bangunannya, melainkan pada kapasitasnya sebagai “Pesantren Induk” atau sumber sanad keilmuan bagi Pondok Gebang Tinatar.

Kiai Ageng Muhammad Besari, sosok yang kemudian mendirikan dan membawa Pondok Gebang Tinatar pada puncak kejayaan (abad ke-18), adalah hasil tempaan dan asuhan Kiai Ageng Donopuro di Masjid Setono.

Setelah Kiai Muhammad Besari mencapai kematangan spiritual dan keilmuan (ijtihad personal), Kiai Donopuro melakukan langkah strategis yaitu menjodohkan Muhammad Besari dengan keponakannya dan kemudian secara definitif menugaskan dan memberikan lahan (tegal/adang) kepada santrinya itu. Lahan tersebut terletak di seberang Kali Keyang (Sungai Setono), di sisi timur kompleks Setono.

Keputusan ini merupakan pembukaan lahan (fat’h al-ardh) yang bersifat instruktif dan strategis. Di lahan baru tersebut, Kiai Ageng Muhammad Besari mendirikan pusat pendidikan baru, Masjid Jami’ Tegalsari dan Pondok Pesantren Gebang Tinatar. Secara historis-filosofis, Masjid Baiturrohman Setono adalah akar spiritual, sementara Pondok Gebang Tinatar adalah manifestasi institusional dari ajaran yang sama.

Masjid Baiturrohman bukan sekadar tujuan akhir, melainkan titik awal bagi peziarah yang ingin menelusuri alur peradaban.

Peziarah dapat memulai dengan berziarah di kompleks makam belakang Masjid Baiturrohman, tempat peristirahatan abadi Kiai Donopuro, sang perintis dakwah.

Dari Masjid Baiturrohman, peziarah melintasi Jembatan Gantung yang secara simbolis dikenal sebagai Wot Gandul Siratal Mustaqim (jembatan gantung jalan yang lurus), yang pembangunannya diinisiasi oleh Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko untuk menuju Tegalsari.

Di tengah perjalanan menuju Masjid Tegalsari, peziarah akan menemukan makam Kiai Nur Sodiq, adik dari Kiai Ageng Muhammad Besari. Kiai Nur Sodiq adalah santri seperguruan di Setono dan pilar penting yang membantu Kiai Muhammad Besari mendirikan Pondok Gebang Tinatar.

Korelasi linear antara Masjid Baiturrohman (Kiai Donopuro) dan Pondok Gebang Tinatar (Kiai Ageng Muhammad Besari) membuktikan bahwa warisan spiritual generasi pertama di Ponorogo berhasil melahirkan peradaban pendidikan yang mencetak tokoh-tokoh kaliber nasional dan pendiri pondok besar, termasuk Pondok Modern Darussalam Gontor, yang hingga kini menjadi mercusuar Islam di Nusantara.