Surveior Akreditasi dan Keselamatan Pasien:  World Patient Safety Day 2023

WINARKO 09 Sep 2023 Opini
Surveior Akreditasi dan Keselamatan Pasien:  World Patient Safety Day 2023

Oleh  H. Ahyar Wahyudi, S.Kep.Ns.,M.Kep.,FIHFAA, FISQua, FRSPH dan Kolonel Laut Dr. dr. Hisnindarsyah, MSc, MH, C.FEM, FISQua, FRSPH . Penulis adalah  anggota dari LAFKI surveyor

I. Pendahuluan

Dalam konteks Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023, tema “Engaging patients for patient safety” menekankan peran penting pasien dalam meningkatkan keselamatan dalam pelayanan kesehatan. Dengan menerapkan konsep Shared Decision Making (SDM), pasien dan klinisi bekerja sama dalam pengambilan keputusan perawatan. Ini menciptakan keterlibatan pasien yang positif dan menghasilkan keputusan yang lebih baik, meningkatkan kepuasan pasien, dan menciptakan lingkungan perawatan yang lebih baik.

Dalam teori manajemen kualitas total (TQM) yang dicetuskan oleh W. Edwards Deming, kualitas layanan dan produk diperoleh melalui evaluasi dan perbaikan berkelanjutan. Surveior Akreditasi, dalam konteks manajemen kesehatan, berfungsi sebagai wujud penerapan prinsip-prinsip TQM ini. Mereka tidak hanya memastikan bahwa fasilitas kesehatan seperti pusat kesehatan dan rumah sakit kecil mematuhi standar keselamatan pasien yang tinggi, tetapi juga berfungsi sebagai agen perubahan. Dengan memberikan rekomendasi perbaikan berdasarkan pengawasan mereka, Surveior Akreditasi memastikan bahwa proses perbaikan berkelanjutan terjadi, sejalan dengan prinsip-prinsip TQM yang menekankan pentingnya feedback dan perbaikan berkelanjutan untuk mencapai kualitas pelayanan tertinggi.

Berdasarkan konsep Donabedian, seorang ahli dalam evaluasi kualitas layanan kesehatan, kualitas perawatan dapat didefinisikan melalui tiga dimensi: struktur, proses, dan hasil. Kolaborasi antara pasien yang aktif terlibat dalam perawatan mereka dengan Surveior Akreditasi mencerminkan dimensi ‘proses’ dari konsep tersebut. Pasien yang proaktif dan terlibat dalam perawatan mereka memastikan bahwa proses perawatan diterapkan dengan benar dan sesuai kebutuhan, sementara Surveior Akreditasi memastikan bahwa standar dan prosedur yang sesuai diterapkan. Bersama-sama, keduanya bekerja untuk menciptakan lingkungan perawatan yang lebih aman dan berkualitas, dengan hasil yang mencerminkan peningkatan keselamatan dan kepuasan pasien. Dengan keterlibatan pasien dan rekomendasi dari Surveior Akreditasi, kita melihat komitmen bersama dalam mencapai hasil yang optimal dalam pelayanan kesehatan.

Berdasarkan konsep pemangku kepentingan yang diuraikan dalam tata kelola organisasi, suatu pendekatan yang menekankan keterlibatan berbagai entitas dalam pembuatan keputusan, WHO memandang pasien, keluarga, dan komunitas sebagai elemen kritis dalam tata kelola kesehatan yang efektif. Pasien, yang berada di garis depan penerima manfaat layanan kesehatan, bukan hanya seharusnya menjadi sasaran perawatan, tetapi juga aktor aktif dalam perumusan kebijakan dan pelaksanaan perawatan. Melalui keterlibatan aktif dalam platform komunikasi, mereka diberi kesempatan untuk menyuarakan aspirasi, kekhawatiran, dan harapan mereka, memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil dalam dunia medis benar-benar mencerminkan kebutuhan dan preferensi mereka. Dengan demikian, dengan mengintegrasikan pendekatan pemangku kepentingan ini, WHO memastikan bahwa kebijakan kesehatan yang dihasilkan lebih inklusif, holistik, dan sesuai dengan kepentingan pasien.

Dalam konteks Swiss Cheese Model, pandangan pasien dan keluarganya menjadi lapisan tambahan dalam mendeteksi dan mencegah kesalahan dalam sistem kesehatan. Pasien dan keluarga, dengan pemahaman pribadi mereka tentang kondisi medis, dapat mengidentifikasi potensi risiko yang mungkin terlewatkan oleh profesional medis. Dengan melibatkan pasien sebagai mitra aktif dalam keselamatan pasien, fasilitas kesehatan dapat merancang strategi keselamatan yang lebih holistik.

Dalam model manajemen kualitas yang ditekankan oleh Dr. W. Edwards Deming, sebuah pendekatan sistematis dalam meningkatkan kualitas adalah krusial. Surveior Akreditasi memainkan peran inti dalam pendekatan ini, dengan melakukan audit komprehensif pada berbagai aspek perawatan pasien, serta memberikan rekomendasi tindakan perbaikan. Mereka menjadi katalis untuk transformasi berkelanjutan dalam peningkatan keselamatan pasien. Di sisi lain, Dr. Deming juga menekankan pentingnya mendengar suara pelanggan – dalam kasus ini, pasien. Keterlibatan aktif pasien, yang menjadi refleksi dari prinsip ini, memastikan bahwa perawatan kesehatan memenuhi kebutuhan dan harapan mereka. Fasilitas pelayanan kesehatan, dengan bantuan Surveior Akreditasi, kini mengintegrasikan mekanisme keterlibatan pasien ke dalam proses akreditasi mereka, memastikan bahwa mereka mendekati keselamatan pasien dengan pendekatan yang holistik dan berorientasi pada pasien.

Dengan memadukan kedua elemen kunci ini, kita mendapati sebuah model keselamatan pasien yang kokoh. Pasien, dengan perspektif unik mereka, menjadi bagian integral dari siklus peningkatan kualitas, membawa pandangan “pasien-pertama” yang sangat dibutuhkan. Sejalan dengan itu, Surveior Akreditasi memastikan bahwa standar keselamatan dan kualitas dipatuhi secara konsisten oleh fasilitas kesehatan. Kolaborasi antara kedua pihak ini menciptakan lingkungan yang mendukung perubahan positif, menggabungkan keahlian profesional dengan pengalaman pasien untuk mencapai keselamatan perawatan kesehatan yang optimal.

II. Latar Belakang

A. Pentingnya Akreditasi dalam Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan memegang peranan krusial dalam menjamin kesejahteraan masyarakat, sebuah pandangan yang didukung oleh teori Donabedian tentang kualitas pelayanan kesehatan yang membagi evaluasi kualitas menjadi tiga komponen: struktur, proses, dan hasil. Dalam konteks ini, akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan tidak hanya memastikan bahwa infrastruktur dan personil medis memenuhi standar yang telah ditetapkan (struktur), tetapi juga mempengaruhi bagaimana pelayanan diberikan (proses) serta dampaknya terhadap kepuasan dan hasil kesehatan pasien (hasil). Akreditasi membantu dalam penciptaan sebuah ekosistem pelayanan kesehatan yang holistik, di mana kebutuhan medis individu terpenuhi, keselamatan pasien terjaga, dan hasil kesehatan yang optimal dapat dicapai. Dengan ini, akreditasi berfungsi sebagai elemen integral dalam usaha global untuk mencapai standar pelayanan kesehatan yang tinggi, sejalan dengan prinsip-prinsip yang diusung oleh teori Donabedian.

1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

Donabedian, seorang pakar kesehatan terkemuka, memaparkan konsep kualitas perawatan kesehatan yang mencakup tiga dimensi: struktur, proses, dan hasil. Dalam konteks Puskesmas dan klinik, sebagai garda terdepan dalam sistem perawatan kesehatan, akreditasi menjadi instrumen untuk mengevaluasi ketiga dimensi tersebut. Menurut pendekatan Donabedian, evaluasi independen melalui akreditasi tidak hanya fokus pada aspek administratif dan medis (struktur dan proses), tetapi juga pada hasil yang dicapai, seperti kepatuhan terhadap pedoman klinis dan keselamatan pasien. Dalam memperingati Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023, pengakuan terhadap kepentingan akreditasi di tingkat awal perawatan semakin meningkat. Dengan melibatkan pasien dalam proses akreditasi, kita menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Ini memungkinkan pasien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif, memberikan umpan balik langsung tentang pengalaman mereka, sehingga memastikan perawatan kesehatan yang tidak hanya berkualitas, tetapi juga aman dan sesuai standar.

2. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut

Dalam konteks perawatan kesehatan, akreditasi rumah sakit mewujudkan aplikasi praktis dari Teori Sistem Kualitas yang diungkapkan oleh ahli seperti W. Edwards Deming. Menurut teori ini, penerapan kontrol kualitas dalam berbagai aspek operasional bisa menghasilkan layanan yang lebih efisien dan efektif. Akreditasi rumah sakit adalah proses komprehensif yang mengintegrasikan evaluasi pada berbagai lini, termasuk manajemen risiko, prosedur operasi, layanan klinis, dan infrastruktur. Tujuannya adalah untuk memastikan kepatuhan terhadap pedoman keselamatan pasien dan menurunkan risiko kesalahan medis. Selain itu, karena rumah sakit seringkali menjadi pusat rujukan medis dengan volume pasien yang tinggi dan kasus-kasus yang lebih kompleks dibandingkan puskesmas atau klinik, dampak positif dari akreditasi ini tidak hanya dirasakan oleh pasien perorangan tetapi juga menguntungkan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, akreditasi dalam konteks ini bukan sekadar tanda kualitas tetapi juga sebuah mekanisme yang secara substansial meningkatkan kesejahteraan kesehatan masyarakat.

Akreditasi dalam fasilitas pelayanan kesehatan, mulai dari tingkat pertama seperti puskesmas dan klinik hingga tingkat lanjut seperti rumah sakit, adalah instrumen krusial dalam membangun sistem perawatan yang berkualitas, aman, dan sesuai standar. Ini sejalan dengan teori “Patient-Centered Care,” yang mengemukakan bahwa pasien harus menjadi mitra aktif dalam perawatan kesehatan mereka sendiri. Dalam konteks Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023 dengan tema “Mengajak Pasien untuk Keselamatan Pasien,” akreditasi tidak hanya memastikan bahwa fasilitas kesehatan memenuhi kriteria yang ditetapkan, tetapi juga membuka peluang bagi pasien untuk berpartisipasi secara lebih aktif dalam proses evaluasi dan perawatan. Dengan melibatkan pasien sebagai anggota tim perawatan kesehatan yang penting, akreditasi meningkatkan kepercayaan dan keamanan pasien, yang pada gilirannya menghasilkan kualitas perawatan yang lebih tinggi dan mencapai tujuan keselamatan pasien global yang menjadi fokus Hari Keselamatan Pasien Dunia.

B. Tantangan dalam Keselamatan Pasien sebelum Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023

Peringatan Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023, yang menekankan tema “Engaging patients for patient safety,” melalui lensa teori “Sistem Keselamatan Pasien” dari Dr. James Reason. Dr. Reason berpendapat bahwa keselamatan pasien tidak hanya adalah tanggung jawab individu tetapi juga merupakan hasil dari interaksi kompleks antara manusia, teknologi, dan sistem organisasi. Dalam konteks global yang semakin meningkatkan kesadaran akan keselamatan pasien sebagai isu krusial dalam kesehatan global, fokus pada pelibatan pasien membawa perubahan paradigma. Sebagai bukan hanya penerima layanan, pasien juga dianggap sebagai bagian dari sistem keselamatan itu sendiri, menawarkan perspektif dan informasi yang dapat membantu dalam identifikasi dan mitigasi risiko. Namun, untuk mencapai tingkat keselamatan yang optimal, industri kesehatan perlu mengatasi berbagai tantangan, termasuk resistensi budaya terhadap perubahan, batasan teknologi, dan ketidakseimbangan informasi antara penyedia layanan dan pasien. Oleh karena itu, menjelang peringatan Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023, penting untuk menerapkan pendekatan sistemik dalam mengatasi tantangan ini, memastikan bahwa pasien tidak hanya terlibat tetapi juga dididik dan diberdayakan untuk berpartisipasi aktif dalam keselamatan mereka sendiri.

Dalam konteks tantangan yang dihadapi oleh sistem pelayanan kesehatan, dua isu penting yang muncul adalah ketidaksetaraan akses dan kurangnya partisipasi pasien dalam proses perawatan. Kedua isu ini sejalan dengan teori “Healthcare Disparities” dari David R. Williams, yang menyatakan bahwa perbedaan sosioekonomi dan geografis bisa menciptakan disparitas dalam kualitas dan akses pelayanan kesehatan. Tidak hanya mengakibatkan perbedaan dalam tingkat keselamatan pasien antar wilayah, disparitas ini juga menimbulkan ketidakadilan dalam distribusi sumber daya medis seperti fasilitas, personel, dan teknologi. Selain itu, kurangnya partisipasi pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan perawatan merujuk pada model “Paternalistic Care,” di mana keputusan medis cenderung diambil oleh para profesional medis tanpa keterlibatan pasien. Ini menciptakan hambatan dalam penyampaian informasi dan pemahaman pasien mengenai perawatan yang mereka butuhkan. Kedua tantangan ini, jika tidak ditangani, akan terus mempertahankan siklus ketidaksetaraan dan marginalisasi dalam sistem kesehatan.

Kurangnya transparansi dalam sistem kesehatan, seperti yang dinyatakan oleh para ahli, merupakan isu yang mendesak untuk diatasi. Sebelumnya, akses masyarakat umum terhadap informasi tentang keselamatan pasien seringkali terbatas, yang pada gilirannya menghambat kemampuan pasien dan keluarga untuk membuat keputusan perawatan yang berdasarkan bukti. Peringatan Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023 menggarisbawahi bahwa kurangnya komunikasi efektif antara penyedia layanan kesehatan, pasien, dan keluarga adalah salah satu tantangan utama dalam mencapai keselamatan pasien yang optimal. Terkadang, informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan yang cerdas tidak dapat disampaikan dengan efektif, yang dapat mengakibatkan ketidakpastian dan risiko yang tidak perlu. Dalam usaha mengatasi tantangan ini, peringatan ini mendorong peran yang lebih besar bagi pasien, keluarga, dan caregiver dalam proses perawatan kesehatan. Dengan menjadikan mereka sebagai mitra aktif dalam tim perawatan kesehatan, kita dapat bergerak menuju tingkat keselamatan pasien yang lebih tinggi dan sistem kesehatan yang lebih adil. Peringatan  Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023 adalah langkah maju yang penting dalam memahami peran penting pasien dan keluarga dalam keselamatan pasien, serta mengatasi hambatan yang selama ini menghalangi pencapaian keselamatan pasien yang optimal.

III. Surveior Akreditasi sebagai Agen Perubahan

A. Peran dan Tanggung Jawab Surveior Akreditasi

Dalam teori manajemen perubahan Dr. John Kotter, yang terkenal dengan “8 Langkah Perubahan,” dia menekankan pentingnya memiliki agen perubahan untuk memastikan transformasi yang sukses dalam organisasi. Dalam konteks keselamatan pasien, surveior akreditasi muncul sebagai agen perubahan tersebut. Mengacu pada pemikiran Kotter, peran surveior akreditasi dalam memastikan fasilitas kesehatan memenuhi standar akreditasi ketat adalah refleksi dari langkah pertama dalam proses perubahan, yaitu menciptakan rasa urgensi. Kesadaran yang meningkat tentang keselamatan pasien di beberapa dekade terakhir mencerminkan rasa urgensi ini, mendorong transformasi dalam praktik kesehatan, termasuk penerapan sistem akreditasi kesehatan yang lebih ketat.

Berdasarkan teori perubahan John Kotter, Surveior Akreditasi memainkan peran sentral dalam menjamin keselamatan pasien. Sejalan dengan langkah kedua dan ketiga dari teori tersebut, surveior tidak hanya bertindak sebagai pemeriksa tetapi juga sebagai agen perubahan. Mereka membentuk koalisi dengan fasilitas pelayanan kesehatan, mengedepankan pentingnya keselamatan pasien dan menciptakan visi perubahan yang jelas. Dalam prosesnya, surveior membantu fasilitas pelayanan mengidentifikasi celah dalam pelayanan mereka dan memberikan rekomendasi yang sesuai dengan standar akreditasi. Dengan peran ini, surveior mendorong penciptaan kesadaran akan keselamatan pasien, penguatan kebijakan, dan penerapan perubahan yang diperlukan, sehingga memastikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan aman bagi setiap pasien.

Surveior Akreditasi, dalam kapasitas mereka, bertindak sebagai pendidik dan pelopor keselamatan pasien. Mereka memberikan pengetahuan kepada fasilitas pelayanan kesehatan tentang risiko yang dapat mempengaruhi pasien dan pentingnya menerapkan kebijakan keselamatan yang tepat. Lebih lanjut, surveior memastikan bahwa kebijakan tersebut sesuai dengan standar akreditasi, dan jika ditemukan ketidaksesuaian, mereka mendorong adanya perubahan yang relevan. Dengan rekomendasi dan petunjuk yang diberikan, surveior akreditasi memainkan peran kunci dalam memfasilitasi perubahan praktik klinis dan operasional, menjadikan lingkungan kesehatan yang lebih aman bagi pasien.

