JEMBER, KANALINDONESIA.COM: Wacana revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) oleh Komisi III DPR RI menjadi perhatian sejumlah pihak, termasuk akademisi dan praktisi hukum. Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jember, Eddy Mulyono, S.H., M.Hum., berpendapat bahwa sumber hukum utama pada Undang-Undang R-KUHAP adalah UU No. 12 Tahun 2011, dari perspektif hukum tata negara, yang telah mengalami dua kali perubahan.
Dalam undang-undang tersebut, telah ditegaskan bahwa pembentukan perundang-undangan harus melalui lima tahapan, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan perundangan. Hal ini dijelaskan dalam acara talk show bertema, ”R-KUHAP: Kolaborasi atau Kompetisi Antar Penegak Hukum?” yang diselenggarakan oleh salah satu radio ternama di Kabupaten Jember (30/01/2025).
Lebih lanjut, Eddy Mulyono menyebutkan, dalam tahapan penyusunan, berdasarkan data Program Legislasi Nasional (Prolegnas), terdapat 176 RUU, di mana 41 RUU di antaranya merupakan Prolegnas prioritas.
“Jika saya perinci secara kontekstual dalam pembahasan R-KUHAP ini, kita perlu melihat bagaimana revisi ini berkontribusi dalam memperkuat sistem hukum dan penegakan keadilan di Indonesia,” jelasnya.
Eddy Mulyono juga menyoroti pentingnya kolaborasi antarpenegak hukum dalam implementasi R-KUHAP.
“Dalam sistem hukum yang ideal, kolaborasi antara aparat penegak hukum menjadi kunci utama. Namun, jika revisi KUHAP ini justru menimbulkan persaingan atau kompetisi tidak sehat, maka perlu dikaji ulang agar revisi ini tidak berdampak negatif terhadap proses peradilan,” tambahnya.
Ia menegaskan, aspek hukum tata negara harus menjadi pedoman utama dalam pembentukan dan implementasi R-KUHAP agar dapat berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusionalisme.
“Sistem peradilan yang efektif harus didukung dengan peraturan yang jelas dan tegas, namun tetap memberikan ruang bagi kolaborasi antar lembaga hukum,” pungkasnya.
Dengan adanya pembahasan mengenai revisi KUHAP ini, diharapkan para pemangku kebijakan dapat mempertimbangkan berbagai masukan dari akademisi, praktisi hukum, serta masyarakat agar revisi ini dapat mencerminkan kebutuhan hukum yang lebih baik di masa mendatang. (Bowo)
Baca berita lainnya di Google News Kanalindonesia.com