Kaleidoskop Kepribadian: Mengurai Misteri Mikroekspresi Hati

- Editor

Rabu, 22 November 2023 - 07:26 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Dr. H. Ahyar Wahyudi, S.Kep.Ns, M.Kep, FISQua, FRSPH, FIHFAA

Dalam kontemplasi atas karya “The Personality Influence Factors of Ecological Microexpressions Recognition and Natural Exposure Training Effect: Openness, Depression, and Gender”, kita diajak merenungkan labirin kompleksitas emosi manusia. Keterbukaan, depresi, dan gender—faktor-faktor yang menurut penelitian ini mempengaruhi kemampuan kita mengenali ekspresi emosi halus—merupakan lensa yang melalui mana kita memandang dan menafsirkan isyarat sosial sehari-hari.

Keterbukaan, dianggap sebagai pintu menuju pemahaman emosi yang lebih luas, menggambarkan kecenderungan untuk menerima pengalaman baru dan kompleksitas emosi dengan lebih mudah. Seperti air yang mengalir, keterbukaan membawa kemampuan adaptasi dan pemahaman yang lebih dalam terhadap nuansa emosi orang lain. Sebaliknya, depresi, seperti kabut tebal, bisa membatasi pandangan kita, membuat kita terjebak dalam persepsi emosi yang lebih negatif, menunjukkan bahwa kesehatan mental kita memainkan peran penting dalam bagaimana kita berinteraksi dengan dunia di sekitar kita.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Gender, seringkali dilihat sebagai pemisah, dalam konteks pengenalan mikroekspresi, justru membuka wawasan baru terhadap perbedaan inheren dalam cara pria dan wanita memproses dan memahami emosi. Ini menantang pandangan tradisional dan mendorong kita untuk merenungkan bagaimana konstruksi sosial dan biologis berinteraksi dalam pembentukan persepsi emosi.

Kita hidup di dunia yang seringkali menuntut kita untuk mengenali dan merespon emosi dengan cepat dan akurat—dari dunia kerja hingga hubungan pribadi kita. Namun, artikel ini mengingatkan kita bahwa pengenalan emosi tidak terlepas dari keberagaman pengalaman manusia. Setiap individu, melalui prisma kepribadian dan pengalaman mereka, menghadirkan interpretasi unik terhadap emosi yang ditampilkan orang lain.

Seperti petani yang memahami bahwa setiap jenis tanah memerlukan pendekatan yang berbeda untuk bercocok tanam, kita pun diajak untuk memahami bahwa setiap individu membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam komunikasi emosional. Pemahaman ini mendorong kita untuk menjadi lebih empatik dan sabar dalam interaksi kita dengan orang lain.

Dengan memperluas wawasan kita tentang bagaimana faktor-faktor kepribadian mempengaruhi interpretasi emosi, kita mungkin menemukan jalan baru untuk menyembuhkan dan menghubungkan. Sebagaimana petuah yang mengatakan bahwa “dalam kelemahan terdapat kekuatan”, kita mungkin menemukan bahwa kecenderungan yang sama yang kadang-kadang membatasi kita juga dapat menjadi sumber kekuatan kita dalam berempati dan berhubungan dengan orang lain.

Pada akhirnya, memahami emosi—baik dalam diri kita sendiri maupun orang lain—adalah sebuah perjalanan tanpa akhir. Seperti halnya setiap perjalanan, ada keindahan yang ditemukan bukan hanya dalam tujuan, tetapi juga dalam setiap langkah yang kita ambil. Dan mungkin, dengan mengakui keragaman cara kita mengalami dan mengekspresikan emosi, kita bisa membangun dunia yang lebih inklusif dan penuh pengertian, di mana setiap orang dihargai dan dipahami, tidak hanya untuk apa yang tampak di permukaan, tetapi juga untuk kedalaman yang mereka miliki (Referensi: Ming Yin, Jianxin Zhang, Dianzhi Liu, Yuan Zhao. (2020). The Personality Influence Factors of Ecological Microexpressions Recognition and Natural Exposure Training Effect: Openness, Depression and Gender. Psychology and Behavioral Sciences, 9(4), 37-43.

Penulis adalah Surveyor LAFKI

Berita Terkait

Sinergitas Dalam Transformasi Digital Melalui Satu Data Indonesia
Perhatian dan Perlindungan Terhadap Pekerja Pers Patut Mendapat Jaminan Pemerintah
Menilik Unsur Pidana UU TPKS Kasus Ketua KPU yang Dipecat DKPP, “Kau yang Berjanji, Kau yang Mengingkari”
Ziarah untuk Para Wartawan yang Dibunuh dan Kisah Rumah Sakit Jiwa
Universalisasi Pesan Agama
Hasrat Ingin Melihat Misteri dari Perayaan 17 Agustus 2024 di IKN
Ponorogo: Tradisi Reog Sebagai Perekat Sosial dan Keberagamaan
Asisten pelukis Bernama Artificial Intelligence akan Melampaui Van Gogh?

Berita Terkait

Selasa, 23 Juli 2024 - 01:27 WIB

Sinergitas Dalam Transformasi Digital Melalui Satu Data Indonesia

Selasa, 9 Juli 2024 - 12:07 WIB

Perhatian dan Perlindungan Terhadap Pekerja Pers Patut Mendapat Jaminan Pemerintah

Minggu, 7 Juli 2024 - 22:57 WIB

Menilik Unsur Pidana UU TPKS Kasus Ketua KPU yang Dipecat DKPP, “Kau yang Berjanji, Kau yang Mengingkari”

Minggu, 7 Juli 2024 - 10:18 WIB

Ziarah untuk Para Wartawan yang Dibunuh dan Kisah Rumah Sakit Jiwa

Minggu, 16 Juni 2024 - 22:14 WIB

Universalisasi Pesan Agama

Minggu, 16 Juni 2024 - 05:35 WIB

Hasrat Ingin Melihat Misteri dari Perayaan 17 Agustus 2024 di IKN

Selasa, 11 Juni 2024 - 10:37 WIB

Ponorogo: Tradisi Reog Sebagai Perekat Sosial dan Keberagamaan

Kamis, 6 Juni 2024 - 12:15 WIB

Asisten pelukis Bernama Artificial Intelligence akan Melampaui Van Gogh?

KANAL TERKINI