CIREBON, KANALINDONESIA.COM – Ribuan warga dari berbagai wilayah di Jawa Barat berkumpul di Keraton Kasepuhan Cirebon pada Senin malam (17/9/2024) untuk menyaksikan prosesi megah Pelal Agung Panjang Jimat, sebuah tradisi tahunan yang diselenggarakan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 Hijriah.
Upacara ini memiliki nilai spiritual yang mendalam dan menjadi warisan budaya yang dilestarikan sejak zaman Syekh Sunan Gunung Jati, tokoh bersejarah penyebar Islam di tanah Jawa.
Tradisi sakral ini selalu dinanti-nantikan oleh masyarakat karena memiliki makna filosofis yang berhubungan dengan nilai-nilai kehidupan sehari-hari. Pelal Agung Panjang Jimat menjadi puncak dari serangkaian perayaan Maulid Nabi di Keraton Kasepuhan, dan antusiasme masyarakat tampak jelas dari ribuan pengunjung yang memadati halaman keraton demi menyaksikan langsung keagungan tradisi ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Prosesi dimulai dengan pawai alegoris yang dipimpin oleh Patih Sepuh bersama para abdi dalem Keraton Kasepuhan. Pawai ini menggambarkan suasana persiapan kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang diyakini sebagai momen keajaiban besar bagi umat Islam.
“Pelal Ageng” merujuk pada malam penuh berkah, yaitu malam kelahiran Nabi, sementara “Panjang” mengacu pada piring pusaka berbentuk bundar besar yang konon berasal dari seorang pertapa suci, Sanghyang Bango. “Jimat” merujuk pada nasi khusus yang diolah dengan penuh kesakralan, setiap butir beras dikupas sambil melantunkan selawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Piring Panjang Jimat tersebut kemudian dibawa oleh para abdi dalem menuju Langgar Alit, tempat pembacaan Kitab Barzanji. Sebelum itu, prosesi diawali dengan doa tawassul di Bangsal Prabayaksa, dipimpin langsung oleh Patih Sepuh PRA Goemelar Soeryadiningrat yang mengenakan jubah khusus. Beliau kemudian memimpin iring-iringan menuju Langgar Alit di dalam kompleks keraton.
Dalam sambutannya, Patih Sepuh PRA Goemelar Soeryadiningrat menekankan bahwa Pelal Agung Panjang Jimat adalah warisan leluhur yang terus dijaga oleh keluarga Keraton. Tradisi ini, katanya, tidak hanya memiliki nilai sejarah, tetapi juga menyampaikan pesan penting, terutama tentang tanggung jawab seorang pemimpin dalam melindungi dan menyejahterakan masyarakatnya.
“Seorang pemimpin harus mampu melindungi dan menyejahterakan masyarakatnya,” ujar Goemelar dalam pesannya.
Tradisi ini tidak sekadar menjadi sebuah seremoni, tetapi mengandung makna mendalam tentang keteladanan Nabi Muhammad SAW yang diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi semua umat Islam, khususnya bagi para pemimpin, dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka.
Baca berita lainnya di Google News Kanalindonesia.com