1. Tanggung Jawab Surveior Akreditasi

Surveior Akreditasi memegang peran strategis dalam memastikan keselamatan pasien berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Seperti yang diungkapkan oleh Dr. Donabedian, seorang pionir dalam evaluasi kualitas pelayanan kesehatan, kualitas layanan dapat dilihat dari struktur, proses, dan hasil. Dalam konteks ini, Surveior Akreditasi fokus pada evaluasi kepatuhan fasilitas kesehatan terhadap standar akreditasi, yang mencerminkan “struktur” dan “proses” yang diterapkan. Ini mencakup aspek kritis seperti praktek klinis, kebersihan, administrasi obat, serta pelaporan dan manajemen risiko. Namun, tanggung jawab mereka tidak berhenti setelah evaluasi. Berdasarkan temuan evaluasi, mereka memberikan rekomendasi yang spesifik untuk meningkatkan keselamatan pasien, memantau pelaksanaan saran tersebut, dan memberikan pendidikan serta pelatihan kepada personel kesehatan. Dalam hal ini, pendidikan dan pelatihan mencerminkan upaya meningkatkan “proses” kualitas pelayanan, sehingga menghasilkan “hasil” yang lebih baik dalam hal keselamatan pasien.

2. Peran Surveior Akreditasi dalam Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023

Dalam konteks teori Diffusion of Innovations oleh Everett Rogers, Surveior Akreditasi berfungsi sebagai “Early Adopters” atau “Opinion Leaders” dalam sistem kesehatan. Mereka memegang peran kunci dalam mendeteksi dan menerapkan inovasi dalam praktik keselamatan pasien, sehingga memainkan peran signifikan dalam mempercepat adopsi praktik-praktik baru yang lebih aman. Di Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023, peran mereka menjadi semakin vital. Mereka tidak hanya berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka untuk menginspirasi komunitas global, tetapi juga membantu mengidentifikasi tren keselamatan yang memerlukan perhatian. Dengan wawasan unik ini, surveior memotivasi kolaborasi antara berbagai stakeholder kesehatan, termasuk fasilitas kesehatan, lembaga akreditasi, dan organisasi kesehatan lainnya, sesuai dengan prinsip-prinsip teori Diffusion of Innovations yang menekankan pentingnya komunikasi dan kolaborasi dalam penyebaran inovasi.

Dengan demikian, Surveior Akreditasi berperan sebagai agen perubahan, sebuah peran yang disebut dalam teori Everett Rogers sebagai crucial dalam proses penyebaran inovasi. Mereka tidak hanya melakukan evaluasi dan penilaian, tetapi juga memfasilitasi perubahan positif dalam sistem kesehatan dengan mendorong adopsi inovasi dan praktik terbaik. Melalui peringatan Keselamatan Pasien Dunia 2023, peran mereka menjadi sangat penting untuk membantu mencapai visi global keselamatan pasien. Melalui berbagai inisiatif dan tanggung jawab ini, surveior akreditasi memiliki potensi besar untuk berkontribusi secara signifikan dalam menciptakan lingkungan kesehatan yang lebih aman, yang pada akhirnya akan memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi pasien di seluruh dunia.

B. Bagaimana Surveior Akreditasi Memengaruhi Kualitas dan Keselamatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pengakuan internasional terhadap pentingnya akreditasi dalam meningkatkan kualitas dan keselamatan dalam pelayanan kesehatan telah memposisikan surveior akreditasi sebagai pionir perubahan dalam industri ini. Sebagai pemimpin perubahan, surveior akreditasi memainkan berbagai peran strategis. Menurut teori kualitas Dr. Deming, peningkatan terus-menerus adalah kunci keberhasilan dalam sistem manapun. Berdasarkan prinsip ini, surveior akreditasi mengawasi dan mengevaluasi keselamatan pasien, meningkatkan standar kualitas, memberikan edukasi dan pelatihan, mendorong inovasi, berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, dan mengukur dampak dari upaya akreditasi. Semua peran ini saling berinteraksi untuk mewujudkan kualitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi dan lebih aman.

Sebagai agen perubahan, surveior akreditasi memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan keselamatan pasien dan memastikan bahwa fasilitas kesehatan mematuhi standar tertinggi. Mereka memimpin dengan contoh, bekerja sama dengan staf medis untuk memahami dan mengimplementasikan praktik terbaik, dan berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan keselarasan tujuan. Dalam konteks ini, mereka berfungsi sebagai jembatan antara teori dan praktik, mengambil konsep-konsep kualitas dari ahli teori seperti Dr. Deming dan menerapkannya dalam konteks kesehatan yang nyata. Hasil akhirnya adalah lingkungan perawatan kesehatan yang terus menerus meningkat, di mana keselamatan pasien selalu menjadi prioritas utama.

IV. Keselamatan Pasien: Pelajaran dari Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023

A. Tinjauan Singkat tentang Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023

Pada Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023, prinsip-prinsip dari “Patient-Centered Care,” yang sering dikaitkan dengan teori oleh Donald Berwick—seorang ahli kesehatan publik dan mantan administrator dari Centers for Medicare and Medicaid Services—mendapat perhatian khusus. Berwick memandang keterlibatan pasien dan keluarganya sebagai komponen esensial dalam memberikan perawatan kesehatan yang lebih aman dan efektif. Sesuai dengan teori ini, tema tahun ini, ” Engaging patients for patient safety” berfokus pada pentingnya keterlibatan aktif dari pasien, keluarga, dan caregiver dalam proses perawatan kesehatan. Ini memberikan platform yang sangat dibutuhkan bagi surveior akreditasi, sebagai agen perubahan, untuk berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan lainnya. Mereka menilai dan memantau standar serta praktik di fasilitas pelayanan kesehatan, memastikan bahwa mereka mematuhi standar internasional dan mendukung pendekatan perawatan yang berpusat pada pasien.

Berkaitan dengan ini, Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023 menjadi ajang yang efektif untuk menyatukan berbagai pemangku kepentingan: penyedia layanan kesehatan, pembuat kebijakan, kelompok advokasi pasien, dan masyarakat umum. Ini mengakomodasi sebuah dialog global, semakin menegaskan urgensi untuk mengadopsi strategi yang memajukan perawatan berpusat pada pasien. Surveior akreditasi, yang tugasnya adalah untuk mengevaluasi dan memberikan feedback konstruktif kepada fasilitas pelayanan kesehatan, menjadi lebih dari sekadar penilai; mereka juga menjadi bagian dari solusi dalam mendorong perubahan positif. Ini sejalan dengan visi Berwick yang mendorong sebuah sistem perawatan kesehatan yang tidak hanya aman tetapi juga inklusif dan kolaboratif. Oleh karena itu, peran surveior dalam konteks ini tidak bisa diabaikan. Mereka adalah jembatan antara teori dan praktek, membantu fasilitas pelayanan menerapkan perubatan berpusat pada pasien yang lebih efektif dan aman.

B. Peningkatan dalam Keselamatan Pasien melalui Kontribusi Surveior Akreditasi

Dalam era perawatan kesehatan yang semakin kompleks, keselamatan pasien menjadi prioritas. Konsep Dr. Don Berwick, pendiri Institute for Healthcare Improvement, menekankan pentingnya melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Sesuai dengan prinsip Berwick, surveior akreditasi memegang peran penting sebagai agen perubahan. Mereka, dengan keahlian mereka, mengidentifikasi risiko potensial dan memberikan rekomendasi yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan keselamatan pasien. Evaluasi mereka mengikuti standar internasional, memastikan bahwa fasilitas kesehatan selalu berpegang pada praktik terbaik. Selain itu, melalui pemantauan berkelanjutan, pelatihan, dan kontribusi pada kebijakan keselamatan pasien, surveior akreditasi mendorong budaya keselamatan dan perbaikan berkelanjutan.

Namun, peran ini tak lepas dari tantangan. Misalnya, perbedaan standar akreditasi antar negara atau dinamika perubahan dalam pelayanan kesehatan, seperti perkembangan teknologi medis. Namun, dengan adaptasi dan kerja sama, surveior akreditasi tetap menjadi pilar penting dalam memastikan keselamatan pasien. Pada Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023, kita diingatkan akan kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas, dan surveior akreditasi memiliki peran krusial dalam mewujudkannya.

V. Implementasi oleh Surveior Akreditasi

Fokus pembahasan adalah tentang bagaimana surveior akreditasi berhasil mengimplementasikan prosedur atau tindakan tertentu dengan sukses. Implementasi yang sukses di sini mengacu pada pelaksanaan tugas atau kebijakan oleh surveior akreditasi yang menghasilkan peningkatan kualitas dan keselamatan pasien.

