SURABAYA, KANALINDONESIA.COM: Terdakwa Fathur Rohman (40) kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan agenda keterangan saksi. Pria warga Jalan Kejawan Lor Kenjeran Surabaya diadili atas perkara pencabulan terhadap JZH (13) merupakan keponakannya sendiri.
Pada sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla Rahmawati dari Kejari Tanjung Perak hadirkan dua orang saksi. Dua saksi itu adalah dr. Mustika Chasana Yusy Syarifah, dokter ahli forensik Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Surabaya dan Putra Febrian dari Polres Tanjung Perak Surabaya.
Dijelaskan dalam dakwaan, kejadian terjadi pada tahun 2019 silam, sekitar pukul 11.00 WIB. Saat itu korban JZH masih berusia 9 tahun bermain dengan Elma, anak dari terdakwa Fathur Rohman di rumahnya Jalan Kejawan Lor 4-8 Nomor 81 RT 003 RW 002 Kelurahan Kenjeran, Kecamatan Bulak Surabaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat bermain, Elma pergi untuk buang air besar dan meminta korban JZH untuk mengantar Elma di depan kamar mandi rumahnya. Kemudian terdakwa memanggil korban untuk menghampiri di dalam kamarnya.
Namun saat berada di dalam kamar terdakwa menghalangi dan mencengkram tangan korban serta mengancam akan dipukul dan dibunuh kalau tidak menuruti permintaan terdakwa.
Lalu terdakwa dibaringkan di kasur dan langsung memegang seluruh badan korban lalu mencium leher,memegang oayudarah, dan pantat korban. Kemudian terdakwa memasukkan jarinya ke dalam vagina korban sebanyak 2 kali yang membuat nafsu terdakwa mencapai puncak.
“Karena nafsu memuncak, terdakwa langsung menyalurkan nafsunya dengan menyetubuhi keponakannya,” kata JPU Dilla.
Budiyanto dan Wahyu Ongko selaku tim kuasa hukum terdakwa mengaku ada kejanggalan dari kasus ini. Menurutnya, dari fakta persidangan sangat jauh berbeda dengan dakwaan JPU.
Dari keterangan terdakwa, sampai saat ini tidak mengakui mencabuli korban secara penetrasi seperti di dalam dakwaan. Namun itu hanya sebatas antara paman dan keponakannya dan itu pun bercanda.
“Memang kalau bercanda bisa pegang bokong (pantat) entah apa, seperti itu. Tapi dia (terdakwa) tidak mengakui bila telah memasukkan alat vitalnya ke korban,” kata Budiyanto usai sidang di ruang Garuda 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa,(23/1).
Menurutnya, memang ada kejanggalan-kejanggalan dari saksi dari ibu korban. Bahwa saat ia tanya ibu korban tidak pernah memberikan keterangan kepada penyidik dan hanya datang ke Polres hanya tanda tangan saja.
Informasi dari terdakwa memang kedekatan pihak terdakwa sama korban sama seperti orang tua dan anaknya sendiri.
“Jadi setelah kejadian itu, pihak korban sering main ke rumahnya dan biasanya kalau ada kejadian seperti itu kan biasanya trauma namun si korban sering main ke rumah terdakwa,” ujarnya.
“Kejadiannya kan tahun 2019 dan di visumnya baru kemarin bulan Oktober 2023. Untuk itu, kami perlu tanda tanya terkait dakwaan kepada korban. Sehingga kami akan buktikan di pekan depan menghadirkan saksi meringankan,” imbuhnya.
Menurutnya, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 76 D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang perlindungan Anak Jo Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang. **
Reporter: Ady_kanalindonesia.com