Dana PIP di SMAN 7 Kota Cirebon Diduga Dipotong, Praktisi Hukum Soroti Hal ini

CIREBON, KANALINDONESIA.COM – Dugaan pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di SMAN 7 Kota Cirebon semakin mendapat sorotan. Praktisi hukum Kota Cirebon, Furqon Nurzaman, menegaskan bahwa jika praktik ini terbukti melanggar aturan, maka berpotensi masuk dalam tindak pidana korupsi (Tipikor).
“Dari sisi hukum, kita bicara fakta. Pemotongan itu harus dilihat dari siapa yang melakukan dan bagaimana mekanismenya,” ujar Furqon, Sabtu (15/2/2025).
Ia menjelaskan bahwa penerima PIP ditetapkan melalui tiga jalur, yakni usulan dari Dinas Pendidikan (provinsi, kabupaten, atau kota), pemangku kepentingan, serta hasil aktivasi surat keputusan nominasi. Namun, dana bantuan ini bersifat pribadi dan seharusnya langsung diterima oleh peserta didik tanpa potongan apa pun.
Menurut Furqon, jika terjadi kesepakatan antara orang tua murid dan pihak pengusul, misalnya dari partai politik, maka keduanya bisa dikategorikan turut serta dalam tindak pidana.
“Dana PIP ini diperuntukkan murni untuk operasional pendidikan. Jika ada pemotongan dengan alasan apa pun, itu bisa dianggap penyalahgunaan,” tegasnya.
Furqon mencontohkan kasus di Serang, Banten, di mana pelaku pemotongan dana PIP telah divonis bersalah dalam perkara tindak pidana korupsi, terutama jika melibatkan aparatur sipil negara (ASN). Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya mengusut tuntas pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan kasus di Cirebon.
“Kalau memang ada kesepakatan di awal terkait pemotongan dana, orang tua murid juga harus bertanggung jawab. Tidak bisa hanya menyalahkan satu pihak,” tambahnya.
Selain itu, Furqon menyoroti lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan program PIP. Ia menilai bahwa pengusul dari pemangku kepentingan sering kali tidak bekerja maksimal, sehingga membuka celah terjadinya pemotongan dengan dalih ‘ucapan terima kasih’.
“Idealnya, tidak boleh ada pemotongan. Dana ini sudah dialokasikan khusus untuk pendidikan. Jika digunakan untuk kepentingan lain, itu jelas bentuk penyalahgunaan,” tegasnya lagi.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa penerima PIP harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, seperti berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin, anak yatim piatu, berpotensi putus sekolah, korban bencana, atau anak dari orang tua yang sedang menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan.
“Jika ada penerima yang tidak memenuhi kualifikasi tetapi tetap diusulkan, itu juga bentuk penyalahgunaan yang harus diusut tuntas. Dampaknya bisa sangat besar,” pungkasnya.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik, dan berbagai pihak mendesak agar dilakukan investigasi lebih lanjut guna memastikan transparansi serta keadilan dalam penyaluran dana bantuan pendidikan.