A. Latar Belakang Surveior

Dalam bidang akreditasi dan peningkatan kualitas layanan, surveior berperan sebagai garda terdepan dalam memastikan standar tertinggi dipenuhi. Konsep dari Dr. John Maxwell, seorang ahli dalam kepemimpinan dan pengembangan pribadi, menegaskan bahwa keefektifan seseorang dalam perannya sering kali bergantung pada kombinasi pendidikan, pengalaman, dan karakteristik kepribadian. Dalam konteks surveior, latar belakang pendidikan dan pelatihan mereka, seperti gelar dan pelatihan khusus dalam akreditasi, mempersiapkan mereka dengan alat dan teknik yang diperlukan untuk evaluasi. Namun, itu hanyalah bagian dari persamaan. Sebagaimana yang ditekankan oleh Maxwell, kepribadian dan karakter individu sangat mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan orang lain dan membuat keputusan. Oleh karena itu, pengalaman kerja surveior, kemampuan komunikasi, integritas, keterampilan analitis, serta kemampuan interpersonal dan adaptasi merupakan faktor kunci yang berkontribusi pada keberhasilan mereka dalam menjalankan tugas. Keterampilan interpersonal yang kuat, misalnya, memungkinkan surveior untuk membangun hubungan kerja yang positif dengan pihak yang diaudit, sedangkan integritas dan objektivitas memastikan bahwa evaluasi dilakukan dengan adil dan tanpa bias. Sehingga, surveior yang efektif adalah mereka yang memiliki kombinasi dari pendidikan, pengalaman, dan kualitas-kualitas pribadi yang disebutkan di atas.

B.Prosedur atau Tindakan yang Diimplementasikan

Deskripsi mendetail tentang apa yang dilakukan oleh surveior dalam konteks akreditasi. Dalam dunia akreditasi, surveior memainkan peran kunci untuk memastikan bahwa fasilitas pelayanan atau program mematuhi standar yang ditetapkan oleh badan akreditasi. Mereka melakukan serangkaian prosedur dan tindakan yang dirancang untuk mengevaluasi, memantau, dan meningkatkan kualitas layanan atau produk. Menurut teori manajemen kualitas dari Dr. W. Edwards Deming, suatu organisasi harus memahami dan meningkatkan proses bisnisnya secara berkelanjutan untuk mencapai kualitas yang tinggi. Proses akreditasi yang dijalankan oleh surveior menggambarkan penerapan prinsip-prinsip Deming dengan jelas. Tahap pendahuluan melibatkan pemahaman mendalam tentang standar dan kriteria, diikuti oleh tahap pengumpulan data melalui berbagai metode, seperti wawancara dan observasi. Setelah data dikumpulkan, surveior kemudian membandingkan informasi ini dengan standar akreditasi dan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Tahap evaluasi ini mencerminkan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act) Deming, di mana organisasi perlu memeriksa hasil kerja mereka dan mengambil tindakan korektif. Pemberian umpan balik, penyusunan laporan, tindak lanjut, serta pembinaan dan dukungan selanjutnya memastikan bahwa fasilitas pelayanan mendapatkan panduan yang diperlukan untuk memperbaiki dan memenuhi standar kualitas yang diharapkan. Oleh karena itu, melalui prisma teori Deming, kita dapat melihat bagaimana surveior memainkan peran krusial dalam meningkatkan kualitas dan standar akreditasi di fasilitas pelayanan kesehatan.

Dalam perspektif Dr. Donabedian, seorang pakar dalam evaluasi mutu pelayanan kesehatan, kualitas pelayanan dapat dilihat dari tiga dimensi: struktur, proses, dan hasil. Evaluasi keselamatan pasien pasca-proses akreditasi sejatinya mencerminkan konsep teorinya ini. Struktur melibatkan unsur-unsur seperti pelatihan dan pendidikan yang diterima oleh staf medis, serta perubahan dalam praktek dan prosedur. Proses mencakup pelaksanaan protokol keselamatan baru, penerapan teknologi canggih, dan peningkatan dalam komunikasi. Namun, yang paling menentukan adalah hasil yang dicapai, seperti penurunan insiden negatif, tingkat kepuasan pasien yang meningkat, dan pengakuan eksternal. Indikator-indikator ini memberi gambaran konkret sejauh mana tujuan keselamatan pasien telah tercapai. Sebagai contoh, jika fasilitas pelayanan kesehatan melaporkan peningkatan kesadaran dan budaya keselamatan, hal ini menunjukkan adanya perubahan positif dalam proses dan struktur yang telah diterapkan. Sementara penghargaan dari badan eksternal dapat dianggap sebagai validasi dari hasil yang telah dicapai oleh fasilitas pelayanan tersebut. Dengan mengkombinasikan evaluasi struktur, proses, dan hasil, kita dapat memahami gambaran keseluruhan tentang dampak implementasi tindakan akreditasi dalam konteks keselamatan pasien.

Dalam implementasi akreditasi dan peningkatan kualitas di fasilitas pelayanan kesehatan, faktor kunci keberhasilan melibatkan kombinasi beberapa elemen, menurut pandangan Dr. John Kotter. Ini mencakup kompetensi, sumber daya, teknologi, komunikasi efektif, keterlibatan pemangku kepentingan, dan kerjasama tim. Keterlibatan pemangku kepentingan, pendekatan berbasis bukti, fleksibilitas, dan budaya keselamatan yang kuat juga penting. Evaluasi dan feedback berkelanjutan diperlukan untuk adaptasi dan perbaikan terus-menerus.

Namun, surveior menghadapi berbagai tantangan dan hambatan, sebagaimana dijelaskan oleh teori perubahan organisasional Kurt Lewin. Ketahanan terhadap perubahan, keterbatasan sumber daya, kurangnya informasi, isu komunikasi, dan masalah teknis semuanya dapat menghambat proses perubahan. Untuk mengatasi ini, surveior harus melibatkan pemangku kepentingan, memberikan pelatihan, mencari solusi kreatif, dan mengintegrasikan perubahan dengan budaya organisasi.

Pelajaran yang dapat diambil dari perspektif teori difusi inovasi Everett Rogers adalah pentingnya keterlibatan semua pemangku kepentingan, komunikasi interpersonal, fleksibilitas, monitoring, evaluasi, komitmen jangka panjang, berbagi pengalaman, dan kemampuan teknologi. Ini membantu mempercepat adopsi inovasi dan memastikan keberlanjutan dalam organisasi.

C. Peran kolaborasi surveior akreditasi dalam berbagai studi untuk meningkatkan keterlibatan dalam keamanan pasien.

Penelitian oleh Gabutti I (2017) dan penjelasan konsep perawatan berpusat pada pasien sesuai dengan teori Watson. Tekanan finansial yang dihadapi rumah sakit dalam merawat pasien kronis multi-patologis dapat diatasi dengan mengadopsi model perawatan pasien yang progresif, yang sesuai dengan prinsip-prinsip teori Watson. Surveior akreditasi, dalam peran mereka, menjadi fasilitator dalam mengubah budaya perawatan menuju perawatan berpusat pada individu dengan kolaborasi yang kuat antara pasien dan penyedia layanan, sesuai dengan teori ini. Hal ini memastikan bahwa nilai-nilai, kebutuhan, dan hak-hak pasien terpenuhi, yang pada gilirannya meningkatkan kepuasan pasien dan keselamatan mereka.

Selain itu, dalam konteks pelayanan kesehatan di Afrika Selatan, implementasi prinsip-prinsip perawatan berpusat pada pasien seperti yang dijelaskan dalam Batho Pele (Pelayanan Orang) sejalan dengan teori Watson. Surveior akreditasi memiliki peran penting dalam memastikan bahwa standar perawatan berpusat pada pasien sesuai dengan prinsip-prinsip ini dan bahwa hak-hak pasien terjaga. Dengan kolaborasi dan komunikasi yang optimal, surveior akreditasi dapat membantu mengatasi hambatan dan meningkatkan keterlibatan dalam keamanan pasien.

Dengan demikian, Teori Perawatan Berpusat pada Pasien oleh Jean Watson memungkinkan kita untuk memahami bagaimana peran surveior akreditasi dan konsep perawatan berpusat pada pasien saling terkait dalam meningkatkan keselamatan dan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien dengan multi-morbidity.

