Sudirman Sulit Ditemui Keluarga, Toni RM Duga Ada Pelanggaran yang Dilakukan Penyidik Polda Jawa Barat

Praktisi Hukum Toni RM saat menemui keluarga terpidana Kasus pembunuhan eky dan Vina 2016 silam, Sudirman.
CIREBON, KANALINDONESIA.COM – Keluarga Sudirman, salah satu terpidana dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat, mengungkapkan kesulitan yang mereka hadapi untuk bertemu dengan Sudirman, yang saat ini masih menjalani masa tahanan. Kendala ini memicu sorotan dari berbagai pihak, termasuk praktisi hukum yang menganggap ada indikasi pelanggaran hak asasi manusia.
Toni RM, seorang praktisi hukum, menyatakan bahwa keluarga Sudirman harus meminta izin kepada Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat untuk bisa bertemu dengan Sudirman. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai prosedur dan transparansi dalam penanganan kasus tersebut.
“Menurut cerita Beny, kakak Sudirman, dan bapaknya, keluarga mengalami kesulitan luar biasa untuk bertemu dengan Sudirman. Saat mereka ingin membesuk di Lapas, ternyata Sudirman tidak ada di sana. Mereka diberitahu bahwa Sudirman berada di Polda Jawa Barat, dan untuk bisa bertemu, mereka harus membuat janji terlebih dahulu dengan Direktur Reserse Kriminal Umum,” ungkap Toni kepada media, Minggu (11/8/2024).
Lebih lanjut, Toni menambahkan bahwa meskipun keluarga telah meminta izin kepada Ditreskrimum Polda Jawa Barat, Beny sebagai kakak Sudirman tetap tidak diperbolehkan untuk menemui adiknya. Hanya kedua orang tua mereka yang diizinkan untuk masuk, sementara Beny dilarang.
Toni menilai bahwa tindakan oknum penyidik Polda Jawa Barat yang diduga masih menguasai Sudirman, meskipun statusnya sudah menjadi terpidana, merupakan pelanggaran hukum.
“Jika benar Sudirman masih dalam penguasaan oknum penyidik Polda Jawa Barat, tindakan itu jelas melanggar hukum. Penyidik tidak memiliki hak dan kewenangan atas Sudirman setelah berkas dilimpahkan ke Kejaksaan,” tegas Toni.
Menurut Toni, hak dan kewenangan penyidik Polda Jawa Barat atas Sudirman seharusnya sudah berakhir sejak tahun 2016, ketika berkas kasus Sudirman dan rekan-rekannya diserahkan kepada Jaksa, yang kemudian menyatakan P21. Kini, kewenangan sepenuhnya berada di tangan Kementerian Hukum dan HAM.
Toni juga menyoroti penunjukan kuasa hukum oleh Polda Jawa Barat yang dinilai menimbulkan kecurigaan.
“Jika benar pengacara yang ditunjuk berasal dari Polda, ini perlu dipertanyakan. Mengapa Polda harus menunjuk pengacara sendiri? Apakah ada sesuatu yang ditakutkan? Masyarakat bisa menilai bahwa penyidik Polda Jabar khawatir jika Sudirman menggunakan pengacara dari luar Polda, semua akan terbongkar,” jelasnya.
Dalam hal ini, Toni mendesak Kapolri untuk turun tangan dan mengusut tuntas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh oknum penyidik yang menghalangi pihak keluarga untuk bertemu dengan Sudirman.
“Kapolri harus turun tangan dan menindak tegas oknum tersebut, Ini era reformasi dan keterbukaan, bukan zaman Orde Baru. Jika benar keluarga mengalami kesulitan hanya untuk bertemu Sudirman,” pungkas Toni.