C20: Pemimpin Global Harus Memberikan Perhatian Serius pada Isu Pengangguran Anak Muda
JAKARTA, KANALINDONESIA.COM: Masa pandemik menjadi waktu yang sangat sulit bagi anak muda yang memasuki dunia kerja. Fakta menunjukkan bahwa angkatan kerja muda akan mengalami kehilangan pekerjaan 3,5 kali lebih besar dibandingkan pekerja dewasa. Jenis pekerjaan di masa depan juga membutuhkan keterampilan baru.
Pada konteks global, pandemi covid-19 telah memperburuk pengangguran angkatan kerja muda, meskipun kecenderungannya telah naik sebelum pandemi terjadi, yakni 13,6% pada tahun 2000, 14,4% di 2010, dan menjadi 15,3% di 2019, selanjutnya menjadi 17,2% di tahun 2020. Meskipun angka pengangguran pemuda di negara-negara G20 mengalami sedikit penurunan dari 18% di 2021 menjadi 17,1% di 2022, di negara-negara dengan pereknonomian sedang tumbuh (emerging economy countries), angka pengangguran tetap tinggi, seperti Afrika Selatan (63,36%), Brazil (30.5%), Argentina (29.3), Saudi Arabia (26.4), India (25.8%), Turki (25.2%), dan Indonesia (15.9%)
Lebih lanjut, anak-anak muda ini akan mengalami persaingan yang lebih keras dalam mendapatkan pekerjaan di masa yang akan datang. Bahkan dalam catatan International Labour Organization (ILO), kondisi pekerjaan memperburuk. Fakta lainnya yakni dalam masa pandemik, peningkatan pengangguran anak muda naik 8,7% dibandingkan orang dewasa yang hanya 3,7% pada tahun 2022. Berdasarkan proyeksi United Nations, akan terjadi peningkatan jumlah anak muda (15-25) tidak bekerja sejumlah 7% pada 2030. Lebih lanjut diperkirakan 15% tenaga kerja angkatan muda tidak akan bekerja.
Pekerjaan-pekerjaan di masa yang akan datang juga kemungkinan akan berubah. McKinsey (2019) memperkirakan, 800 juta orang akan kehilangan pekerjaan pada 2030 karena otomatisasi. Sedangkan 75–375 juta orang harus merubah kompetensi atau mempelajari jenis pekerjaan baru. Saat ini diperkirakan, sekitar 1,3 milyar bekerja dibidang yang bukan keahliannya. Persoalannya, jenis-jenis pekerjaan ini menuntut keahlian di dalam bidang teknologi digital. Perhatian dunia terkait masalah lingkungan (climate change) juga menuntut ketrampilan yang akan mengisi pekerjaan di perusahaan yang akan lebih ramah lingkungan (green jobs).
Berdasarkan kajian global British Council “Next Generation” terkait pemuda di seluruh dunia, menunjukkan bahwa anak muda tertarik dan sangat mau untuk mengembangkan keterampilan untuk lebih kompetitif di dunia lapangan kerja yang berubah, termasuk keterampilan yang diperlukan untuk menginisiasi bisnis mereka. Secara khusus, ada kebutuhan untuk memastikan bahwa perempuan muda juga diberikan kesempatan yang dibutuhkan untuk dapat berhasil dalam dunia pekerjaan. Hasil kajian sementara di Indonesia juga menunjukkan kecenderungan yang sama.
“Pemuda menjadi pihak yang paling terdampat secara sosial-ekonomi akibat pandemi Covid 19. Kemudian, menjadi krusial bagi pengambil keputusan, khususnya di negara pendapatan menengah mengambil kebijakan afirmatif untuk menangani isu pengangguran dalam kerangka pemulihan ekonomi. Hal ini memerlukan investasi melalui kemitraan publik dan swasta dalam pengembangan keterampilan dan pembelajaran seumur hidup,” ujar Tauvik Muhamad, Technical Officer for Skill Development, ILO, Jakarta.
Hal di atas mengemuka pada webinar global ke-4, yang diselenggarakan oleh C20 kelompok kerja Education, Digitalization, and Civic Space (EDCSWG), pada 29 Juni 2022 yang menghadirkan narasumber dari British Council, Youth 20 (Y20), Khalifa Bin Zayed Al Nahyan Foundation, ILO, Save The Children, bertema Youth Empowerment for Stronger Post Pandemic Recovery.
“Kelincahan (agility) dan juga daya adaptasi (adaptability) dengan kondisi normal baru ini menjadi faktor yang paling penting (the most important game changer)”, ujar M. Obaidur Rahman, Youth Empowerment Advisor, Save the Children Asia Regional Office. Lebih lanjut dikatakannya bahwa pelibatan anak muda dengan lebih proaktif dan berpihak (passionate) pada situasi normal baru ini, telah membuka kesempatan baru untuk perkembangan dan pertumbuhan pekerja muda tersebut.
Kondisi yang tergambar di atas akan menjadi persoalan serius jika tidak diantisipasi. Potensi anak muda sebagai usia produktif harus mendapat perhatian para pemimpin dunia (global leaders). Modalitas besar anak muda untuk menggerakkan pertumbuhan dan pembangunan sangatlah penting dan merupakan aset yang tidak boleh disia-siakan. Masyarakat sipil global mendorong para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, untuk memberikan perhatian serius terhadap persoalan penyediaan pekerjaan bagi generasi muda. Tantangan ke depan dengan adanya intervensi teknologi yang semakin masif, membutuhkan antisipasi yang adaptif terhadap kebutuhan jenis pekerjaan di masa depan.
Dengan demikian, masyarakat sipil global yang diwakili oleh C20 meminta pemerintah dan pemimpin global untuk:
1) memastikan adanya investasi yang signifikan untuk memastikan akses ke sektor pendidikan dan pelatihan untuk membangun kapasitas pemuda terkait keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk mampu bersaing di abad 21 ini;
2) memperluas akses bagi pemuda dan pemuda dengan disabilitas untuk kesempatan di dunia kerja dan kewirausahaan;
3) memastikan bahwa isu pengangguran di kalangan pemuda menjadi isu prioritas dalam perencanaan pembangunan dan pemulihan ekonomi pasca pandemi.