Konsep perawatan yang berpusat pada pasien sebagai model perawatan menghargai pengalaman, nilai, kebutuhan, dan preferensi pasien dalam perencanaan, koordinasi, dan penyampaian perawatan. Sejumlah ahli perawatan kesehatan, seperti Dr. Donald M. Berwick, mendukung gagasan ini dengan menyatakan bahwa melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan perawatan dapat meningkatkan keselamatan pasien dan hasil perawatan. Studi juga menunjukkan bahwa implementasi model perawatan berpusat pada pasien berkontribusi pada peningkatan hasil bagi pasien, penggunaan sumber daya yang lebih efisien, penurunan biaya, dan peningkatan kepuasan terhadap perawatan. Dalam konteks akreditasi rumah sakit, surveior akreditasi memiliki peran penting dalam memastikan praktik perawatan berpusat pada pasien terlaksana dengan baik. Mereka dapat bekerja sama dengan fasilitas kesehatan untuk mengidentifikasi hambatan dalam memberikan perawatan yang berpusat pada pasien dan mengusulkan strategi untuk mengatasinya. Kolaborasi yang efektif antara surveior akreditasi dan fasilitas kesehatan dapat meningkatkan keterlibatan dalam keamanan pasien dengan menciptakan pengalaman perawatan yang lebih positif dan meningkatkan hasil perawatan secara keseluruhan. Dengan demikian, kerjasama antara surveior akreditasi dan fasilitas kesehatan memainkan peran kunci dalam meningkatkan kualitas perawatan dan keselamatan pasien.

Dalam konteks pelayanan kesehatan yang berfokus pada pasien, konsep pelayanan yang berpusat pada individu menjadi semakin penting. Pelayanan ini mengakomodasi perubahan kebutuhan, tujuan, dan preferensi individu penerima pelayanan, menjadikan individu sebagai pusat perhatian dalam pelayanan kesehatan. Surveior akreditasi memiliki peran vital dalam mewujudkan pelayanan yang berpusat pada individu dengan memberikan pandangan objektif tentang sejauh mana organisasi kesehatan telah mengadopsi konsep ini. Selain itu, surveior akreditasi dapat memastikan bahwa praktik pelayanan yang berpusat pada individu sesuai dengan kebijakan pembuatan keputusan bersama, yang bertujuan untuk menggabungkan kepentingan penyedia dengan preferensi individu terhadap perawatan kesehatan mereka. Kolaborasi surveior akreditasi dengan manajer risiko, profesional perbaikan kualitas, kepemimpinan organisasi, klinisi, dan pasien serta keluarga menjadi landasan kuat untuk menerapkan pelayanan yang berpusat pada individu di seluruh organisasi kesehatan. Kolaborasi ini memungkinkan perubahan positif dalam pelayanan kesehatan, sesuai dengan nilai-nilai pelayanan yang berpusat pada individu, yang pada akhirnya memberikan perawatan yang lebih baik dan lebih efektif bagi individu penerima pelayanan kesehatan.

Pentingnya konsep perawatan yang berpusat pada individu (person-centered care) telah menjadi fokus utama dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Konsep ini mengakui individu sebagai mitra setara dalam perawatan, memperhatikan keinginan, nilai-nilai, dan kondisi kesehatan mereka, serta berkolaborasi dengan profesional kesehatan untuk mencapai hasil terbaik. Penelitian menunjukkan bahwa hal ini berdampak positif pada mutu perawatan dan pengalaman pasien, termasuk kepuasan pasien, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan hasil kesehatan. Dalam konteks keselamatan pasien, pendekatan perawatan yang berpusat pada individu dapat mengurangi risiko kesalahan medis. Surveior akreditasi memainkan peran penting dalam mendorong dan memastikan penerapan konsep ini di fasilitas kesehatan, membantu mereka memahami dan mematuhi standar keselamatan pasien yang ketat. Ini mendukung upaya menjadikan perawatan yang berpusat pada individu sebagai prinsip inti dalam praktik kesehatan dan kebijakan, sehingga keselamatan pasien diperhatikan dengan serius dan individu memiliki peran aktif dalam perawatan mereka.

Penekanan pentingnya perubahan paradigma dalam perawatan kesehatan, dari model yang sistematis dan berbasis klinis menuju perawatan yang berpusat pada pasien dan masyarakat. Peralihan ke perawatan yang berpusat pada masyarakat mengakui peran penting semua pihak, termasuk pasien, keluarga, dan penyedia layanan kesehatan, dalam pelayanan kesehatan. Dalam konteks keselamatan pasien, surveior akreditasi memiliki peran penting dalam mengawasi dan mendorong perubahan menuju perawatan yang lebih aman, inklusif, dan berpusat pada individu. Mereka berkolaborasi dengan konsep perawatan yang berpusat pada masyarakat untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang lebih responsif terhadap kebutuhan semua individu dalam masyarakat. Dalam intinya, kolaborasi surveior akreditasi dengan konsep perawatan yang berpusat pada masyarakat merupakan langkah menuju pelayanan kesehatan yang lebih aman dan responsif terhadap kebutuhan semua individu dalam masyarakat.

Gambaran bagaimana konsep pelayanan berpusat pada pasien diinterpretasikan oleh karyawan rumah sakit, dengan mengidentifikasi tiga konseptualisasi yang berbeda. Terlepas dari variasi ini, penting untuk menyadari bahwa pelayanan berpusat pada pasien bukan lagi sekadar konsep, melainkan sebuah pergeseran budaya dalam pengiriman perawatan kesehatan, yang mencakup seluruh pengalaman pasien dalam fasilitas kesehatan. Namun, penting juga untuk mencatat bahwa beberapa karyawan memiliki pemahaman yang terbatas atau tidak konsisten tentang konsep ini. Hal ini dapat menghambat transformasi menuju pelayanan berpusat pada pasien yang lebih luas. Di sinilah peran penting surveior akreditasi muncul. Mereka dapat berfungsi sebagai agen perubahan yang membantu menyatukan pemahaman tentang pelayanan berpusat pada pasien di seluruh sistem kesehatan. Dengan melakukan evaluasi dan pemantauan kualitas pelayanan kesehatan, mereka dapat memberikan umpan balik yang berharga kepada rumah sakit dan membantu memastikan pemahaman yang konsisten serta mendukung implementasi pelayanan berpusat pada pasien yang lebih efektif dan terintegrasi. Dengan demikian, kolaborasi surveior akreditasi dalam upaya meningkatkan keterlibatan dalam keamanan pasien menjadi penting dalam mengubah budaya perawatan kesehatan menuju pelayanan yang lebih berfokus pada pasien.

Sorotan pentingnya konsep Pelayanan Kesehatan yang Berpusat pada Pasien dan Keluarga (PFCC) dalam perubahan paradigma pelayanan rumah sakit, dengan penekanan pada partisipasi pasien dan keluarga dalam perawatan kesehatan. Prinsip ini menunjukkan bahwa pasien yang merasa terlibat dalam pengambilan keputusan perawatan cenderung memiliki hasil yang lebih baik, menciptakan budaya organisasi yang positif, dan meningkatkan kepuasan pasien, keluarga, dan staf medis. Institute of Medicine juga mengakui pentingnya PFCC dalam meningkatkan kualitas perawatan kesehatan. Dalam konteks kolaborasi dengan surveior akreditasi, mereka memiliki peran penting dalam memastikan kepatuhan fasilitas kesehatan terhadap standar yang mendukung PFCC. Surveior akreditasi membantu meningkatkan komunikasi antara pasien, keluarga, dan staf medis, memastikan akses yang memadai, dan mendukung partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan, yang berdampak positif pada hasil pasien, efisiensi sumber daya, dan kepuasan semua pihak yang terlibat dalam perawatan kesehatan.

Dalam teori perubahan organisasi, perbedaan pemahaman tentang konsep Pelayanan Berpusat pada Pasien di kalangan karyawan rumah sakit dapat dijelaskan melalui konsep resistensi perubahan. Ahli Kurt Lewin menjelaskan bahwa ketika perubahan diperkenalkan dalam suatu organisasi, resistensi alamiah dari individu dan kelompok dapat menjadi hambatan yang signifikan. Dalam konteks ini, perbedaan pemahaman tentang Pelayanan Berpusat pada Pasien dapat dilihat sebagai hasil dari resistensi terhadap perubahan budaya organisasi. Kolaborasi antara surveior akreditasi dan karyawan rumah sakit menjadi penting karena surveior dapat berperan sebagai pemimpin perubahan yang membantu mengatasi resistensi ini. Dengan memberikan umpan balik konstruktif dan memfasilitasi dialog yang mendalam, surveior dapat membantu mengubah pemahaman dan budaya organisasi sehingga lebih mendukung implementasi pelayanan berpusat pada pasien.

Selain itu, teori ini juga mencerminkan pentingnya surveior akreditasi sebagai agen evaluasi dalam mengidentifikasi kendala-kendala yang menghambat penerapan pelayanan berpusat pada pasien, seperti kendala anggaran dan resistensi dari klinisi dan staf garis depan. Mereka berperan dalam mengidentifikasi masalah-masalah ini dan memberikan umpan balik yang konstruktif untuk membantu organisasi mengatasi kendala-kendala tersebut. Dalam kerjasama erat dengan organisasi pasien dan staf rumah sakit, surveior akreditasi dapat memainkan peran penting dalam mempromosikan keselamatan pasien dan membantu menciptakan perubahan budaya organisasi yang mendukung pendekatan berpusat pada pasien. Dengan demikian, teori perubahan organisasi membantu menjelaskan pentingnya kolaborasi antara surveior akreditasi dan karyawan rumah sakit dalam mencapai pemahaman yang benar dan implementasi yang tepat terkait dengan pelayanan berpusat pada pasien, yang pada gilirannya meningkatkan keselamatan pasien dan kualitas perawatan kesehatan secara keseluruhan.

