JAKARTA, KANALINDONEASIA.COM: Untuk menekan jumlah kasus kekerasan kepada anak-anak, Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Chatarina Muliana menyatakan kanal pelaporan yang efektif dari daerah menjadi faktor penting untuk mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai negara yang ramah anak.
Pada Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema ‘Negara Hadir Atasi Darurat Kekerasan Anak’, Senin (13/11), dia menilai Kanal pelaporan yang efektif memiliki potensi besar dalam mengatasi permasalahan kekerasan anak. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah rendahnya pemahaman dan keterlibatan dari para stakeholders kunci.
“Dalam konteks ini, perlu adanya peningkatan pemahaman dan partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk guru, orang tua, dan masyarakat secara umum,” tegasnya.
Dalam beberapa kasus, ia menemukan banyak kekerasan kepada anak yang menjadi viral di media sosial. Menurutnya, hal ini dapat terjadi karena beberapa hal. Salah satunya, kanal pelaporan yang kurang efektif dan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
“Kenapa suatu kasus bisa viral? Bisa jadi karena kanal pelaporan macet, atau bisa juga karena korban mungkin tidak tahu, atau tidak percaya ditindaklanjuti,” sebut Chatarina.
Maka dari itu, langkah-langkah konkret perlu diambil untuk mengatasi hambatan tersebut. Pertama dengan melakukan kampanye edukasi yang lebih intensif mengenai keberadaan dan fungsi kanal pelaporan.
“Pendidikan ini harus merata, mencakup tidak hanya kalangan pendidik dan orang tua, tetapi juga masyarakat luas. Dengan pengetahuan yang lebih baik, diharapkan masyarakat dapat lebih proaktif dalam menggunakan kanal pelaporan saat diperlukan,” paparnya.
Menurut Chatarina, guru sebagai agen utama dalam membentuk karakter anak-anak memegang peran penting dalam kesuksesan kanal pelaporan. Oleh karena itu, pelatihan yang berkualitas tinggi perlu diberikan kepada para pendidik.
“Mereka harus dilibatkan dalam pemahaman mendalam tentang cara mengidentifikasi tanda-tanda kekerasan anak dan prosedur pelaporan yang tepat,” sambungnya.
Tidak kalah pentingnya juga peran orang tua dalam menyokong keberhasilan kanal pelaporan. Para orang tua perlu didorong untuk terlibat secara aktif dalam pemantauan keamanan anak-anak mereka dan melaporkan setiap kejadian yang mencurigakan.
Menurutnya, hal ini memerlukan peningkatan kesadaran orang tua tentang pentingnya kanal pelaporan sebagai alat untuk melindungi anak-anak dari potensi risiko kekerasan.
“Peningkatan transparansi dan keterbukaan mengenai proses pelaporan serta jaminan keamanan bagi pelapor adalah langkah penting untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap kanal tersebut,” ucapnya.
Sebelumnya, melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Sekolah pada Agustus 2023, pemerintah telah mendirikan satuan tugas (satgas) di daerah.
Langkah ini diikuti dengan pembentukan tim di setiap sekolah, yang dibantu dengan berbagai bimbingan teknis (bimtek) untuk pelaksanaan yang lebih efektif. Chatarina menyebutkan bahwa saat ini telah terbentuk tim satgas di 27 persen sekolah di seluruh Indonesia.
Hanya saja, ia mengakui bahwa masih ada tantangan agar program ini dapat berjalan maksimal. Terutama pandangan atau stereotipe di berbagai daerah bahwa kekerasan anak merupakan hal wajar bagian dari pendidikan.
“Beberapa masih menganggap kekerasan sebagai bagian dari pendidikan anak, terutama melalui sanksi fisik yang dianggap sebagai metode disiplin,” ucap dia.
Karenanya, ke depan diharapkan kanal pelaporan dapat menjadi alat yang efektif dan efisien dalam mencegah serta menangani kasus kekerasan anak. Masyarakat yang teredukasi dan sadar akan pentingnya peran mereka dalam melaporkan kekerasan anak dapat menjadi garda terdepan dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung perkembangan optimal bagi anak-anak Indonesia. (Rudi_Kanalindonesia.com)
Baca berita lainnya di Google News Kanalindonesia.com