Aku menunggumu. Kita menikah.” (Sanja, 4 Maret 2001)
Jazil terdiam.
Wajah Sanja, sang kekasih,
sudah menyatu di tulang sumsum.
Lalu Jazil menangis sesenggukan.
Entah mengapa.
Dicoba ditahan.
Badan terguncang-guncang.
Kisah empat belas tahun lalu datang kembali. Konflik berdarah suku Dayak versus suku Madura.
Horor. Ngeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Puisi di atas sangat detail menelusuri perasaan Jazil, seorang pemuda yang ketika konflik berlangsung terpaksa meninggalkan Sampit kembali ke Madura, atas desakan kekasih hatinya, Sanja.
Dengan terpaksa Jazil pergi walaupun terselip asa bahwa mereka akan jumpa kembali dan menikah setelah keadaan aman.
Peristiwa berdarah yang memisahkan mereka ini masih terngiang di benak Jazil, sebab ketika dia kembali ke Sampit, empat belas tahun setelah konflik, hal pertama yang dilakukannya adalah membaca kembali surat Sanja yang selalu dia simpan.