Persandingan Perolehan Suara
Lebih lanjut Yuri menjelaskan, Pemohon dalam permohonannya sama sekali tidak membuktikan dasar-dasar perhitungan yang didalilkan. Alih-alih Pemohon malah mendalilkan hal-hal yang bersifat kualitatif mengenai dugaan berbagai kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa pihak yang tersajikan dalam bentuk narasi.
Sementara narasi-narasi itu bukanlah merupakan alat bukti dalam hukum acara MK.
Menurut Yuri, Pemohon wajib menguraikan secara jelas, spesifik dan gamblang baik siapa melakukan, apa yang dilakukan dan dimana dilakukannya. Terlebih, dalil-dalil pemohon tersebut tidaklah sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh MK.
Dikatakan Yuri, Pemohon mendalilkan kesalahan penghitungan yang menimbulkan selisih suara terjadi karena adanya pelanggaran yang bersifat TSM dan pelanggaran prosedur pemilihan umum.
“Namun, Pemohon gagal dalam membuktikan baik secara kuantitatif dan juga bagaimana narasi-narasi utopis yang dibentuknya terkait dengan tatanan ideal konsepsi dan pengaturan sistem pemilu dapat secara merta dan cuma-cuma menganulir 96.214.691 suara pemilih Pihak Terkait yang melalui serangkaian proses pemilu yang sudah dinyatakan suara sah,” paparnya.
Sejatinya dalam membuktikan dalil argumentasi kuantitatif mengenai angka-angka perolehan dalam hal perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden, Pemohon wajib membuktikan secara data, apakah terjadi kecurangan, penggelembungan atau pengurangan suara dari pemohon itu sendiri. Namun demikian, dalil argumentasi yang diajukan pemohon yang justru setuju terhadap perolehan suara pemohon sendiri berdasarkan rekapitulasi final Termohon membuktikan bahwa sesungguhnya pemohon tidak mampu untuk membuktikan adanya kesalahan hitung.
Baca berita lainnya di Google News Kanalindonesia.com