BALI, KANALINDONESIA.COM: Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 15-16 November 2022 dijadikan momen para pelestari lingkungan di Bali untuk menyuarakan pentingnya memasukkan masalah lingkungan terutama soal sampah di dalam agenda KTT G20.
Pasalnya, sampah tidak bisa mengandalkan peran dari pemerintah saja. Dibutuhkan kolaborasi dan komitmen yang kuat dari seluruh elemen masyarakat bahkan di belahan dunia manapun, termasuk oleh para pelestari lingkungan.
Made Janur Yasa yang merupakan aktivis lingkungan asal Bali sekaligus penerima penghargaan CNN Heroes mengatakan bahwa masalah lingkungan tidak hanya terjadi di Bali, atau Indonesia tetapi di seluruh bumi karena sebagai manusia setiap hari pasti akan memproduksi sampah tanpa memandang suku, ras, agama, kasta dan negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sampah adalah masalah kita sebagai masyarakat di bumi. Mudah-mudahan dalam G20 ini ada hasil kongkrit bahwa masalah lingkungan benar-benar menjadi permasalahan yang serius untuk diagendakan dan dilakukan, bukan sekedar wacana. Dengan adanya G20 ini juga, saya berharap isu lingkungan menjadi agenda penting, terutama dalam mengubah kebiasaan masyarakat,” ujar Made Janur Yasa dalam talkshow Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) secara virtual di Bali, Rabu (6/11/2002).
Made mengungkapkan, di Bali saat ini sudah ada gerakan peduli lingkungan berupa program Plastic Exchange yang bertujuan untuk mengubah prilaku masyarakat dari membuang menjadi memungut melalui pemberian positif reward berupa beras.
“Dalam program Plastic Exchange ini kita minta masyarakat untuk mengumpulkan plastik dan dipilah, lalu ini akan kita beri reward berupa beras. Dengan adanya pengulangan seperti ini, kita harapkan kebiasaan masyarakat itu berubah dari membuang menjadi memungut,” katanya.
Dia menjelaskan, sebanyak 80 persen nafas kehidupan di Bali adalah dari sektor pariwisata yang memiliki sumber daya alam seperti pantai, gunung hingga adat, budaya dan tari-tarian. Hal ini pun yang menjadikan Bali harus memiliki kebiasaan untuk menjaga aset tersebut melalui kepedulian lingkungan.
“Nah kalau Bali punya semua ini, kalau tidak Bali tidak bersih siapa yang mau datang. Jadi yang namanya kebersihan adalah aset. Inilajh yang akan membantu sistem perekonomian di Bali, utamanya pariwisata,” imbuhnya.
Program Plastic Exchange ini sudah berjalan di kawasan Ubud – Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Singaraja. Diharapkan program ini akan diadopsi oleh pemerintah maupun perusahaan swasta dan masyarakat sehingga seluruh Bali dan seluruh Indonesia berkolaborasi bersama untuk mengatasi masalah lingkungan.
“Melalui Term of EduAksi yakni dengan memberikan pengetahuan dan aksi, diharapkan akan ada kebiasaan mengelola sampah sendiri, karena kebiasaan itu tidak bisa dihafal, tetapi harus dilakukan terus menerus,” pungkas Made Janur Yasa. (Rudi_Kanalindonesia.com)