DVI Identifikasi 50 Jenazah Korban Robohnya Musala Ponpes Al Khoziny Sidoarjo

SIDOARJO, KANALINDONESIA.COM: Tim Disaster Victim Identification (DVI) kembali merilis hasil identifikasi jenazah korban insiden runtuhnya musala Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang terjadi pada Senin (29/9) sore.
Data hasil identifikasi sampai hari Jumat (10/10), sebanyak 50 jenazah telah berhasil dikenali. Namun, tim DVI masih punya tugas untuk memproses 11 jenazah lagi termasuk lima potongan tubuh manusia yang ditemukan tim Search and Rescue-SAR gabungan secara bertahap di lokasi kejadian.
Selanjutnya, seluruh jenazah korban yang telah teridentifikasi itu dikembalikan kepada pihak keluarga untuk dikebumikan. Sementara, pihak keluarga korban yang lain masih menunggu proses identifikasi oleh tim DVI Polda Jawa Timur di Rumah Sakit Bhayangkara, Surabaya.
Insiden Musala Al Khoziny Dibahas di Meja Rapat Tingkat Menteri
Sementara itu, insiden runtuhnya bangunan empat lantai musala Pondok Pesantren Al Khoziny dibahas di meja ruang rapat tingkat menteri pada hari, Jumat (10/10), dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI, Pratikno.
Dalam rapat yang membahas tentang keamanan infrastruktur bangunan pendidikan itu, Menko PMK Pratikno mengatakan bahwa peristiwa yang telah menghilangkan 61 nyawa santri itu menjadi bencana dengan jumlah korban meninggal dunia terbanyak, dalam kurun waktu sejak Januari hingga Oktober 2025. Penyebabnya sudah diketahui, kegagalan struktur penyangga bangunan yang dinilai jauh dari kata standar.
Menko PMK Pratikno berharap agar semua kementerian dan lembaga terkait dapat bersinergi untuk melakukan sinkronisasi dan koordinasi agar insiden serupa tidak terjadi di kemudian hari.
“Ambruknya bangunan ponpes Al Khoziny di Sidoarjo menjadi bencana non-alam, kegagalan teknologi dengan korban meninggal dunia terbanyak sepanjang tahun 2025. Ini mesti kita jadikan atensi dan antisipasi, agar tidak terjadi di kemudian hari,” ujar Pratikno.
Pada kesempatan itu, Menko PMK Pratikno juga mengapresiasi respon cepat tanggap yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Basarnas dan seluruh pihak yang ikut memberikan sumbangsih dalam penanganan darurat dalam peristiwa itu.
Menko PMK Pratikno telah datang melihat sendiri bagaimana kondisi lapangan dan seluruh rangkaian proses penanganan darurat pada hari keempat pascakejadian, atau Kamis (2/10).
Pada saat itu, Menko PMK Pratikno yang didampingi Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto S.Sos., M.M., Direktur Operasional Basarnas, Laksamana Pertama TNI Bramantyo, dan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indarparawansa, memahami bagaimana sinergi seluruh tim berjuang melawan waktu demi menjunjung tinggi martabat para korban dan empati demi kemanusiaan.
Insiden Al Khoziny Libatkan Peran Kementerian/Lembaga dan Pemda
Penanganan menyeluruh atas insiden runtuhnya musala Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo melibatkan berbagai peran kementerian dan lembaga lintas sektor yang memiliki kewenangan berbeda namun saling melengkapi.
Dalam ranah penanganan darurat, BNPB menjadi koordinator utama berdasarkan mandat yang tertuang dalam UU Nomor 24 tahun 2007. Tugas BNPB mencakup beberapa hal seperti memberikan instruksi kepada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terkait operasional pencarian dan pertolongan, penyediaan kebutuhan dasar bagi keluarga korban, logistik peralatan, pendanaan seluruh operasional melalui program Dana Siap Pakai (DSP), manajemen relawan dan pengungsi serta mengoordinasikan komunikasi publik.
Di lapangan, Basarnas memimpin operasi pencarian dan pertolongan (SAR) dengan dukungan TNI, Polri, dan relawan. Lembaga ini memiliki kewenangan untuk mengevakuasi korban, menggunakan peralatan pendeteksi kehidupan, hingga menentukan periode dan evaluasi operasi penyelamatan.
Dari sisi teknis bangunan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berperan penting dalam menganalisis penyebab keruntuhan struktur. Melalui tenaga ahli konstruksi, PUPR melakukan audit terhadap material dan desain bangunan serta memberikan rekomendasi teknis untuk memastikan keselamatan pada pembangunan berikutnya.
Di sisi sosial dan kesehatan, Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memegang peran vital. Kemensos memberikan bantuan logistik, santunan duka, serta menurunkan tim Layanan Dukungan Psikososial (LDP) bagi keluarga korban. Sementara Kemenkes memastikan layanan medis bagi korban luka, mengatur tata kelola jenazah sesuai standar kesehatan, dan memantau kondisi relawan di lapangan.
Selain itu, Kementerian Agama (Kemenag) turut berperan sebagai pembina lembaga pendidikan keagamaan. Kemenag melakukan verifikasi administratif terhadap pengelolaan pesantren, mengevaluasi kelayakan sarana prasarana, serta menyiapkan langkah pemulihan kegiatan belajar santri pasca-insiden.
Sementara itu, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menangani aspek hukum dan keamanan lokasi. Melalui Polda Jawa Timur dan Polres Sidoarjo, Polri mengamankan area reruntuhan, mengatur lalu lintas evakuasi, serta melalui Tim Disaster Victim Identification (DVI) melakukan identifikasi terhadap korban meninggal dunia. Kepolisian juga berwenang melakukan penyelidikan untuk memastikan apakah terdapat unsur kelalaian atau pelanggaran hukum dalam pembangunan musala tersebut.
Dukungan juga datang dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang membantu operasi evakuasi, pengoperasian alat berat, dan pengamanan lokasi. Dalam konteks koordinasi administratif, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama PUPR memastikan adanya sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah, terutama terkait izin bangunan dan tata ruang.
Dalam ranah pemerintahan daerah, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo memiliki tanggung jawab langsung terhadap pelaksanaan penanganan darurat di wilayahnya. Pemerintah daerah mengerahkan BPBD, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, serta Dinas PUPR setempat untuk menangani kebutuhan dasar, santunan korban, dan pemulihan lingkungan pesantren.
Secara keseluruhan, penanganan insiden Al Khoziny memperlihatkan sinergi lintas lembaga antara unsur teknis, hukum, sosial, dan kemanusiaan. BNPB dan Basarnas mengawal fase darurat, PUPR dan Polri mengurus sisi teknis serta hukum, sementara Kemenag, Kemensos, dan Pemda berperan dalam pemulihan sosial serta pendidikan. Keterlibatan seluruh pihak ini menjadi kunci dalam memastikan penanganan yang menyeluruh, transparan dan berorientasi pada keselamatan masyarakat.