Prediksi Dampak Penahanan Bupati Ponorogo Terhadap Status Kota Kreatif UNESCO

ARSO 11 Nov 2025
Prediksi Dampak Penahanan Bupati Ponorogo Terhadap Status Kota Kreatif UNESCO

Oleh : W. Arso, S.I.Kom,

Penulis adalah: Founder media online kanalindonesia.com dan Ketua PWI Ponorogo

OPINI, KANALINDONESIA.COM: Penetapan Ponorogo sebagai UNESCO Creative Cities Network (UCCN) untuk kategori Kriya dan Seni Rakyat pada Oktober 2025 merupakan puncak dari upaya bertahun-tahun yang dipimpin langsung oleh Bupati Sugiri Sancoko. Dalam konteks UCCN, keberhasilan suatu kota sangat bergantung pada komitmen politik tingkat tinggi dan stabilitas kelembagaan.

Jaringan UCCN menuntut komitmen serius terhadap good governance (tata kelola pemerintahan yang baik) dan transparansi, terutama dalam pengelolaan anggaran yang bersumber dari program kreatif.

Penahanan bupati karena dugaan suap dan gratifikasi secara fundamental merusak kredibilitas Ponorogo di mata UNESCO dan komunitas internasional. Status UCCN dapat terancam ditinjau ulang, atau setidaknya, Ponorogo akan kesulitan membangun kolaborasi internasional yang menjadi tujuan utama UCCN. Mitra internasional cenderung menunda atau membatalkan kerja sama hingga situasi politik dan hukum di Ponorogo stabil.

Program strategis UCCN Ponorogo berfokus pada pembangunan infrastruktur budaya (Monumen Reog dan Museum Peradaban) dan pengembangan ekosistem kreatif. Program ini melibatkan anggaran besar dan koordinasi antarorganisasi perangkat daerah (OPD) yang kompleks, termasuk Dinas Kebudayaan dan Dinas Perdagangan.

Penahanan bupati dan sekda (yang bertindak sebagai koordinator administrasi) menciptakan kekosongan kebijakan dan decision-making yang krusial.

Birokrasi Pemkab Ponorogo saat ini akan terfokus pada masalah hukum, konsolidasi internal, dan menjamin pelayanan dasar, sehingga fokus pada program pengembangan UCCN akan menurun drastis.

Proyek besar, seperti pembangunan Monumen Reog, mungkin tertunda atau terhambat pencairannya karena trauma korupsi. Kepercayaan publik dan legislatif (DPRD) terhadap pengawasan anggaran akan meningkat, menyebabkan proses administratif melambat.

Pelaku seni dan ekonomi kreatif adalah tulang punggung dari status UCCN. Mereka membutuhkan dukungan policy (kebijakan) dan funding (pendanaan) yang stabil dari Pemkab.

Para pelaku seni dan kriya yang selama ini bersemangat dalam upaya UCCN akan mengalami demotivasi karena sosok pemimpin yang menjadi motor penggerak mereka kini terjerat kasus korupsi.

Citra negatif akibat korupsi dapat memengaruhi minat wisatawan dan investor. Pasar kerajinan dan seni Ponorogo, yang baru mulai dibangun citranya secara internasional, berisiko tergerus.

Penunjukan Wakil Bupati Lisdyarita sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Bupati menjadi kunci dalam fase transisi ini.

Jika Plt. Bupati mampu mengonsolidasikan birokrasi dan segera menunjuk Pejabat Sementara (Pjs.) untuk mengisi kekosongan jabatan Sekda dan Direktur RSUD, program UCCN masih memiliki peluang untuk diselamatkan.

Peristiwa ini dapat menjadi titik balik bagi Pemkab untuk menunjukkan komitmen total terhadap tata kelola yang bersih dan transparan (clean government), yang justru dapat meningkatkan kepercayaan UNESCO di masa mendatang, asalkan tindakan tegas diambil terhadap semua pihak yang terlibat.

Warisan budaya Reog Ponorogo kuat di akar rumput. Status UCCN dapat dipertahankan jika Plt. Bupati menggeser fokus pendanaan langsung kepada komunitas seniman, bukan pada proyek infrastruktur besar yang rentan korupsi.

Stigma korupsi akan melekat pada citra Pemkab, membuatnya sulit mendapatkan dukungan anggaran tambahan dari pusat atau corporate social responsibility (CSR) dari swasta.

Penahanan bupati dapat memicu perpecahan atau ketidakstabilan di tingkat DPRD dan fraksi partai politik, yang akan menghambat penetapan kebijakan dan anggaran daerah.

Sebagai Plt., kewenangan Lisdyarita terbatas, terutama dalam mengambil keputusan strategis terkait mutasi pejabat atau menandatangani perjanjian penting yang memerlukan persetujuan definitif. Hal ini akan memperlambat pelaksanaan proyek UCCN.

Ponorogo diprediksi akan mengalami fase stagnasi selama 6 hingga 12 bulan ke depan dalam implementasi program UCCN. Kelanjutan status Kota Kreatif UNESCO tidak akan dicabut secara langsung, tetapi Ponorogo akan ditempatkan di bawah pengawasan ketat.

Keberhasilan dalam jangka panjang akan sangat bergantung pada Kecepatan dan integritas Plt. Bupati dalam mengendalikan birokrasi dan melanjutkan program UCCN dengan transparansi penuh.

Dukungan Komunitas Seni untuk terus berkreasi dan menunjukkan kepada dunia bahwa semangat kreatif Ponorogo lebih besar daripada skandal politik.

Jika transisi kepemimpinan berjalan lambat dan kekosongan pejabat strategis berlarut-larut, proyek pembangunan Monumen Reog dan agenda internasional Ponorogo sebagai Kota Kreatif dunia terancam mati suri.