Air Susu Dibalas Air Tuba, Kisah Nenek Selamatkan Cucu yang Terlantar Justru Dilaporkan Anak Angkatnya
BALI, KANALINDONESIA.COM: Air susu dibalas dengan air tuba, nampaknya jadi pribahasa yang pantas melihat kisah dibalik kasus ini. Perebutan hak asuh atas cucu berusia 3,5 tahun, Owen Armand Waloeyo, antara Nenek Melani Herijanto dan anak angkatnya Avril Waloeyo, kini memasuki babak baru yang semakin memanas.
Sengketa ini diduga berawal dari ketidakpedulian Avril terhadap kondisi psikologis sang anak, yang sejak kecil lebih banyak diasuh oleh Melani. Kendati kasus ini sempat dilakukan mediasi, pelanggaran terhadap kesepakatan antara kedua belah pihak justru membuat proses hukum semakin rumit hingga pada akhirnya memasuki babak baru ke jalur hukum kembali.
Kronologi Konflik Keluarga
Awalnya, Melani Herijanto merawat Avril Waloeyo sejak kecil dan keluarga ini hidup bersama dalam satu rumah tangga yang harmonis. Namun saat Avril beranjak remaja dan disekolahkan Melani di sekolah internasional, justru terjerumus pergaulan bebas.
“Sering dugem dan pulang pagi dalam kondisi mabuk. Namun Nenek Melani ini tetap sabar merawatnya, meski di usia 15 tahun anak angkatnya ini sudah hamil dan melahirkan sang buah hati bernama Owen itu. Sehingga yang dirasakan Bu Melani saat itu layaknya kesambar petir, begitu menjumpai anak angkatnya hamil di usia 15 tahun dan masih sekolah,” ungkap Andri Rachmad M, Koordinator Kuasa Hukum Melani bersama Nur Abidin Ketua LBH NU Bali, Edward Tomuara dan Parningotan Siahaan.
Begitu mempunyai sang buah hati, Avril yang sejak kecil diasuh oleh Nenek Melani ini kerap meninggalkan anaknya. Sehingga sang buah hatinya diselamatkan dan banyak diasuh oleh Nenek Melani.
“Kondisi ini terbukti berpengaruh pada kesehatan mental Owen, seperti yang terungkap dalam laporan medis yang menyatakan bahwa Owen mengalami gangguan psikis akibat kurangnya perhatian dari ibunya. Ingat UU perlindungan anak memerintahkan siapa aja yg melihat anak terlantar atau dianiaya dalam satu lingkungan rumah, maka wajib menyelamatkan. Nah itulah yang di lakukan nenek Melani,” kata Andrie.
Lanjut diungkapkan, pada Oktober 2025, Avril membawa Owen ke Surabaya tanpa sepengetahuan Melani, meskipun cucunya sedang dalam kondisi sakit. Setelah mengetahui hal ini, Melani segera terbang ke Surabaya untuk menjemput Owen. Melani pun membawa cucunya ke Bali, berharap bisa memberikan perawatan yang lebih baik.
“Namun, tindakan Ibu Melani yang merupakan nenek Owen itu memicu tindakan tidak terima anak angkatnya. Dari situlah timbul reaksi dari Avril yang merasa anaknya dibawa tanpa izin, dan mengajukan laporan polisi di Polrestabes Surabaya,” katanya.
Laporan Avril tersebut tertuang dalam laporan polisi nomor TBL/B/1151/X/2025/SPKT/Polrestabes Surabaya/Polda Jatim dibuat pada hari Minggu/22/10/2025 sekira pukul 20.25 WIB. Tak sampai di situ saja, Melani yang melihat kondisi cucunya semakin memburuk, juga melaporkan Avril ke Polda Bali dengan dugaan kekerasan psikis terhadap Owen.
Laporan Melani ini tertuang pada laporan polisi nomor STTLP/B/749/X/2025/SPKT/POLDA BALI pada 23 Oktober 2025 dengan terlapor Avril Waloeyo.
“Perjalanan ini semakin rumit dengan munculnya informasi dari LBH Ansor Bali, yang mendukung pernyataan Avril bahwa Melani tidak berhak membawa Owen. Padahal justru nenek Melani inilah yang ingin menyelamatkan,” tegas Andri.
Mediasi yang Berujung Pelanggaran
Pada 27 Oktober 2025, kedua pihak dipertemukan dalam sebuah mediasi yang difasilitasi oleh PPA Polda Bali, KPPAD Bali, dan Dinas Sosial Kota Denpasar. Kesepakatan yang dihasilkan dari mediasi ini mencakup beberapa poin penting, termasuk pengaturan pengasuhan Owen dan pembatasan lokasi tinggal cucu selama proses asesmen pengasuhan berlangsung.
