JOMBQNG,NKANALINDONESIA.COM: Agustus, bulan yang selalu dipenuhi semangat kemerdekaan, menjadi momen istimewa bagi Inayah Wahid, putri Gus Dur, untuk mengajak generasi muda Indonesia kembali menelusuri jejak sejarah. Ajakan ini bukan sekadar untuk mengingat masa lalu, melainkan untuk merenungi peran penting para ulama dalam perjuangan bangsa.
Salah satu caranya adalah dengan berkunjung ke Museum Islam Nusantara KH Hasyim Asy’ari (Minha). Dalam sebuah kesempatan saat ditemui sejumlah jurnalis di Minha, Inayah berbagi pandangannya mengenai pentingnya memahami sejarah Islam di Indonesia.
Kegiatan ini juga bersamaan dengan Konferensi Pemikiran Islam Indonesia yang mengusung tema kemerdekaan dan hari lahir Gus Dur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini bukan sekadar ajakan untuk datang ke museum. Lebih dari itu, ini adalah ajakan untuk mengenal lebih dalam apa yang ada di dalamnya. Kami ingin masyarakat, terutama generasi muda, memahami peran para tokoh Islam seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, Gus Dur, dan lainnya dalam membangun Indonesia,” ungkap Inayah.
Inayah menekankan bahwa dengan mengetahui sejarah pemikiran para ulama ini, kita bisa memahami bahwa kemerdekaan Indonesia bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja.
“Dengan memahami peran tokoh-tokoh ini, kita bisa lebih mengerti mengapa Indonesia memilih menjadi negara demokrasi, bukan negara Islam, misalnya. Ini salah satu topik yang akan kami bahas di konferensi,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan bahwa sejarah ini tidak hanya relevan untuk masa lalu, tetapi juga untuk masa kini. “Setelah kita paham sejarahnya, pertanyaannya adalah, kita sebagai manusia yang hidup di tahun 2024 ini, mau apa? Apa yang bisa kita lakukan ke depannya? Itu yang ingin kami tekankan,” tutur Inayah.
Ketika ditanya tentang relevansi pemikiran Gus Dur dalam demokrasi Indonesia saat ini, Inayah menegaskan bahwa pemikiran ayahnya masih sangat berpengaruh.
“Hampir semuanya masih relevan, bahkan mungkin semuanya masih relevan dengan kondisi demokrasi hari ini. Seperti yang kita tahu, Gus Dur sudah membicarakan hal-hal ini sejak tahun 80-an, 90-an,” jelasnya.
Inayah juga mengkritisi kondisi demokrasi Indonesia yang dinilai masih perlu dipertanyakan. “Gus Dur pernah menyebut tentang ‘demokrasi seolah-olah’. Demokrasi kita ini seolah-olah demokratis, tapi apakah benar-benar demokratis? Kalau benar, mengapa masih banyak demonstrasi?” tegasnya.
Menambahkan pandangan Inayah, Puspanto, perwakilan dari Galeri Museum dan Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, menyampaikan bahwa pemikiran para ulama pada masa perjuangan perlu terus diperbarui dan disosialisasikan.
“Peran pemikiran ulama perlu kita update agar generasi muda paham, karena era akan selalu berubah-ubah,” ujar Puspanto.
Menurutnya, fungsi museum Minha tidak hanya untuk mendokumentasikan, tetapi juga untuk mempresentasikan pemikiran-pemikiran tersebut.
“Kita perlu memperbarui segala bentuk kekurangannya, agar generasi penerus bisa memanfaatkannya. Jika ada kekurangan, mari kita diskusikan bersama,” tutupnya.
Perlu diketahui bahwa dengan mengunjungi Minha, bukan sekadar napak tilas sejarah saja. Melainkan juga menjadi langkah untuk memahami dan merawat warisan pemikiran Islam Nusantara yang telah ikut membangun bangsa.(Fz)
Baca berita lainnya di Google News Kanalindonesia.com