Secangkir Kisah dari Kaki Gunung Slamet: Tradisi Kopi Pulosari yang Abadi Antar Generasi

ARSO 07 Nov 2025
Secangkir Kisah dari Kaki Gunung Slamet: Tradisi Kopi Pulosari yang Abadi Antar Generasi

Secangkir Kisah dari Kaki Gunung Slamet: Tradisi Kopi Pulosari yang Abadi Antar Generasi

PEMALANG, KANALINDONESIA.COM: Di balik predikat Indonesia sebagai raksasa kopi dunia, produsen terbesar ketiga global tersimpan kisah-kisah kecil yang menghidupkan tradisi tersebut. Salah satunya berada di lereng Gunung Slamet, tepatnya di Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang.

Dengan ketinggian ideal mencapai 914 meter di atas permukaan laut (mdpl), Pulosari bukan sekadar daerah pertanian biasa, melainkan rumah bagi budaya kopi yang telah diwariskan turun-temurun.

Bagi masyarakat Pulosari, kopi lebih dari sekadar komoditas atau minuman berkafein. Ia adalah urat nadi sosial dan ekonomi. Camat Pulosari, Agus Mulyadi, menggarisbawahi hal ini.

“Di wilayah Kecamatan Pulosari, budaya menikmati minuman kopi itu sudah menjadi tradisi turun-temurun antar generasi,” ujar Agus Mulyadi, Jumat (7/11/2025).

“Ini bukan hanya tren, tapi bagian dari kehidupan kami di lereng Gunung Slamet,” tuturnya.

Sejak lama, lanskap Pulosari telah menjadi ladang subur bagi budidaya kopi.

Data pada tahun 2016 mencatat produksi desa ini mencapai sekitar 150.000 kg kopi dalam setahun. Potensi ini kian berkembang pesat, didorong oleh tren gaya hidup dan apresiasi terhadap kopi lokal.

Fenomena ini melahirkan gelombang baru kewirausahaan lokal. Kedai-kedai kopi dan kafe-kafe menjamur, didominasi oleh kopi produk asli Pulosari. Kehadiran kedai ini menjadi penanda bahwa masyarakat Pulosari kini mampu mengelola hasil bumi mereka dari hulu hingga hilir.

“Saat ini, kami mencatat ada sekitar 18 merek kopi asli Pulosari yang sudah digemari, tidak hanya di tingkat lokal, tapi sudah merambah ke luar negeri,” tambah Camat Agus, menunjuk pada potensi ekspor yang menjanjikan.

Salah satu contoh sukses adalah Kopi Robusta milik Heri Bheger, yang namanya bahkan sudah menyeberang lautan.

“Merek ini sudah dibawa ke Jepang oleh penggemar kopi dari negara Sakura itu,” ungkap Agus bangga.

Untuk memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat, petani Pulosari berupaya keras melalui ekstensifikasi lahan.

Mereka memperluas area tanam, baik untuk jenis Arabika maupun Robusta. Langkah ini, menurut Agus Mulyadi, adalah potensi ekonomi luar biasa, khususnya bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kecamatan Pulosari.

Di mata penikmat kopi, kualitas biji dari Pulosari tak bisa dipandang sebelah mata.

Ari Nugroho(30), seorang penikmat kopi lokal, mengakui keunggulannya.

“Rasa kopi produksi Pulosari cukup lumayan, kualitasnya tidak kalah bagus dengan daerah produsen kopi lain di Indonesia. Tinggal bagaimana cara menyeduhnya,” kata Ari singkat, menekankan bahwa kunci kenikmatan kini bergeser pada seni penyajian.

Pada akhirnya, Kecamatan Pulosari dikenal bukan hanya karena panorama alamnya yang sejuk dan asri, akan tetapi juga dikenal karena kontribusinya pada sektor pertanian yang berkelindan erat dengan budaya.

Kopi Pulosari, dengan cita rasa yang kuat dan kisahnya yang mendalam, telah menjadi perekat sosial yang menyatukan generasi, melampaui sekadar rutinitas menikmati minuman, dan menjelma menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat kaki Gunung Slamet.
(Ragil l)