Pendekatan perawatan berpusat pada pasien (PCC) memegang peran penting dalam meningkatkan keselamatan pasien dan kualitas perawatan. Konsep ini sesuai dengan teori Jean Watson tentang Keperawatan Caring, yang menekankan pentingnya memandang pasien sebagai individu unik dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi. Kolaborasi yang efektif antara surveior akreditasi, perawat, pendidik, dan penyedia layanan kesehatan merupakan aspek penting dalam menerapkan prinsip-prinsip PCC. Dalam teori ini, komunikasi yang empatik dan penuh perhatian terhadap pasien adalah kunci, yang sejalan dengan pendekatan PCC untuk menghormati preferensi pasien dan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan.

Selain itu, pemahaman yang lebih dalam tentang PCC dan pelibatan surveior akreditasi dalam pendidikan medis dan kesehatan juga dapat dikaitkan dengan Konsep Pembelajaran Berpusat pada Pasien. Dalam konteks ini, surveior akreditasi dapat memainkan peran penting dalam memastikan bahwa fasilitas pelayanan pendidikan mengintegrasikan prinsip-prinsip pembelajaran berpusat pada pasien dalam kurikulum mereka. Ini sejalan dengan aspirasi mahasiswa untuk pembelajaran yang lebih berorientasi pada pasien, yang sejalan dengan pengajaran berbasis kasus dan pemberian perhatian pada pengembangan refleksi klinis. Dengan demikian, kerjasama antara surveior akreditasi, PCC, dan pembelajaran berpusat pada pasien membantu mendorong perubahan budaya dalam layanan kesehatan dan pendidikan medis, meningkatkan keselamatan pasien dan kualitas perawatan.

VI. Tantangan dan Hambatan

Dalam konsep Deming tentang manajemen kualitas, surveior akreditasi berfungsi sebagai pilar penting dalam siklus Plan-Do-Check-Act (PDCA) untuk meningkatkan kualitas layanan di lembaga kesehatan. Seperti yang dikemukakan oleh Deming, kualitas bukan hanya tentang memenuhi standar tetapi juga tentang adaptasi dan pembaruan berkelanjutan untuk mencapai kesempurnaan. Dalam konteks ini, surveior akreditasi memastikan bahwa lembaga kesehatan tidak hanya mematuhi standar keselamatan pasien yang ditetapkan tetapi juga berinovasi dalam pelayanannya. Namun, tahapan ‘Check’ dalam siklus PDCA, di mana evaluasi dan feedback diberikan, dapat menghadapi hambatan. Salah satunya adalah ketika pasien, sebagai stakeholder utama dalam pelayanan kesehatan, kurang terlibat. Keterlibatan pasien dalam proses keselamatan mereka sendiri bisa menjadi tantangan, karena bisa jadi ada kurangnya pemahaman atau keterampilan untuk berpartisipasi aktif. Hambatan lain mungkin meliputi resistensi dari staf medis terhadap perubahan, kurangnya sumber daya, atau bahkan perangkat lunak yang tidak memadai untuk mendukung proses survei.

  1. Kurangnya Pemahaman tentang Peran Pasien

Menurut Dr. Paul Batalden, seorang ahli dalam bidang kualitas perawatan kesehatan, “Setiap sistem diperancang untuk mendapatkan hasil yang diperolehnya”. Dalam konteks keselamatan pasien, konsep ini menekankan pentingnya melibatkan pasien sebagai bagian integral dari sistem kesehatan. Meski banyak lembaga kesehatan dan staf medis belum sepenuhnya memahami pentingnya keterlibatan pasien dalam keselamatan pasien, pendekatan seperti yang disarankan oleh Dr. Batalden dapat menjadi solusi. Edukasi dan kesadaran yang lebih baik mengenai peran aktif pasien dalam mengidentifikasi dan melaporkan masalah keselamatan adalah kunci untuk mengatasi hambatan tersebut. Dengan melibatkan pasien sebagai mitra dalam perawatan kesehatan mereka, kita bukan hanya memaksimalkan kualitas perawatan, tetapi juga memastikan keselamatan mereka.

B. Ketidaknyamanan dalam Memberikan Umpan Balik

Dalam teori komunikasi antarpribadi oleh Dale Carnegie, penekanan diberikan pada pentingnya mendengar, menghormati pendapat orang lain, dan memberikan kritik dengan cara yang membuat orang lain ingin berubah. Berdasarkan konsep Carnegie, surveior yang merasa kurang nyaman atau ragu-ragu memberikan umpan balik mungkin menghadapi kesulitan dalam berkomunikasi dengan cara yang memotivasi fasilitas pelayanan kesehatan untuk membuat perubahan positif, khususnya terkait keterlibatan pasien. Namun, dengan memberikan pelatihan kepada surveior tentang prinsip-prinsip komunikasi efektif seperti yang diajarkan oleh Carnegie, mereka dapat diajarkan bagaimana memberikan umpan balik yang konstruktif dengan cara yang sensitif dan menghormati, sehingga meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam peran penting ini dan memastikan bahwa pesan mereka diterima dengan baik oleh lembaga kesehatan.

C. Ketidaksetaraan Kekuasaan

Dalam teori komunikasi kesehatan yang diajukan oleh Julia T. Wood, penekanan diberikan pada bagaimana dinamika komunikasi antara pasien dan penyedia layanan kesehatan dapat mempengaruhi persepsi dan pengalaman pasien. Wood mengemukakan bahwa banyak pasien sering kali merasa tidak berdaya dan kurang dihargai ketika berhadapan dengan profesional kesehatan. Ini diperparah ketika ada keterlibatan pihak ketiga, seperti surveior akreditasi, yang dapat memperdalam perasaan ketidaksetaraan. Untuk mengatasi tantangan ini, Wood menyarankan untuk menciptakan lingkungan komunikasi yang mendukung. Lingkungan ini harus memprioritaskan keterlibatan pasien dengan cara yang membuat mereka merasa aman dan didengar. Dengan meningkatkan komunikasi dua arah, di mana pasien diberikan kesempatan untuk berbicara dan dieksplorasi pendapatnya, perasaan ketidaksetaraan dapat berkurang. Ini memperkuat gagasan bahwa komunikasi efektif adalah kunci untuk membangun hubungan yang lebih seimbang dan mendukung antara pasien dan penyedia layanan kesehatan.

D. Ketidakpastian tentang Privasi dan Kerahasiaan

Menurut teori privasi oleh Alan Westin, individu memiliki kebutuhan untuk menentukan kapan, bagaimana, dan sejauh mana informasi tentang mereka dikomunikasikan kepada orang lain. Berdasarkan teori ini, pasien yang memberikan informasi tentang masalah keselamatan pasien bisa merasa tidak nyaman karena khawatir informasi mereka akan disalahgunakan, sehingga mengancam privasi dan kerahasiaan mereka. Namun, salah satu pendekatan efektif yang dapat diambil berdasarkan konsep Westin adalah dengan menjelaskan dengan jelas bagaimana informasi akan dikelola dan bagaimana kerahasiaannya akan dijamin. Dengan transparansi dan jaminan yang tepat, kekhawatiran pasien dapat diredam, sekaligus memastikan bahwa kebutuhan mereka untuk privasi tetap dihormati.

E. Resistensi terhadap Perubahan

Lembaga kesehatan dan staf medis kadang-kadang merasa canggung atau tidak nyaman ketika surveior akreditasi menyarankan perubahan, terutama yang berhubungan dengan keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri. Hal ini bisa dilihat dari perspektif teori perubahan organisasional oleh Kurt Lewin, yang mengidentifikasi tiga tahapan dalam perubahan: “unfreezing,” “change,” dan “refreezing.” Di tahap “unfreezing,” resistensi terhadap perubahan seringkali dihadapi, dan ini adalah di mana komunikasi tentang manfaat dari keterlibatan pasien menjadi krusial. Lewin berpendapat bahwa perubahan yang sukses memerlukan sebuah “melelehkan” dari kebiasaan atau norma yang ada, sehingga staf dan manajemen terbuka terhadap adopsi praktek baru.

