Harga Pupuk Non Subsisdi Tak Terkendali, KP3 ?
PONOROGO, KANALINDONESIA.COM: Petani jagung, petani padi dan petani tebu di Kabupaten Ponoroga mengeluhkan tak terkendalinnya harga pupuk non subsisdi disaat memasuki musim tanam tahun ini.
Harga pupuk yang melejit hingga 150% sejak Bulan Oktober lalu membuat petani pemakai pupuk non subsidi kebingungan. Petani pemakai pupuk non subsidi ini sangat dilematis, mau meneruskan tanaman mereka, harga pupuk tak terjangkau dan merugi, namun jika tidak diteruskan kerugian semakin dalam.
Hal tersebut disampaikan Karman salah satu petani jagung di Desa Sraten, Kecamatan Jenangan, Rabu ( 08/12/2021).
Menurut Karman, harusnya pemerintah itu hadir memantau dan mengendalikan harga pupuk baik non subsidi maupun bersubsidi. Karena pupuk adalah kebutuhan pokok petani sehingga apapun keadaannya petani pasti terpaksa membelinya.
Dengan hadirnya pemerintah yang ikut mengawasi, jangan sampai ada monopoli dan permainan harga oleh pihak tertentu.
“Semua petani menjerit subsidi tidak dapat, disuruh beli non subsidi setelah beli non subsidi harganya menggila saat panen harganya jatuh. Jadi petani itu kerjanya hanya kerjabakti saja. Kalau seperti ini, kami petani hanya tempat untuk permainan saja mereka-mereka yang diatas ,“terang Karman.
Hal Senada juga disampaikan petani tebu Desa Panjeng Kecamatan Jenangan. Hanif belum tahu, apakah tanaman tebunnya bisa dilakukan pemupukan kedua ataukah tidak. Karena harga pupuk non subsidi menggila seperti tak terkendali.
Sejak bulan Oktober kemarin terus terjadi kenaikan sampai saat ini masih terjadi kenaikan. Pupuk urea non subsidi 5 kg dulu harganya Rp35.000,- sekarang harganya ada yang Rp45.000,- ada yang jual Rp50.000,-. Sedangkan pupuk Za dulu hargannya Rp160.000 per 50 kg sekarang Rp300.000,- lebih.
“Untuk pupuk kedua belum tahu kuat beli apa tidak. Wong pemupukan yang pertama kemarin saja kita beli pupuk abal-abal emboh ndak tahu kwalitasnya. Saya berharap pemerintah tanggaplah katanya ada komisi pengawasan pupuk dan pestisida atau KP3, apakah mereka tidur, “terang Hanif.
Lebih lanjut dikatakan Hanif,”kami meminta kepada pemerintah peka terhadap realita di lapangan. Jika kenaikan pupuk bersubsidi wajar tidak ada masalah. Tapi yang dirasakan saat ini kenaikan pupuk itu sudah tidak wajar. Karena harga Rp160 ribu per zak naik menjadi Rp300 ribu hingga Rp400 ribu itu sudah tidak wajar. Itu ada indikasi permainan, korbannya adalah petani lagi. Dan lagi-lagi petani,”imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Pengawasan Pupuk Dan Pestisida (KP3) Kabupaten Ponorogo Sekdakab Agus Pramono ketika dikonfirmasi terkait melambungnya harga pupuk non subsidi ini menyatakan pihaknya bersama bupati sudah merumuskan sebuah kebijakan . Yaitu akan memberikan program pembelian pupuk melalui sistim yarnen (bayar habis panen) lewat Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
“ Kita sudah merapatkan dengan Dinas Pertanian, Bumdes dan produsen pupuk untuk menyediakan pupuk melalui Bumdes, nanti sistemnya pinjaman yang dikembalikan 3-4 bulan. Harganya lebih murah dibawah harga pasaran, “kata Agus Pramono. (KI-13)