KPK Periksa Eks Dirjen Kemenaker Terkait Kasus Pemerasan Sertifikasi K3

Jubir KPK Budi Prasetyo
JAKARTA, KANALINDONESIA.COM: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua saksi untuk diperiksa sehubungan dengan kasus dugaan pemerasan dalam proses pengesahan sertifikasi kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Investigasi ini mengidentifikasi kemungkinan adanya penerimaan uang dari Perusahaan Jasa K3 (PJK3) yang terlibat dalam kegiatan tidak sah.
Pada hari Jumat (10/10/2025), KPK melakukan pemeriksaan terhadap dua saksi di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta. Saksi yang diperiksa adalah Haiyani Rumondang, mantan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 di Kemenaker, dan Nila Pratiwi Ichsan, subkoordinator penjaminan mutu lembaga K3.
“Kedua saksi sudah hadir. Mereka diperiksa mengenai proses penerbitan sertifikat K3 dan pengetahuan mereka terkait penerimaan uang dari pihak PJK3,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pada hari Sabtu (11/10/2025).
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dan menangkap sebelas tersangka dalam kasus ini, salah satunya adalah mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer yang juga dikenal dengan sebutan Noel. Dari hasil investigasi, ditemukan bahwa para tersangka diduga berhasil mengumpulkan uang hasil pemerasan yang mencapai Rp 81 miliar.
Uang tersebut kemudian didistribusikan kepada beberapa pihak, dengan tersangka Irvian menerima jumlah terbanyak sekitar Rp 69 miliar, sementara Noel mendapatkan Rp 3 miliar serta satu unit sepeda motor Ducati.
Dalam proses penggeledahan, KPK juga menyita barang bukti dari Noel, yang terdiri dari empat ponsel dan empat mobil mewah, termasuk Alphard, Land Cruiser, BAIC, dan Mercedes Benz.
Kasus pemerasan ini diduga sudah berlangsung sejak 2019, di mana biaya untuk mendapatkan sertifikat K3 yang seharusnya hanya Rp 275.000 melonjak drastis menjadi Rp 6 juta per dokumen. Para pelaku menggunakan modus memperlambat atau mempersulit proses pengesahan sertifikasi K3 bagi perusahaan yang enggan membayar lebih.