Untuk mengatasi tantangan ini, surveior akreditasi dapat mengambil pendekatan yang lebih strategis dalam komunikasi mereka. Dalam konteks ini, tahapan “change” dari teori Lewin sangat relevan. Surveior bisa lebih efektif dalam menunjukkan bagaimana keterlibatan pasien tidak hanya mematuhi standar akreditasi tetapi juga berdampak positif pada keselamatan dan kepuasan pasien. Misalnya, menggunakan teknologi untuk memantau hasil dan statistik pasien secara real-time bisa menjadi sebuah demonstrasi kuat dari manfaat keterlibatan pasien. Dengan demikian, surveior akan lebih mudah mendapatkan dukungan dari staf medis dan manajemen, yang pada akhirnya akan merasa lebih nyaman dan terbuka untuk mengadopsi perubahan yang diusulkan.

F.Kendala Waktu dan Sumber Daya

Penerapan teknologi dalam proses survei dan akreditasi berfungsi lebih dari sekedar memfasilitasi pengumpulan dan analisis data; ia juga membantu memaksimalkan efisiensi dalam keterlibatan pasien, sebuah konsep yang penting dalam teori pelayanan kesehatan oleh Donabedian yang menekankan pentingnya struktur, proses, dan hasil dalam pelayanan kesehatan. Donabedian mengatakan bahwa kualitas pelayanan kesehatan tidak hanya ditentukan oleh fasilitas atau perlengkapan medis, tetapi juga oleh interaksi antara pasien dan penyedia layanan. Menggunakan teknologi, seperti perangkat lunak khusus, tidak hanya dapat meminimalkan beban administratif tetapi juga memungkinkan staf medis memiliki lebih banyak waktu dan sumber daya untuk berinteraksi secara berarti dengan pasien, sebuah faktor yang seringkali terbatas karena kendala waktu dan sumber daya.

Selain itu, prinsip feedback konstruktif, yang merupakan inti dari evaluasi dan peningkatan berkelanjutan, sangat sesuai dengan aspek ‘proses’ dalam model Donabedian. Dengan memberikan saran dan solusi yang konstruktif, surveior akreditasi tidak hanya membantu fasilitas pelayanan kesehatan untuk memahami area yang perlu perbaikan, tetapi juga memberi peluang bagi staf medis untuk beradaptasi dan meningkatkan keterlibatan pasien. Ini sejalan dengan pandangan Donabedian bahwa pelayanan kesehatan berkualitas tinggi adalah hasil dari proses iteratif dan berkelanjutan, yang memerlukan evaluasi dan penyesuaian konstan. Dengan demikian, penerapan teknologi dan feedback konstruktif adalah dua alat yang saling melengkapi dalam upaya memaksimalkan kualitas pelayanan kesehatan, sejalan dengan teori Donabedian.

G.Kurangnya Kultur Keselamatan yang Terbuka

Mengadopsi konsep dari Dr. James Reason, ahli keselamatan pasien yang terkenal dengan “Swiss Cheese Model”-nya, kita dapat memahami pentingnya budaya yang mendukung pengakuan dan pembelajaran dari kesalahan dalam lembaga kesehatan. Dr. Reason menekankan bahwa kesalahan adalah bagian tak terhindarkan dari sistem manusia. Namun, dalam budaya yang tidak mendukung pengakuan atau pembelajaran dari kesalahan, terdapat hambatan dalam identifikasi dan penanganan titik kelemahan dalam sistem, yang akhirnya meningkatkan risiko terhadap keselamatan pasien. Oleh karena itu, menghadapi tantangan dalam budaya semacam ini membutuhkan sebuah revolusi dalam pemikiran: mendorong perubahan menuju budaya yang lebih terbuka di mana kesalahan diakui, dilaporkan, dan paling penting, digunakan sebagai peluang untuk belajar dan melakukan perbaikan. Dengan demikian, fasilitas pelayanan kesehatan dapat mengurangi celah yang mungkin mengarah pada kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.

VII.Masa Depan Keselamatan Pasien dan Peran Surveior Akreditasi

Mengacu pada teori manajemen kualitas total (Total Quality Management) oleh W. Edwards Deming, keselamatan pasien merupakan salah satu aspek kualitas pelayanan yang harus diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Seiring perkembangan teknologi medis dan pengetahuan dalam dunia kesehatan, ekspektasi terhadap keselamatan pasien menjadi semakin tinggi. Deming menekankan pentingnya peningkatan berkelanjutan dan dalam konteks ini, fasilitas pelayanan kesehatan dituntut untuk selalu berinovasi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut guna meminimalkan risiko bagi pasien. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen kualitas total, fasilitas pelayanan kesehatan dapat merespon tantangan keselamatan pasien dengan lebih efektif dan sistematis.

A.Implikasi untuk Masa Depan Keselamatan Pasien

Berdasarkan teori Diffusion of Innovations oleh Everett M. Rogers, kemajuan teknologi dalam bidang medis yang kontinu menandakan pergeseran penting dalam adopsi inovasi untuk meningkatkan keselamatan pasien. Teknologi canggih, yang mampu mendeteksi dan mencegah kesalahan medis, merupakan contoh inovasi yang diterima dan diadopsi oleh fasilitas pelayanan kesehatan untuk memastikan keselamatan pasien. Sementara itu, edukasi dan pelatihan bagi tenaga medis menekankan pentingnya “komunikasi saluran” dalam proses difusi inovasi, memastikan bahwa tenaga medis tetap terinformasi dan di-update dengan praktik terbaik. Namun, dengan meningkatnya kompleksitas prosedur dan teknologi, penting bagi fasilitas pelayanan kesehatan untuk memahami bahwa siklus adopsi inovasi bukanlah proses statis; sistem pendukung keselamatan pasien harus terus-menerus beradaptasi dan berkembang, mirip dengan cara inovasi terus diperbarui dan diterima dalam masyarakat.

B.            Upaya yang Dapat Dilakukan untuk Meningkatkan Kontribusi Surveior Akreditasi

Surveior akreditasi, menurut konsep Dr. Donabedian yang dikenal dengan “Model Struktur-Proses-Hasil”, memegang peran sentral dalam mengevaluasi kualitas pelayanan kesehatan. Dr. Donabedian berpendapat bahwa kualitas pelayanan kesehatan dapat diukur melalui struktur (seperti fasilitas dan peralatan), proses (seperti metode dan prosedur), dan hasil (seperti luaran pasien). Dalam konteks ini, surveior akreditasi fokus pada evaluasi struktur dan proses di fasilitas pelayanan kesehatan, memastikan bahwa kedua aspek ini memenuhi standar keselamatan dan kualitas yang telah ditetapkan. Selain itu, mereka berkontribusi dalam mengidentifikasi ketidaksesuaian atau area yang memerlukan perbaikan, serta memberikan rekomendasi berbasis bukti. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efektivitas dan dampak positif dari surveior, langkah-langkah seperti pelatihan berkelanjutan, penerapan teknologi canggih, dan pemberian feedback konstruktif perlu dipertimbangkan oleh lembaga akreditasi.

1.Pelatihan berkelanjutan

Dunia medis yang selalu berkembang menggambarkan lingkungan yang dinamis, di mana apa yang relevan hari ini mungkin sudah ketinggalan besok. Ini mencerminkan kebutuhan untuk “Lifelong Learning” bagi para profesional di bidang ini. Pelatihan berkelanjutan sebagai solusi untuk tetap kompeten menggambarkan prinsip dasar dari andragogi yang diajukan oleh Knowles. Ini mengakui bahwa profesional, seperti surveior, perlu terus memperbarui pengetahuan mereka agar tetap efektif dan relevan.

Dengan menjalani pelatihan yang terus-menerus, surveior mempraktikkan prinsip “Lifelong Learning”, memastikan bahwa mereka tidak hanya memperbarui pengetahuan mereka tetapi juga mempertahankan kepercayaan dari mereka yang mereka layani.

2.Kolaborasi dengan fasilitas pelayanan Kesehatan

Menurut Dr. John C. Maxwell, seorang ahli dalam kepemimpinan dan hubungan antarpersonal, kualitas hubungan antara dua entitas dapat mendefinisikan keberhasilan dari sebuah kolaborasi. Dalam konteks akreditasi, hubungan yang erat dan positif antara surveior dan fasilitas pelayanan kesehatan memang menjadi penentu kesuksesan proses ini. Surveior dan fasilitas pelayanan tidak hanya berkolaborasi untuk tujuan evaluasi semata, melainkan membentuk kemitraan yang bersifat simbiotik. Surveior, dengan pengetahuan dan wawasannya, memberikan panduan yang berharga bagi fasilitas pelayanan kesehatan, sementara fasilitas pelayanan memberikan konteks dan realitas lapangan yang memungkinkan surveior untuk melakukan penilaian yang akurat. Komunikasi yang terbuka, saling menghargai, dan kerjasama dalam pencapaian tujuan bersama, yaitu peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, adalah unsur-unsur kunci yang ditekankan oleh Dr. Maxwell dan juga sangat relevan dalam hubungan antara surveior dan fasilitas pelayanan kesehatan.