“Kami sepakat untuk melakukan asesmen terhadap pengasuhan Owen, baik oleh ibu Avril maupun oleh Nenek Melani, dan selama proses tersebut, Owen tidak boleh dibawa keluar dari Bali. Kami juga sepakat untuk saling berkoordinasi soal pertemuan antara Avril dan Owen. Setiap pihak sepakat untuk mematuhi kesepakatan yang ada,” beber Andri bersama rekan kuasa hokum Nenek Melani.
Namun, meski sudah ada kesepakatan, kenyataannya pada 28 Oktober 2025, saat waktu penyerahan Owen kembali kepada Nenek Melani tiba, Avril justru menghilang. Pihak Melani, yang sudah menunggu sejak sore hari di lokasi yang disepakati, tak kunjung mendapat kabar mengenai keberadaan Avril dan Owen.
“Kami telah menunggu hingga pukul 5 sore, namun tidak ada tanda-tanda bahwa Avril akan menyerahkan Owen sesuai waktu yang disepakati. Ketika kami menghubungi pihak hukum Avril, mereka hanya memberikan alasan bahwa mereka masih berkoordinasi dan akhirnya memberitahukan bahwa surat kuasa mereka telah dicabut,” kata Andri Rahmad dengan nada kecewa.
Kuasa Hukum Nenek Melani: “Ini Pelanggaran Berat”
Salah satu kuasa hukum Nenek Melani, Edward Tobing menegaskan bahwa pelanggaran terhadap kesepakatan mediasi ini adalah tindakan yang tidak hanya merugikan Nenek Melani, tetapi lebih dari itu, sangat merugikan Owen.
“Kesepakatan sudah jelas. Kami memberi kesempatan kepada semua pihak untuk menyelesaikan masalah ini secara baik-baik. Namun, ketika Avril mengingkari kesepakatan itu, terlebih lagi dengan tidak menyerahkan Owen tepat waktu, kami melihat ini sebagai pelanggaran yang sangat serius,” bebernya dengan tegas di hadapan awak media.
Dia melanjutkan, “Kesepakatan itu disepakati demi kebaikan Owen. Ini bukan soal siapa yang lebih berhak, tetapi tentang memberikan yang terbaik bagi anak yang jelas-jelas mengalami gangguan psikologis karena kurangnya perhatian dari ibunya.” katanya.
Sementara itu, Melani sendiri menegaskan bahwa segala tindakan yang diambilnya semata-mata untuk memastikan kesejahteraan cucunya.
“Ini bukan soal perebutan hak asuh, ini soal masa depan Owen. Dia anak yang rentan, dan saya sebagai nenek hanya ingin memberikan yang terbaik bagi cucu saya,” ujar Melani dengan tegas.
Melani juga menyatakan bahwa selama ini ia selalu memberikan perhatian penuh kepada Owen, yang sejak kecil tinggal bersamanya.
“Owen adalah cucu saya, dan saya merawatnya dengan penuh kasih sayang. Saya hanya ingin dia tumbuh dengan baik, jauh dari trauma dan ketidakstabilan,” tambahnya.
Publik Terus Mengawasi Perkembangan Kasus
Kasus ini semakin mendapat perhatian publik, terutama di Bali, dengan banyak warga dan netizen yang menyuarakan keprihatinan mereka terhadap kondisi Owen. Beberapa warganet berharap agar kasus ini segera diselesaikan dengan adil demi kesejahteraan sang balita.
“Setiap orang tua dan keluarga harus memahami bahwa yang terpenting adalah hak anak untuk mendapatkan perawatan dan kasih sayang yang layak. Saya sangat berharap agar pihak berwenang melihat ini sebagai prioritas, dan memastikan Owen mendapat perlakuan yang terbaik,” ujar seorang netizen yang mengikuti perkembangan kasus ini.
Melani, yang tetap teguh dalam perjuangannya, berencana untuk melanjutkan langkah hukum terkait pelanggaran yang terjadi.
“Kami tidak akan berhenti di sini. Saya akan memastikan cucu saya mendapatkan perawatan yang terbaik, dan saya siap menempuh jalur hukum jika perlu,” ujar Melani dengan penuh keyakinan.
Sementara itu, Nur Abidin yang merupakan Ketua LBH NU Bali menyatakan bahwa langkah hukum berikutnya akan segera diambil.
“Jika pihak Avril terus melanggar kesepakatan, kami tidak akan ragu untuk mengambil langkah hukum lebih lanjut. Kami berharap penyelesaian ini dapat mengutamakan kepentingan terbaik bagi Owen, agar ia bisa tumbuh dalam lingkungan yang stabil dan penuh kasih sayang,” tegasnya.
Dengan perkembangan yang semakin memanas, perlu diketahui bahwa kasus ini kini terus dipantau oleh berbagai pihak. Semua berharap agar jalan keluar terbaik bagi Owen segera ditemukan, mengingat masa depan sang balita sangat bergantung pada keputusan yang diambil oleh pihak berwenang.














