CIREBON, KANALINDONESIA.COM – Seratusan siswa SMAN 7 Kota Cirebon menggelar aksi protes terhadap pihak sekolah. Mereka kecewa karena diduga sekolah gagal mendaftarkan akun institusi untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2025, sehingga terancam tidak bisa mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi jalur prestasi.
Selain itu, para siswa juga mempersoalkan kewajiban membayar SPP sebesar Rp200.000 per bulan, yang dinilai sebagai pungutan liar karena sekolah negeri seharusnya tidak memungut biaya tersebut. Tak hanya itu, mereka mengeluhkan kewajiban membeli buku Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan harga lebih mahal dibandingkan di toko daring.
Menanggapi protes tersebut, Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, Harry Saputra Gani, menegaskan bahwa pungutan SPP yang dilakukan SMAN 7 Kota Cirebon adalah ilegal.
“Pembayaran SPP di sekolah negeri sudah dihapus oleh pemerintah, sehingga pungutan ini termasuk kategori pungutan liar. Masalah ini harus menjadi perhatian serius Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah X Provinsi Jawa Barat,” tegas Harry, Senin (3/2/2025).
Terkait kewajiban membeli LKS, politisi Partai NasDem ini mengaku masih akan mencari kejelasan aturan yang berlaku.
“Soal pembelian LKS, saya belum tahu apakah ada kerja sama antara pihak sekolah dan komite sekolah. Saya akan tanyakan langsung kepada siswa untuk memastikan kebenarannya,” ujarnya.
Selain dugaan pungutan liar, Harry juga menyoroti pemotongan dana bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) yang seharusnya diterima langsung oleh siswa dan orang tua.
“Dana PIP wajib disalurkan langsung kepada siswa untuk kebutuhan sehari-hari, bukan untuk membiayai sekolah. Jika ada pemotongan oleh pihak sekolah, ini termasuk pungutan liar dan jelas ilegal,” tegasnya.
DPRD Kota Cirebon berencana memanggil pihak KCD Pendidikan Wilayah X Provinsi Jawa Barat dan SMAN 7 Kota Cirebon guna meminta klarifikasi terkait permasalahan ini.
“Kami akan meminta kesepakatan dari para ketua fraksi untuk menjadwalkan pemanggilan pihak KCD dan SMAN 7 Kota Cirebon guna membahas masalah ini secara tuntas,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik, terutama para orang tua yang menginginkan transparansi dan kejelasan atas kebijakan sekolah yang dinilai merugikan siswa.
Baca berita lainnya di Google News Kanalindonesia.com