SURABAYA, KANLINDONESIA.COM: Di tengah gemuruh modernisasi, segelintir masyarakat Madura masih memegang teguh nilai-nilai budaya dan tradisi. Salah satunya adalah tradisi abekalan, prosesi pertunangan melalui jalur perjodohan. Pasca viralnya video mengenai pertunangan anak usia dini atau bocil (istilah sekarang), kini Madura kembali menyulut perdebatan publik.
Tidak hanya menarik perhatian sosiolog, fenomena ini juga mendapatkan tanggapan dari Psikolog Keluarga dan Anak Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr. Nurul Hartini, S.Psi., M.Kes., Psikolog.
Perkembangan Anak
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Prof Nurul menyampaikan bahwa, tradisi ini mulai tergerus seiring dengan perubahan budaya. Ia mengungkapkan bahwa, sebagian masyarakat Madura sudah mulai meninggalkan tradisi pertunangan anak usia dini. Menurut Prof Nurul, pergeseran itu menjadi titik terang terhadap peningkatan pendidikan dan kesejahteraan anak.
Prof Nurul menekankan pentingnya pemahaman orang tua terhadap tugasnya dalam menyokong perkembangan anak.
“Orang tua perlu memahami bahwa setiap usia perkembangan anak memiliki tugas yang berbeda. Anak di bawah usia enam tahun seharusnya lebih banyak mengeksplorasi hal yang berkaitan dengan perkembangan sensorik, motorik, dan kesiapan belajar,” bebernya kepada Unair News. Jumat, (26/4/2024).
Lebih lanjut, Psikolog UNAIR itu menyebut bahwa, usia tersebut adalah masa golden age untuk mengeksplorasi kemampuan dan minat mereka. Ia menyoroti bahwa, eksplorasi ini penting untuk membangun kemandirian dan minat sesuai bakat mereka hingga beranjak remaja.
Prof Nurul menyatakan bahwa, belum ada kepastian apakah tradisi ini menghambat anak-anak dalam menjalin hubungan sosial di sekolah. Yang mana, mereka belajar berkolaborasi dengan teman sebaya, baik laki-laki maupun perempuan.
Halaman : 1 2 Selanjutnya