Demokratisasi Internal Parpol dalam Sorotan

istimewa
JAKARTA, KANALINDONESIA.COM: Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian materiil Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), Kamis (25/9/2025), di Ruang Sidang MK. Permohonan Perkara Nomor 166/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh Tri Makno.
Tri Makno (Pemohon) yang hadir di persidangan tanpa didampingi kuasa hukum dalam keterangannya ia menyoroti rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik, sebagaimana tercermin dalam survei Indikator Politik Indonesia pada Januari 2025. Ia juga menyinggung demonstrasi pembubaran DPR beberapa waktu lalu yang disebutnya lahir dari kekecewaan masyarakat terhadap kinerja partai politik.
“Rendahnya kepercayaan publik tidak lepas dari maraknya kasus korupsi yang melibatkan politisi, kurangnya transparansi organisasi, dan minimnya orientasi pada kepentingan rakyat. Kepercayaan publik bukan hanya soal reputasi, melainkan juga modal sosial bagi keberlangsungan demokrasi,” ujar Tri.
Dalam permohonannya, Tri Makno menilai Pasal 4 UU Parpol bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dan inkonsisten dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) parpol. Ia menekankan bahwa meskipun AD/ART menjamin hak anggota untuk memilih pengurus dan calon legislatif, undang-undang tersebut tidak mengatur mekanisme “one member, one vote”.
Menurutnya, ketiadaan mekanisme tersebut berisiko melanggengkan oligarki internal di mana kekuasaan terpusat pada segelintir elite partai. “Padahal prinsip desentralisasi sudah terbukti meningkatkan kualitas pelayanan publik di eksekutif. Seharusnya partai politik sebagai pilar demokrasi juga menerapkan pola yang sama,” tegasnya.
Tri juga mengusulkan implementasi praktis demokratisasi internal parpol, antara lain melalui pemanfaatan teknologi e-voting, aplikasi keanggotaan digital, serta keterlibatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai fasilitator teknis.
Oleh karena itu, Tri meminta MK menyatakan Pasal 4 UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945. Tri juga meminta MK membatalkan ketentuan UU Parpol yang tidak mewajibkan mekanisme “one member, one vote” dan desentralisasi kewenangan partai. Kemudian, ia minta agar MK memerintahkan DPR dan Pemerintah merevisi UU Parpol dengan memasukkan klausul pemilihan langsung pengurus serta desentralisasi struktur partai yang difasilitasi KPU.
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyarankan agar pemohon memperdalam tata cara pengajuan permohonan sesuai Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 7 Tahun 2025. “Saudara bisa melihat di website MK mengenai contoh-contoh permohonan. Nanti dilihat PMK supaya bisa menyusun permohonan dengan baik,” kata Arief.
Majelis Hakim memberi waktu 14 hari bagi pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Perbaikan harus disampaikan paling lambat Rabu, 8 Oktober 2025 pukul 12.00 WIB.