Menguak Kain Tengger, Jejak Panjang Wastra di Lereng Bromo Siap Tampil di Moskow

PASURUAN, KANALINDONESIA.COM: Selama 17 tahun, Dian Erra Kumalasari, pendiri Oerip Indonesia, menapaki perjalanan panjang menyingkap misteri kain Tengger. Dari Sabang hingga Merauke, ia tidak hanya mencari keindahan motif, tetapi juga menggali identitas, filosofi, hingga kegelisahan masyarakat yang hidup di antara tradisi dan modernitas.
Di Tosari, Kabupaten Pasuruan, Dian menemukan kenyataan yang mengejutkan. Hampir semua kain yang dipakai masyarakat Tengger, mulai sarung, tenun, hingga batik bukanlah buatan sendiri, melainkan hasil beli dari luar daerah.
Namun, ada secercah harapan dari sosok Mas Yayak, seorang perajin lokal. Ia membuat kain udeng khusus untuk para dukun Tengger. Kain itu tidak dijual, melainkan dipersembahkan sebagai penghormatan. Kisah inilah yang menginspirasi Dian untuk mengembangkan batik Tengger.
Penelusuran Dian juga membuka mata bahwa tidak semua wastra Nusantara lahir dari masyarakat setempat. Banyak kain hadir sebagai simbol budaya, meski diproduksi dari luar daerah. Namun, keberadaan tokoh-tokoh kecil seperti Mas Yayak menjadi penjaga tradisi agar tidak benar-benar hilang.
Kini, Dian tengah bersiap membawa batik Tengger ke panggung internasional. Moskow menjadi tujuan berikutnya, dengan menghadirkan koleksi batik Tosari yang kaya narasi budaya.
“Saya ingin menunjukkan bahwa kain bukan sekadar produk, tapi juga cerita kehidupan,” kata Dian.
Bagi Dian, setiap helai kain menyimpan pesan. Motif sebagai penanda, warna sebagai sejarah, dan pola sebagai doa. Ia menyebut wastra Nusantara sebagai peta kehidupan yang sarat spiritualitas.
Meski jalan masih penuh tantangan, Dian yakin harapan itu ada. Melalui Oerip Indonesia, ia ingin memperkenalkan kain Tengger sebagai identitas sekaligus warisan budaya.
“Karena kain tidak pernah diam. Ia selalu bercerita,” tutupnya. (Wan)