Wajah Konstitusi Kita Dalam Dinamika Politik Hukum Ketatanegaraan di Indonesia
Oleh : Muhammad Fazry S.H., M.H.
Penulis adalah Dosen FH Universitas Nuku (UNNU) Tidore, Maluku Utara dan Pengamat Hukum Tata Negara
Konstitusi ialah resoultante suatu kesepakan bersama, pabila kondisi ekonomi, sosial, politik berubah maka konstitusi pun menghendaki perubahan. Merujuk pada Carl Schmitt ‘perubahan konstitusi sangat ditentukan pada factor konfigurasi politik yang berkuasa pada suatu waktu’ Dilain sisi bila kita mengejar pendapat Kc. Wheare dalam Modern Constitutions, maka kita mengenal konstitusi yang memiliki sifat Rigit (kaku) dan Fleksibel (Luwes).
Misalnya ada beberapa negara yang memandang konstitusi sebagai Sacred Taxt (Teks Suci) sehingga konstitusi jauh dari pandang agenda purifikasi, kalaupun tidak maka syarat yang tentukan sangatlah jelimet (ketat) sebut saja Amerika, Kanada, Australia dan Swiss pandangan tersebut cukup berkembang di beberapa negara ini walaupun secara empiric kita dapat melihat bahwa Constitutional Of The United States Amerika telah mengalami 27 kali tahapan amandemen.
Selanjutnya terdapat pula bebarapa negara yang sebaliknya memandang konstitusi sebagai suatu norma yang mengikuti sifat alamiah suatu norma yakni senantiasa dinamis, senantiasa mengikuti perkembangan ruang dan waktu, serta dikehendaki tuk disempurnakan.
Sebut saja, New Zealand dan Inggris. Hal kemudian yang perlu kita bicarakan ialah ‘the question is what about indonesia’s position’? saya berpendapat bahwa, Negara Indonesia masuk dalam kategori kelompok kedua, sebab salah satu ciri negara dengan konstitusi Fleksibel ialah bahwa kita dapat melacak dari bagaimana konstitusi negara tersebut memberikan penjelasan mengenai mekanisme perubahan terhadap kostitusi itu sendiri dan hal itu dapat ditemuan di dalam Batang Tubuh UUD NKRI 1945 kemudian Pasal 37 UUD 1945.
Secara arsitektur, bangunan UUD 1945 telah mengalami empat kali Amandemen sejak 1999 hingga 2002 serta mengalami lima kali pergantian, kita pernah menggunakan UUD 1945 naska awal, Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, UUD 1945 (Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999) dan Kembali pada UUD 1945 (Periode 19 Oktober 1999 – sekarang).
Bahkan perubahan subtansi UUD 1945 sudah mencapai 300 persen dari 37 Pasal menjadi 73 Pasal serta penambahan 199 norma di dalamnya. mengejutkan menurut Prof. Richard Albert dalam bukunya ‘Constitutional Amandements Making, Breaking, and Changing Constitutions’. Menganggap UUD Indonesia bukan lagi mengalami perubahan akan tetapi kita telah mendedah sebuah konstitusi baru (New Contitution).
Menurut Prof Mafud MD ‘konstitusi yang baik ialah konstitusi yang dalam proses rancang bangunnya antara kutub politik dan kutub hukum tidak saling deterministik (menjegal, mendominasi) idealnya ialah dalam proses pembentukan, hukum dan politik haruslah Determining Balances (berimbang), sehingga dapat melahirkan suatu konstitusi yang stabil dan kuat (strong).