Oleh: MUHAMMAD ZAHRUL ASYHARY
Penulis adalah: Mahasiswa S2 Manajemen Komunikasi Universitas Sebelas Maret
Pada 27 April lalu, IDI pecah. Sejumlah dokter memilih keluar dari IDI dan membentuk organisasi baru, bernama Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI). Organisasi ini dipimpin purnawirawan TNI Jajang Edi Priyanto, mantan staf khusus Terawan Agus Putranto.
PDSI terbentuk setelah PB IDI bersitegang dengan Terawan selama beberapa-tahun belakangan ini. PB IDI mengeluarkan surat pemecatan Terawan pada 25 April 2022. Penerbitan surat ini menindaklanjuti rekomendasi Muktamar XXXI PB IDI yang diselenggarakan di Kota Banda Aceh pada 22 hingga 25 Maret 2022.
Konflik PB IDI dengan Terawan buntut terapi cuci otak melalui metode Digital Substraction Angiography (DSA). Terapi ini diklaim Terawan bisa menyembuhkan pasien dari sakit yang diderita. Sementara IDI menilai terapi itu melanggar etik karena diterapkan tanpa bukti ilmiah.
Dalam waktu singkat, PDSI mendapatkan pengakuan dari Kemenkum HAM melalui SK Nomor AHU-003638.AH.01.07.2022. Namun SK tersebut mengakui PDSI sebagai ormas, bukan organisasi profesi. Jika merujuk keputusan Mahkamah Konstitusi, IDI merupakan organisasi profesi dokter tunggal di Indonesia.
Sebulan PDSI berjalan, Terawan resmi bergabung. Bahkan, Terawan mendapatkan jabatan sebagai dewan pelindung PDSI. Dalam kesempatan tertentu, Terawan mengajak dokter di dalam maupun luar negeri untuk bergabung dengan PDSI.
PB IDI kala itu mengingatkan PDSI soal keputusan MK dan Undang-Undang Praktik Kedokteran. Dalam Undang-Undang itu disebutkan, hanya ada satu organisasi profesi dokter di Indonesia, yakni IDI.
Ketua Dewan Pertimbangan IDI, Prof dr Ilham Oetama Marsis ikut berang dengan keberadaan PDSI. Dia mengatakan, PDSI merupakan kelompok pemerhati kesehatan yang berpikiran konservatif.
Dan konflik di internal organisasi kedokteran seakan tak ada habisnya. Belum selesai kisruh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI). Kini mencuat dualisme di tubuh perhimpunan dokter radiologi.
Dualisme ini berimbas pada ratusan dokter radiologi. Mereka tak mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Para dokter yang tak memiliki STR tidak bisa membuka praktik, layanan kesehatan kepada masyarakat pun terganggu.
Dua organisasi perhimpunan dokter radiologi saat ini yakni Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI). PDSRKI yang pernah dipimpin mantan Menkes Terawan Agus Putranto diakui KKI. Sementara PDSRI diakui PB IDI.
Apakah kelahiran PDSI ada kaitannya dengan pemberhentian dr. Terawan sebagai anggota IDI? Sebenarnya munculnya organisasi baru di tengah profesi kedokteran, merupakan bagian dari demokrasi yang barangkali belum didapat secara utuh selama ini. Bisa jadi juga, organisasi yang ada, belum mewakili anggotanya secara keseluruhan.
Sebaiknya, munculnya organisasi baru, mesti dijadikan introspeksi, kenapa hal itu bisa terjadi. Apakah organisasi yang ada sudah mewadahi anggotanya dengan demokrasi, dan apakah sudah sepenuhnya memberikan layanan yang baik kepada masyarakat. Jika hal ini diabaikan oleh pengurus, tak tertutup kemungkinan muncul rasa ketidakpuasan anggotanya, hingga akhirnya membuat organisasi tandingan.
Apabila kemudian muncul organisasi baru, sebaiknya ditanggapi dengan pikiran positif, bukan lantas menuding sebagai tindakan sakit hati. Atau hasutan buruk lainnya. Justru sebaliknya, untuk saling berlomba memajukan organisasi, dan bersaing dalam hal memberikan layanan yang baik kepada masyarakat sebagaimana visi dan misi lembaga.
Saat ini kita hanya bisa berharap PDSI dapat bekerja sama dengan organisasi lain, termasuk dengan IDI. Dan tetap pada ketentuan yang telah diatur di dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Jika dua organisasi kedokteran ini saling berkomunikasi, saling berhubungan dengan baik, maka akan muncul inovasi terkait pengembangan ilmu pengetahuan, kepentingan masyarakat banyak, meningkatkan ilmu kedokteran, dan menjaga marwah profesi dokter dengan baik, serta bisa meningkatkan kualitas tenaga kedokteran secara profesional guna memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat luas.(*)