SURABAYA, KANALINDONESIA.COM: Program keadilan restoratif atau restorative justice telah diterapkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya terhadap penanganan kasus penganiayaan dengan tersangka berinisial DT. Peryataan tersebut dibenarkan Kepala Kejari Surabaya, Danang Suryo Wibowo.
Danang mengaku, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif perkara penganiayaan yang dilaksanakan di Rumah Rembug Adhyaksa, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Kota Surabaya.
“Penerapan restorative justice tersebut dilakukan dengan menyerahkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) kepada tersangka,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia mengatakan proses mediasi antara tersangka dan korban difasilitasi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Febrian Dirgantara pada tanggal 19 Mei 2022.
Setelah tercapai kesepakatan damai, pada tanggal 2 Juni 2022 dilaksanakan ekspose oleh Kajari Surabaya, Kasi Pidum Kejari Surabaya, dan JPU di hadapan Jampidum Kejagung RI dan Kajati Jatim.
“Setelah pemaparan, akhirnya Jampidum menyetujui proses restorative justice dan memerintahkan untuk menghentikan penuntutan kepada tersangka,” katanya.
Ia mengatakan kasus ini berawal sepeda motor tersangka mendahului sepeda motor korban lalu terjadi adu mulut.
Tersangka emosional lalu memukul dengan tangan kosong ke arah kepala dan pipi korban. Akibat perbuatan tersangka, korban mengalami luka lebam dan melapor ke Polsek Wonokromo.
Menurut dia, hal-hal yang menjadi pertimbangan Kajari Surabaya mengusulkan penghentian penuntutan adalah tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman hukuman yang disangka di bawah 5 tahun penjara, dan sudah tercapai kesepakatan damai antara tersangka dengan korban.
“Di samping itu, profil tersangka yang merupakan orang tua tunggal dengan seorang putri berusia 5 tahun dan tersangka bekerja sebagai ojek dalam jaringan dan ballboy di lapangan tenis dengan penghasilan sekitar Rp50 ribu-Rp70 ribu per hari,” katanya. Ady