JAKARTA, KANALINDONESIA.COM : Berbagai informasi mengenai kesehatan mental semakin marak bertebaran, namun kita bisa menelan mentah-mentah berbagai penjelasan tersebut di media sosial? Novel Jurang Salak Satu, yang baru saja mendapat penghargaan Juara 2 Kompetisi Menulis Pensi dan meraih status Best Seller dari Teori Kata Publishing, muncul di tengah ramainya distorsi informasi yang terjadi.
“Kita menghadapi realita video tiktok dan reels IG yang rentang waktunya sangat terbatas, dibuat dengan mengambil informasi secara serampangan. Ini berpotensi memunculkan disinformasi dan akhirnya mendorong aksi cap stempel kepada orang lain. Jurang Salak Satu mengungkap fenomena ini dan berusaha menyajikan kriteria yang sesuai dengan panduan diagnosis di PPDGJ III dan DSM V. Walaupun tetap saja ceritanya fiktif dan novel ini tidak boleh digunakan untuk menganalisa apalagi menjudge orang di dunia nyata, “ ungkap Hariadhi penulis novel Jurang Salak Satu di kediamannya, Jakarta, Kamis ( 30/1/25).
Selain itu, novel ini secara halus meluncurkan kritik, mengenai sulitnya akses kesehatan mental bagi para penyandang gangguan ment, dalam bentuk cerita metafora pesawat jatuh, dan sebagian kecil penumpangnya terjebak di kedalaman jurang, tanpa pernah ditemukan oleh Tim SAR.
“Pendekatan fiksi memang yang terbaik, apalagi jika yang kita kritik adalah hal sensitif dan mungkin membuat merah telinga pemimpin dan para ahli. Tapi bagaimanapun, kritik itu dilandasi rasa sayang, karena kita ingin bangsa ini terus berubah jadi lebih baik, “imbuhnya lagi.
Ia menjelaskan, isu kesehatan mental memang menjadi trend baru yang banyak dibahas para content creator dan influencer. Dari ratusan peserta Pensi vol 15 yang diadakan Teori Kata Publishing, ada sekitar 10 yang menyinggung kesehatan mental. Selain saluran untuk bersuara, menulis itu juga sudah banyak diakui menjadi terapi tersendiri bagi para penulis.
“Kita tahu sendiri di Indonesia, perhatian atas kesejahteraan penulis kurang memadai. Sulit bagi mereka untuk mengakses layanan kesehatan mental jika kesejahteraannya saja tidak diperhatikan,“jelas Hariadhi yang telah belasan tahun menjadi Konsultan Komunikasi di bidang pemerintahan dan politik, terutama untuk topik kesehatan.
Dari praktisi kesehatan sendiri, kritik ini diterima dengan positif, “Memang jika kita punya niat positif untuk bekerjasama, harus lapang dada menerima kritik semacam ini, apalagi penyampaiannya juga tidak secara kasar. Cara penulis mengajak kita memahami masalah yang dihadapi penyandang gangguan juga bagus, tidak menggurui. Tapi harus tetap diingat bahwa ini karya fiksi, tidak boleh dijadikan bahan untuk menganalisa gangguan mental di dunia nyata. Hal semacam itu hanya boleh dilakukan oleh psikolog klinis atau psikiater. Penulis sendiri mengakui dan mengingatkan hal seperti itu sejak awal tulisannya,” tanggap Dr dr (Kol) Hisnindarsyah, salah satu penulis buku Psikiatri Matra Laut melalui pernyataan tertulis pada tanggal 30 Januari 2025.
Terkait efek positif menulis bagi kesehatan mental, penulis lainnya yang juga menjadi peserta mengungkap banyak benefit yang didapat dari kegiatan ini, “Saya merasa ruang gerak saya lebih luas dan mampu berekspresi. Dari yang awalnya introvert dan tertutup, sekarang jadi lebih mudah bergaul, dikarenakan seringnya berinteraksi dengan sesama peserta,” aku Tiara Ananda Putri, penulis Novel Author X Main Character yang juga ikut serta dalam kompetisi ini.@wn
Baca berita lainnya di Google News Kanalindonesia.com