3.Penerapan teknologi

Dalam era digital saat ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Marshall McLuhan dengan konsep “The Medium is the Message”, teknologi telah menjadi medium yang tak terpisahkan dalam banyak sektor, termasuk kesehatan. Teknologi, khususnya perangkat lunak, memperkaya metode survei akreditasi dengan memfasilitasi pengumpulan dan analisis data yang lebih cepat dan tepat. McLuhan menekankan bagaimana medium mempengaruhi cara kita memahami dan menginterpretasi informasi; dalam hal ini, teknologi membantu surveior akreditasi untuk lebih efisien dalam mengevaluasi fasilitas pelayanan kesehatan. Melalui analisis data yang ditingkatkan oleh teknologi, penilaian yang diberikan lebih mencerminkan kondisi sebenarnya, memungkinkan fasilitas pelayanan untuk memahami dan menindaklanjuti area yang memerlukan perbaikan dengan lebih efektif.

4.Feedback konstruktif

Mengutip konsep Dr. Edward Deming, seorang ahli manajemen kualitas, yang menyatakan bahwa feedback dan penilaian berkelanjutan adalah esensial dalam siklus peningkatan kualitas, peran surveior akreditasi menjadi sangat krusial. Surveior tidak hanya bertugas mengevaluasi standar dan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan, tetapi juga memastikan adanya umpan balik yang konstruktif. Deming percaya bahwa tanpa adanya feedback yang efektif, organisasi sulit untuk memahami dan menerapkan perbaikan yang diperlukan. Dalam konteks ini, feedback konstruktif yang diberikan surveior bukan hanya sekedar menunjukkan kesalahan, tetapi juga menawarkan solusi dan saran praktis. Hal ini menciptakan hubungan positif antara surveior dan fasilitas pelayanan, dan lebih penting lagi, mendorong perbaikan berkelanjutan dalam pelayanan kesehatan sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianjurkan oleh Dr. Deming.

VIII.Kesimpulan

Dalam konteks Hari Keselamatan Pasien Dunia 2023 dengan tema “Engaging patients for patient safety,” temuan utama menekankan peran krusial pasien dalam meningkatkan keselamatan dalam pelayanan kesehatan. Peran pasien sebagai mitra dalam perawatan, pengambil keputusan, dan pemantauan keselamatan pasien semakin diakui sebagai elemen penting dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini mencerminkan perubahan paradigma dari model perawatan tradisional menuju perawatan yang berpusat pada individu, di mana pasien memiliki peran aktif dalam perawatan mereka. Dalam hal ini, surveior akreditasi memainkan peran yang penting dalam mendukung dan mengembangkan praktik keselamatan pasien yang melibatkan pasien secara aktif. Mereka membantu fasilitas kesehatan dalam memahami dan mematuhi standar keselamatan pasien yang diperlukan serta memfasilitasi kolaborasi antara pasien, keluarga, dan tim perawatan. Dengan demikian, peran surveior akreditasi dalam memastikan keselamatan pasien semakin relevan dan esensial dalam upaya menuju pelayanan kesehatan yang lebih aman dan berkualitas.

IX.Referensi

1.            Gabutti I, Mascia D, Cicchetti A. Exploring “patient-centered” hospitals: a systematic review to understand change. BMC Health Serv Res. 2017 May 22;17(1):364. doi: 10.1186/s12913-017-2306-0. PMID: 28532463; PMCID: PMC5439229.

2.            Choi N, Kim J, Kim H. The influence of patient-centeredness on patient safety perception among inpatients. PLoS One. 2021 Feb 12;16(2):e0246928. doi: 10.1371/journal.pone.0246928. PMID: 33577622; PMCID: PMC7880440.

3.            Starfield B. Is patient-centered care the same as person-focused care? Perm J. 2011 Spring;15(2):63-9. doi: 10.7812/TPP/10-148. PMID: 21841928; PMCID: PMC3140752.

4.            Kuluski K, Ho JW, Hans PK, Nelson M. Community Care for People with Complex Care Needs: Bridging the Gap between Health and Social Care. Int J Integr Care. 2017 Jul 21;17(4):2. doi: 10.5334/ijic.2944. PMID: 28970760; PMCID: PMC5624113.

5.            Abou Elnour A, Hernan AL, Ford D, Clark S, Fuller J, Johnson JK, Dunbar JA. Surveyors’ perceptions of the impact of accreditation on patient safety in general practice. Med J Aust. 2014 Aug 4;201(3 Suppl):S56-9. doi: 10.5694/mja14.00198. PMID: 25047883.

6.            Jardien-Baboo, Sihaam & van Rooyen, Dalena & Ricks, Esmeralda & Jordan, Portia & ten Ham-Baloyi, Wilma. (2019). Best Practice Guideline for Patient-Centred Care in South African Public Hospitals. Africa Journal of Nursing and Midwifery. 21. 10.25159/2520-5293/4590.

7.            Jardien-Baboo, Sihaam, van Rooyen, Dalena, Ricks, Esmeralda, & Jordan, Portia. (2016). Perceptions of patient-centred care at public hospitals in Nelson Mandela Bay. Health SA Gesondheid (Online), 21(1), 397-405. https://dx.doi.org/10.1016/j.hsag.2016.05.002

8.            Epstein RM, Street RL Jr. The values and value of patient-centered care. Ann Fam Med. 2011 Mar-Apr;9(2):100-3. doi: 10.1370/afm.1239. PMID: 21403134; PMCID: PMC3056855.

9.            Byrne AL, Baldwin A, Harvey C. Whose centre is it anyway? Defining person-centred care in nursing: An integrative review. PLoS One. 2020 Mar 10;15(3):e0229923. doi: 10.1371/journal.pone.0229923. PMID: 32155182; PMCID: PMC7064187.

10.         Gluyas H. Patient-centred care: improving healthcare outcomes. Nurs Stand. 2015 Sep 23;30(4):50-7; quiz 59. doi: 10.7748/ns.30.4.50.e10186. PMID: 26394978.

11.         Shaller, Dale & Consulting, Shaller. (2007). Patient-Centered Care: What Does It Take?. Commonw. Fund. 68.

12.         Kuipers SJ, Cramm JM, Nieboer AP. The importance of patient-centered care and co-creation of care for satisfaction with care and physical and social well-being of patients with multi-morbidity in the primary care setting. BMC Health Serv Res. 2019 Jan 8;19(1):13. doi: 10.1186/s12913-018-3818-y. PMID: 30621688; PMCID: PMC6323728.

13.         Kuipers SJ, Cramm JM, Nieboer AP. The importance of patient-centered care and co-creation of care for satisfaction with care and physical and social well-being of patients with multi-morbidity in the primary care setting. BMC Health Serv Res. 2019 Jan 8;19(1):13. doi: 10.1186/s12913-018-3818-y. PMID: 30621688; PMCID: PMC6323728.

14.         WHO. (2023). World Patient Safety Day 2023: Engaging Patients for Patient Safety. https://www.who.int/news-room/events/detail/2023/09/17/default-calendar/world-patient-safety-day-2023–engaging-patients-for-patient-safety

15.         Kwame, A., Petrucka, P.M. A literature-based study of patient-centered care and communication in nurse-patient interactions: barriers, facilitators, and the way forward. BMC Nurs 20, 158 (2021). https://doi.org/10.1186/s12912-021-00684-2

16.         Neoteryx Microsampling. (2018). what is patient centered care? the 8 principles that you should know. https://www.neoteryx.com/microsampling-blog/8-principles-of-patient-centered-care

17.         Carrie Janerka, Gavin D. Leslie, Fenella J. Gil. (2023).  Development of patient-centred care in acute hospital settings: A meta-narrative review, International Journal of Nursing Studies, Volume 140, 2023,

18.         104465, ISSN 0020-7489, https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2023.104465. (https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0020748923000305)

19.         Sihaam Jardien-Baboo, Dalena van Rooyen, Esmeralda Ricks, Portia Jordan. (2016). Perceptions of patient-centred care at public hospitals in Nelson Mandela Bay, Health SA Gesondheid, Volume 21,

20.         2016, Pages 397-405, ISSN 1025-9848, https://doi.org/10.1016/j.hsag.2016.05.002. (https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1025984816300114)

21.         Hower KI, Vennedey V, Hillen HA On behalf of Cologne Research and Development Network (CoRe-Net), et alImplementation of patient-centred care: which organisational determinants matter from decision maker’s perspective? Results from a qualitative interview study across various health and social care organisationsBMJ Open 2019;9:e027591. doi: 10.1136/bmjopen-2018-027591

22.         ECRI. Patient-centered care in Acute Care. Healthcare Risk Control 2019 May 21. https://www.ecri.org/components/HRC/Pages/RiskQual7.aspx